Setelah makan malam Anin dan Alena menonton tv diruang keluarga bersama Bagas juga. Anin yang merasa sudah mengantuk mengajak Alena kekamar untuk istirahat, Alena mengiyakan saja lalu mereka meminta ijin pada Bagas untuk tidur.
"Aku seneng banget tau kamu mau nginep disini jadi aku punya temen deh buat curhat,"ujar Anin seraya merebahkan tubuhnya di kasurnya diikuti oleh Alena.
Alena berbaring miring menghadap ke arah Anin.
"Kamu itu sahabatku yang paling baik, masa iya aku ngga mau nginep dirumah kamu biasanya kamu juga nginep dirumah aku, jadi gantian dong."
"Terimakasih ya Len, kamu tau aku udah anggep kamu seperti ibuku sendiri, karena kamu selalu ada buat aku."
"Hahaha yang penting kamu jangan panggil aku ibu kan aku bukan ibu kamu," ujar Alena sembari tertawa.
"Tapi aku pengin panggil kamu bunda, boleh kan? Cukup dirumah aja manggil bundanya ngga apa-apa kan?" Tanya Anin dengan memasang wajah memelasnya, Alena yang mendengar itu sontak menatap Anin. Apa ia tidak salah dengar ia akan dipanggil bunda oleh sahabatnya.
"Aku nggak salah dengerkan Nin?"tanya Alena masih belum percaya takutnya tadi salah dengar.
"Kamu nggak salah denger Len aku emang pengin banget panggil kamu bunda,"jawab Anin.
"Kenapa kamu nggak panggil aku kakak aja daripada bunda kan kita seumuran."
"Aku nggak butuh kakak, yang aku butuhin sosok bunda. Kamu tau kan Len dari kecil aku sama sekali belum pernah ngerasain panggil bunda."
"Jadi kamu mau kan Len?"Anin menatap Alena penuh harap.
Alena bimbang, disatu sisi ia kasihan dengan sahabatnya, tapi sisi lain ia malu pada Bagas ayahnya Anin jika Anin memanggilnya bunda saat dihadapannya. "Tapi nin aku merasa canggung sama om Bagas, aku malu."
"Udah kamu ngga usah malu sama ayah nanti aku yang bilangin sama ayah, please ya kamu mau."perkataan Anin terdengar lirih dan masih memasang wajah melasnya.
Alena yang hatinya sangat lembut menjadi iba melihat wajah sahabatnya yang memelas .
"Oke aku mau, tapi cuma dirumah kamu aja, kalau diluaran jangan. Aku malu entar dikira aku masih SMA udah punya anak lagi ."Alena akhirnya pasrah ia tidak tahan melihat wajah memelas sahabatnya itu. Tidak apa dipanggil bunda toh hanya dirumah ini saja.
"Makasih Len akhirnya aku bisa merasakan memanggil bunda dirumah." Anin memeluk Alena erat, Alena yang mendengar dirinya dipanggil bunda hatinya jadi menghangat entahlah tapi dia merasa senang dengan panggilan bunda yang ditujukan untuknya.
"Ya udah sekarang mau langsung tidur atau mau ngapain dulu lagipula besok libur kan?"tanya Alena.
"Langsung tidur aja deh Bun tapi tidurnya sambil peluk bunda boleh kan."
Alena menahan untuk tidak tertawa karena ia rada malu dengan panggilan Anin tapi ia langsung mengangguk kemudian memeluk anin yang sudah memeluknya erat.
Alena yang merasa tidak mengantuk memandang wajah Anin yang sudah terlelap, pelukannya juga sudah tidak seerat tadi. Alena melihat wajah Anin yang selalu terlihat bahagia bahkan ia hampir tidak pernah melihat wajah sedih Anin.
Alena merasa kasihan melihat sahabatnya ini, sejak kecil Anin belum pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu. Ia jadi merasa bersyukur karena kedua orang tuanya masih ada disisinya dan tidak merasa kekurangan kasih sayang.
Alena yang ingin memejamkan matanya mencoba untuk tidur jadi tidak jadi, saat mendengar suara pintu terbuka dan ternyata Bagas yang memasuki kamarnya. Alena heran padahal pintunya sudah dikunci oleh Anin, tapi kenapa Bagas bisa masuk atau mungkin pakai kunci cadangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
-
Romance[Repost] " Ayah aku ingin punya adik." Anin berkata pada ayahnya. "Ayah tidak punya istri, bagaimana caranya?"tanya sang ayah. "Menikahlah lagi yah." "Dengan siapa?" "Sahabatku Alena." ________________ Bagaimana cerita selanjutnya? Apakah sang ayah...