part 54

26.9K 1.7K 117
                                        








3 hari kemudian.

Bagas merenung di depan ranjang pasien anaknya, setiap detik ia akan berada di sini menunggu anaknya sadar, sebenarnya Anin sudah cukup stabil kondisinya makanya di pidanakan ke ruang inap tapi Anin belum juga mau membuka matanya.

Pikiran bagas sedang terbagi dua sekarang antara memikirkan anaknya dan juga istrinya yang saat ini  entah bagaimana kabarnya. Bagas sama sekali tidak tahu kabar Alena sampai detik ini, hatinya merasa sesak dan sakit seperti ada sesuatu masalah yang membuat dirinya gelisah.

Bagas memilih keluar dari ruangan Anin di rawat ia kemudian duduk di ruang tunggu di sebelah Soraya dan Sandi yang sifatnya belakangan ini sangat aneh, mereka seakan mendiaminya bahkan berbicara sekenanya saja. Bagas tidak tahu apa yang terjadi pada orangtuanya kenapa sikap mereka sangat dingin kepadanya tiga hari ini.

"Mah kenapa perasaanku tidak enak ya?"tanya Bagas berusaha mencairkan suasana yang terasa dingin ini.

"Baru hari ini kamu merasa perasaanmu tidak enak?! Berarti dari kemarin perasaanmu gembira?"tanya Soraya dengan nada ketus.

"Tidak mah, aku sudah merasakan perasaan ini dari sebelum Anin kecelakaan tapi entahlah beberapa hari ini aku merasa hatiku kosong,"jawab Bagas dengan kepala menunduk.

"Tentu kosong! Karena penghuninya sudah tidak ada!"ucap Soraya dengan penuh ketegasan dan mata memerah menahan marah dan tangisnya.

"Mamah kenapa berbicara seperti itu?"tanya Bagas sambil menoleh menatap Soraya yang sorot matanya terlihat sekali menatapnya dengan raut  kecewa.

"Seharusnya Alena yang berada di posisi Anin,"ucap Soraya dengan lirih.

"Maksud mamah apa bicara seperti itu!"bentak Bagas.

"Yah seenggaknya Alena menahan sakit secara fisik saja daripada dia tidak kenapa-kenapa tapi batinnya tersakiti."

"Dengan Alena menjadi seperti Anin kamu baru peduli padanya bukan?"tanya Soraya sambil menoleh menatap Bagas seraya menitikkan air matanya.

"Mah–"Bagas tidak bisa melanjutkan kata-katanya, ucapan Soraya seakan menampar dirinya saat ini.

"Umurmu sebenarnya berapa Bagas? Kenapa kamu bersikap begitu kekanakan dalam menyikapi masalah ini. Kamu tau yang terjadi pada Anin dan Alena itu takdir. Adanya kecelakaan ini semuanya musibah Bagas bukan Alena yang buat!"

"Mah tapi jika dia–"

"Jika dia apa hah?! Jika dia tidak keras kepala dan pergi dari rumah sendiri begitu maksudmu? 

"Mamah kecewa sama kamu Bagas, di sini juga kamu salah bahkan sangat salah! Seharusnya jika kamu tidak ingin terjadi apa-apa dengan mereka kamu ikut kemana mereka pergi bukannya mementingkan pekerjaanmu. Kamu bisa kan hubungi papah suruh dia yang menghandle semuanya."

"Bukannya introspeksi diri malah nyalahin Alena!"

"Papah sama mamah malu Bagas sama orangtua Alena. Papah kira umur kamu yang sudah dewasa bisa menyikapi semua masalah dengan bijaksana tapi ternyata salah,"ucap Sandi.

Bagas hanya bisa diam dengan kepala menunduk.

Sayang maafin aku, batin Bagas dengan mata berkaca-kaca. Kenapa ia begitu bodoh malah menyalahkan Alena.

-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang