Chapter 35 : Zone

51 9 0
                                    





Sore yang tenang, udara sejuk mengalir lembut menyapu wajahnya. Langkah kaki Wuri menyusuri trotoar, sesekali ia berhenti untuk menikmati suasana sekitar. Cahaya matahari yang mulai meredup memancarkan warna oranye keemasan di sepanjang jalan, menciptakan bayangan panjang di bawah pepohonan.

"Ternyata jalan-jalan sore seperti ini tak terlalu buruk"

Ia melangkah santai, membiarkan pikirannya melayang, menikmati waktu luang yang jarang ia dapatkan. Di sekitarnya, suara tawa anak-anak kecil yang bermain, deru sepeda, dan suara angin yang bersenandung pelan membuatnya merasa damai. Mata Wuri kemudian tak sengaja menangkap sesuatu di kejauhan. Di sebelah kiri, sebuah lapangan basket yang terletak di area taman tampak sepi.

Langkahnya perlahan membawanya mendekat, memperhatikan setiap detail lapangan yang kosong, namun terlihat bekas aktivitas. Ring basket berdiri tegak, dengan jaring yang menggantung lemas, bergerak sedikit oleh angin.

Matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah benda bulat yang tergeletak di bawah ring basket. Sebuah bola basket, ditinggalkan begitu saja. Ia menatap bola itu sejenak, lalu pandangannya kembali menyapu lapangan, mencari apakah ada orang yang mungkin kembali untuk mengambilnya. Namun, lapangan itu sepi, hanya ada dirinya dan bola itu.

Dengan penasaran, ia berdiri tepat di depan bola itu, membungkuk meraih bola yang terasa sedikit berat dan hangat, mungkin baru saja digunakan sebelum ia tiba. Seolah merasa tertantang, ia tersenyum sebelum kemudian memantulkan bola tersebut beberapa kali ke lantai dan melemparnya keudara

"Masuk...masuk" ujarnya sembari menatap bola yang melambung tinggi, saat senyumnya mengembang ketika melihat bola tersebut berhasil masuk. Sontak membuatnya mengepalkan tangan di depan dada dengan penuh rasa bangga

Saat di sekolah menengah pertama, Wuri pernah mencoba untuk bergabung dengan ekskul basket di sekolahnya. Ia menyukai olahraga ini, namun kepribadiannya yang cenderung introvert dan sulit bersosialisasi membuatnya merasa asing kesulitan hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti setelah ujian nasional

Merasa bahwa kembali bernostalgia, membuatnya bersemangat berlarian sembari memantulkan bola itu di lantai lapangan untuk mengejar ring. Matanya terus terfokus pada ring di atasnya untuk kembali mencetak score untuk dirinya sendiri

Baru saja ia hendak melompat dan melempar bola, tiba-tiba ia kehilangan pijakannya akibat lantai lapangan yang licin akibat hujan beberapa jam yang lalu

Tubuhnya jatuh dengan punggungnya yang sedikit menghantam ubin dengan bola yang menggelinding, membuat ringisan kecil keluar dari bibirnya

Kepalanya mendongak keatas ketika dalam kilauan cahaya matahari sore yang menyilaukan, sosok pria bak malaikat berdiri sembari mengulurkan tangan kearahnya

Ia terdiam masih memegangi pinggangnya sakit, saat akhirnya tersadar dan menerima uluran tangan itu. Saat dengan kesulitan, ia mencoba untuk berdiri menahan sakit di punggungnya

"Kau baik baik saja?" Ia menatap pria itu sejenak sebelum kemudian mengangguk pekan

"Tentu, terimakasih" ucapnya sedikit membungkuk berterima kasih sembari memegangi pinggangnya

"Kau seharusnya tak bermain di ring sebelah sini, lantai lapangan masih licin dan basah, sangat berbahaya. Kau bisa bermain di sebelah sana, lantainya lebih kering" ujar pria itu sembari menunjuk kearah ring basket yang ada di arah berlawanan

"Tadinya aku tak berniat bermain, namun melihat bola ini dibawah ring membuatku sedikit bernostalgia. Lagipula pemilik bola bisa saja mencarinya nanti" ucapnya menjelaskan dengan sedikit senyum malu karna bertingkah memalukan karna jatuh

NERD LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang