part 36

34.7K 1.8K 32
                                    

Happy reading


Alena mengeratkanya pelukannya pada Bagas, dan mengusek wajahanya di dada bidang Bagas untuk mencari kenyamanan. Saat ini sudah malam jam menunjukkan pukul 10, tapi suami istri itu masih berada di ruang keluarga sedang menonton televisi, sedangkan anak mereka sudah terlebih dahulu meminta ijin untuk tidur.

"Mas,"panggil Alena dengan suara lembutnya.

Bagas yang sedang menonton televisi mengalihkan pandangannya menghadap Alena yang saat ini sedang dipeluknya erat.

"Kenapa sayang?"tanya Bagas.

"Mas ceritain dong tentang keluarganya tante Yana."

"Buat apa sayang? Menurut mas nggak penting juga,"ujar Bagas.

"Aku pengin tau aja mas, masa nggak boleh. Lagian ya mas, tante Yana juga kerabat dekat kita kan, jadi aku pengin tau mas kedekatan mas dengan keluarga Tante Yana atau almarhumah Tante Melisa,"ujar Alena.

"Baiklah mas ceritain, tapi cium mas dulu sini,"ujar Bagas, Alena tersenyum lalu mengecup dengan singkat bibir manis suaminya, lalu merebahkan kepalanya di dada Bagas untuk mendengarkan suaminya mulai bercerita.

"Mas mulai cerita ya."

Bagas menghelai nafasnya sebelum bercerita."Sebenarnya keluarga mas dengan keluarga almarhumah Melisa tidak sedekat dulu saat Melisa belum meninggal."

"Memangnya kenapa mas?"tanya Alena mendongak menatap wajah suaminya.

"Itu karena orangtua almarhumah Melisa mengatakan jika Melisa meninggal gara-gara mas yang tidak becus mengurus istri, dan mulai saat itu orangtua Melisa atau Yana tidak ingin lagi berhubungan dengan keluarga mas. Padahal dulu mas sudah memohon pada mereka supaya tidak memutus hubungan keluarga  karena masih ada Anin cucu mereka  tapi orangtua Melisa tetep kekeh, karena mungkin mereka sangat kecewa dan marah sama mas dan setelah itu mereka memilih pindah keluar negeri lebih tepatnya London, untuk memulai hidup disana. Mungkin karena jika disini masih terbayang-bayang dengan Melisa, tapi tidak dengan Yana, Yana tetap disini bahkan dia sering sekali mengunjungi mas dan Anin Yana baik mau mengurus Anin karena mungkin dia tau jika mas tidak bisa menjaga dan mengurus Anin 24 jam karena harus kerja, tapi saat umur Anin menginjak usia 7 tahun Yana memilih pergi menyusul kedua orangtuanya ke London."

"Kenapa Tante Yana memilih untuk pergi?"tanya Alena

"Mas juga nggak tau sayang, Yana tidak mengatakan apapun saat memilih pergi menyusul orangtuanya."

Maafin mas sayang mas harus berbohong padamu, mas tidak ingin kamu berfikir yang macam-macam  kalau mas bilang jika ia pergi untuk menghilangkan perasaannya pada mas, batin Bagas.

"Setelah itu mas mengurus Anin sendirian?"tanya Alena.

"Iya sayang, hanya dibantu oleh mamah, karena mas juga harus mengurus kantor saat itu, makanya Anin jadi kekurangan kasih sayang dari mas hingga usia 17 tahun, dan saat kamu hadir dalam kehidupan mas dan Anin, mas jadi merasa keluarga mas menjadi lebih hangat dan penuh warna,"ujar Bagas, sambil mengecupi puncak kepala Alena.

"Kenapa mas nggak menikahi Tante Yana dulu?"tanya Alena, Bagas yang mendengarkannya kaget.

"Maksudnya yang?"tanya Bagas.

"Ya kan Tante Yana lama disini dan sering mengunjungi mas dan Anin dulu, apa mas tidak memiliki perasaan apapun sama Tante Yana, kita aja yang hanya bertemu sebentar mas sudah jatuh cinta sama aku, masa iya sama tante Yana nggak?"ujar Alena.

"Sumpah demi apapun sayang mas tidak mempunyai perasaan apapun sama Yana, ya karena mas dulu menganggap dia adik ipar mas, mas tidak memiliki perasaan seperti saat bertemu dengan kamu."

"Karena aku cantik ya mas, jadi mas mudah terpikat sama aku,"ujar Alena sambil tersenyum manis menatap Bagas.

"Kata siapa kamu cantik,"ujar Bagas dengan senyum mengejek, Alena yang mendengarnya cemberut dan mencubit dada Bagas membuat Bagas terkekeh geli.

"Jadi aku nggak cantik mas?"sungut Alena dengan kesal.

"Hahahaha mas bercanda sayang, kamu itu cantik pake banget malahan, tapi mas mencintai kamu bukan hanya memandang fisik sayang mas mencintaimu karena sifat yang ada dalam diri kamu,"ujar Bagas.

"Mas bisa aja,"ujar Alena dengan malu-malu.

"Oh ya mas, Tante Melisa meninggal kenapa?"tanya Alena.

"Dia terjatuh dari tangga saat hamil 9 bulan sayang, untung bayinya masih bisa diselamatkan,"jawab Bagas.

"Asstagfirullah."

"Saat itu mas taunya Melisa sudah bersimbah darah di lantai, mas sungguh benar-benar menyesal dan merasa bukan suami yang baik karena lalai menjaga istri,"ujar Bagas sambil mengingat kejadian dulu, Alena yang melihat tatapan sendu Bagas menjadi bersalah, ia malah membuat suaminya mengingat kembali masa kelam itu.

"Maaf mas aku nggak bermaksud buat mas jadi sedih lagi,"ujar Alena sambil mengelus wajah suaminya.

Bagas mengecup tangan Alena."Nggak papa sayang, mas udah nggak sedih kok,"ujar Bagas.

"Udah ya jangan bahas itu lagi, mendingan kita buat adik untuk Anin yuk,"ajak Bagas yang sudah memasang wajah mesumnya.

"Kemarin kan udah,"ujar Alena dengan wajah meronanya.

"Emang nggak boleh sekarang pengin lagi?"tanya Bagas.

"Ehh bukan nggak boleh mas, cuma masa setiap hari sih mas,"ujar Alena.

"Nggak papa dong setiap hari, biar cepet jadinya,"ujar Bagas.

"Tapi mas aku udah ngantuk." Bohong sebenarnya, matanya saja masih terlihat segar tidak seperti orang mengantuk, tapi Alena ingin menolak permintaan suaminya secara halus.

"Kamu banyak alasan sayang,"ujar Bagas, lalu membalikkan tubuhnya menjadi Alena berada di bawahnya.

"Kamu sayang, pura-pura nolak, kalau udah di goyang juga minta nambah,"ujar Bagas, membuat Alena malu.

"Satu ronde ya sayang sebelum tidur,"ujar Bagas, sambil menatap Alena, membuat Alena mengangguk pasrah, percuma menolak karena dirinya sudah terkurung di bawah tubuh Bagas yang besar ini.

"Mas mau disini itunya?"tanya Alena dengan malu-malu.

"Iya sayang nggak papa kan, kita kan belum pernah coba disofa,"jawab Bagas.

"Nanti kalau Anin liat gimana mas?"tanya Alena.

"Kayaknya nggak mungkin deh sayang, kamu tau sendiri kan kalau Anin tidur nggak mungkin bangun."

"Asstagfirullah! mas kok ngomongnya gitu?"ujar Alena kaget.

Astagah salah ngomong, batin Bagas.

"Maksudnya Anin kalau tidur kan pagi bangunya, kalau malam nggak mungkin terjaga, hehe gitu yang,"ujar Bagas.

"Jangan sembarang lagi kalau ngomong mas,"ujar Alena.

"Iya sayang."

"Kita mulai ya bund, bikin adek buat Aninnya, ayah nggak sabar deh pengin liat bunda hamil,"ujar Bagas.
Alena hanya tersenyum malu dengan pipi merahnya.

Bersambung.

Bunda untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang