Chapter 60 : Lulu

31 7 0
                                    




Jegleg

Bunyi lembut pintu yang tertutup perlahan menggema di dalam rumah, menjadi satu-satunya suara yang memecah keheningan. Tanda bahwa kehidupan baru saja menyentuh lantai rumah

Huh...

Sebuah helaan nafas kecil terdengar, penuh dengan keletihan yang terasa berat. Langkah-langkahnya pelan namun teratur, mengarah ke bagian dalam rumah. Setiap gerakan tampak seperti beban yang terpaksa dipikul sepanjang hari.

Melepaskan tas dari bahu kemudian melemparnya asal keatas meja kamar, saat tubuhnya akhirnya jatuh memantul diatas kasur, setidaknya terasa lebih baik sekarang. Namun tak berselang lama, ia kemudian berdiri berjalan menuju dapur untuk membuat makanan yang dapat mengganjal perutnya malam ini

Decakan kesal terdengar jelas memantul di dinding dapur, saat ia membuka lemari pendingin yang hanya menyisakan sebuah mentimun dan selai coklat

"Sial, mengapa harus sekarang" ujarnya kembali menunduk menghela nafas kesal

Dengan geraman kesal, ia akhirnya memilih untuk kembali meraih jaketnya dan keluar dari rumah untuk pergi ke swalayan terdekat. Tak ada pilihan lain, tak ada waktu untuk mengeluhkan ke diri sendiri

Dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku jaket, ia menghembuskan nafasnya yang mengeluarkan asap putih. Berjalan melewati sekitar gang dan masuk kedalam swalayan yang tampak begitu ramai dan berisik. Itulah mengapa ia benci weekend saat diluar, berisik dan ramai

Setelah selesai mengantri, ia kembali berjalan dengan dua kantong belanja ditangannya. Bibirnya sedikit menggigil saat rasanya udara malam yang dingin semakin menusuk kulit, sepertinya sebentar lagi akan turun salju

"Lebih baik segera pulang dan menghangatkan tubuh" ucapnya pelan sembari sedikit berlari kecil

Namun langkahnya sejenak berhenti, keningnya berkerut kecil saat mencoba menajamkan telinganya kala mendengar suara kecil dari balik tong sampah gang

Langkahnya mendekat saat matanya menangkap seekor makhluk berbulu kecil yang terjerat di tanaman berdiri dengan tubuh yang menggigil kedinginan.

Meow meow

Ia terdiam sejenak, menatap makhluk kecil itu dengan rasa iba. Mengeong pelan seolah meminta tolong untuk melepaskan tanaman berduri yang melukai tubuh kecil itu

"Astaga, mengapa kau bisa sampai seperti ini, kucing?" Ucapnya segera berlutut, jemarinya yang gemetar mulai hati-hati meraba tanaman berduri yang menjerat tubuh mungil kucing itu. Dengan lembut, ia berusaha melepaskan duri-duri tajam yang tertanam di bulu dan kulitnya. Namun, setiap tarikan membuat kucing itu mengeong kesakitan, tubuh kecilnya bergetar karena rasa perih yang semakin terasa.

Meski beberapa kali jari-jarinya juga tertusuk duri, ia tidak berhenti. Perlahan tapi pasti, satu per satu jeratan duri itu berhasil dilepaskannya. Ketika Jeratan terakhir berhasil dibebaskan, ia menghela napas lega. Melihat tubuh kucing itu yang terluka dan berdarah, ia tahu ini belum cukup.

"Kita harus membersihkan lukamu" ucapnya sambil mengusap pelan kepala kucing itu, mencoba memberikan rasa aman.

Ia mengangkat tubuh kucing tersebut, menatap seluruh luka yang hampir membuat kucing kecil itu lemas menutup matanya lelah. Akhirnya ia mengangkat kantung belanjanya dan pulang dengan satu tangan yang memeluk kucing kecil itu untuk menghangatkan



...




"Kau bisa duduk disini sebentar sembari menungguku memandikan dan mengobati lukamu nanti"

NERD LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang