79. Tempat yang Bisa Menerima Cinta Kita

8.4K 1.3K 657
                                    

Kini Jaemin masuk kedalam ruang rapat sambil membawa buku catatan dan duduk tepat di sebelah Jeno. Saat itu juga dia menyebabkan dua pasang mata merasa terganggu dengan kehadirannya dan kini sibuk melemparkan tatapan tajam padanya. Mereka adalah Nancy dan yang satu lagi Shotaro. Jaemin mencoba berpura-pura sibuk dengan mencatat hal-hal penting dalam rapat itu. Walaupun dia sama sekali tidak paham dengan apa yang sedang mereka bicarakan.

Awalnya Jaemin terlihat serius memperhatikan jalannya rapat, akan tetapi lama kelamaan dia mulai melamun. Kini dia terlihat begitu terpesona pada Jeno yang sedang memimpin jalannya rapat. Sejak kapan Jeno berubah menjadi begitu dewasa?

Jaemin terus bersama Jeno setiap hari, tapi kenapa dia tidak menyadari perubahan pada pria itu? Jeno terlihat begitu tampan, Jaemin pun terkikik geli.

Jeno sudah lama selalu bersamanya, dan kenapa pria itu terus saja berubah menjadi lebih memukau sementara dirinya sendiri tidak? Jaemin mulai merasakan sebuah jarak yang terbentang di antara mereka berdua yang semakin jauh. Jarak yang begitu jauh hingga walaupun seberapa kencang Jaemin mencoba untuk berlari menyusul Jeno, dirinya tetap saja belum bisa mencapai pria itu. Jaemin diam-diam menulis sesuatu di sebuah sobekan kertas lalu memberikannya pada Jeno dari bawah meja.

Jeno, kenapa setiap hari kau terus saja berubah semakin tampan? Dan kenapa aku tidak berubah sedikitpun sejak dulu? Bagaimana kalau suatu hari akhirnya kau menyadari bahwa kita berdua memiliki jarak yang begitu jauh hingga membuat ku tidak lagi bisa bersama mu?

Jeno meremas potongan kertas itu dan terus melanjutkan rapatnya. Setelah itu dia kembali ketempat duduknya dan mulai mendengarkan laporan dari setiap kepala bagian.

Jaemin nyaris saja ingin memberikan sebuah tamparan tepat ke wajahnya sendiri. Jeno sedang memimpin rapat, kenapa dia bersikap seperti ini?! Kenapa dia terus saja melakukan hal-hal konyol?!

Saat Jaemin akan kembali memusatkan perhatianya, dia merasakan tangan Jeno yang bergerak menggenggam tangannya dari bawah meja. Pria itu menggenggamnya begitu erat. Jaemin terlihat sedikit terkejut, dia pun memalingkan wajahnya pada Jeno. Tetapi Jeno terlihat masih mendengarkan laporan rapat. Pria itu bersikap seperti tidak terjadi apapun. Akan tetapi, kehangatan yang menjalar dari genggaman tangan Jeno di tangannya itu membuat Jaemin sadar jika saat ini dirinya memang sedang tidak bermimpi.

Setelah rapat selesai, Jaemin mengikuti Jeno dari belakang. Tiba-tiba saja Jeno berhenti dan mengatakan sesuatu.

"Walaupun suatu hari nanti jarak di antara kita semakin jauh, aku akan tetap menunggumu hingga berada dekat denganku."

Jaemin tidak bisa melihat bagaimana ekspresi Jeno saat sedang berkata seperti itu padanya, tetapi kata-kata pria itu berhasil membuat jantung Jaemin melompat bahagia. Jaemin kini berjalan hingga berada di depan Jeno.

"Benarkah? Kau sungguh akan menungguku? Menungguku hingga berhasil menyusulmu?"

"Aku berbohong." Jeno memberikan seringai menggoda pada Jaemin.

"Kenapa? jahatnya." Jaemin merasa kecewa.

"Aku mengenal kau dengan baik. Entah bagaimana pun caranya, kau tidak akan bisa menyusulku."

"Kau meremehkan kemampuanku?"

Jeno menggunakan dokumen yang sedang dia bawa menggetok pelan kepala Jaemin. "Untuk apa kau harus menyusulku? Tidak peduli seberapa sukses pun aku nantinya, aku akan tetap bersama denganmu."

Setelah berkata seperti itu, Jeno berjalan menuju ruangannya. Jaemin terdiam. Lalu berlari menyusul Jeno. "Jeno... tunggu aku."

Pada akhirnya, buku catatan yang seharusnya berisi catatan rapat siang itu malah terisi penuh dengan tulisan nama Jeno dan juga beberapa gambar kartun mereka berdua. Akhirnya Jaemin mendapatkan omelan dari Jeno.



Di rumah, Jaemin sibuk mengerjakan sesuatu. Dia mengeluarkan buku diary yang dulu pernah dia gunakan untuk menulis segala hal tentang Jeno, selembar liontin kertas uang 50 ribu Won, baju renang yang dulu pernah Jeno belikan untuknya, dan beberapa lembar foto, juga sulaman yang sudah selesai dia kerjakan. Jaemin meletakkan semua benda-benda itu di atas meja. Dia juga meletakkan sebuah guci dupa didepan benda-benda itu. Dan entah dari mana dia bisa mendapatkan beberapa batang dupa dan membakarnya. Jaemin juga telah menyiapkan beberapa jenis buah-buahan untuk sesaji.

Melihat semua benda-benda itu, Jeno mulai mengomel pada Jaemin.

"Apa kau pikir aku sudah mati?!"

"Aku hanya ingin benda-benda ini bisa melindungi cinta kita."

"Sejak kapan kau percaya dengan hal klenik seperti ini? Singkirkan semua benda-benda itu. Semakin lama aku melihatnya, semakin membuatku sakit kepala."

"Cih! Cih! Jangan berkata sembarangan!"

"Jaemin, setiap hari kau selalu saja melakukan hal tidak berguna seperti ini. Kenapa kau tidak menggunakan waktumu untuk membaca?"

"Ah... itu terlalu membosankan."

"Cepat singkirkan benda-benda itu!"

Saat Jeno melihat foto-fotonya ada di atas meja, dia mulai merasa tidak nyaman.

Jaemin bisa melihat wajah Jeno yang terlihat tidak senang. Ia akhirnya mulai memberesi semua barang-barangnya yang ada di atas meja.

'Jeno ini, begini tidak boleh, begitu tidak boleh, sebenarnya apa yang dia mau?! Sungguh aneh!' Batin Jaemin kesal.

Setelah Jaemin selesai membereskan barang-barangnya, dia mulai sibuk membicarakan hal-hal yang pernah terjadi dulu.

"Jeno, kau tahu saat pertama kali aku masuk kampus dulu. Aku selalu mendengar banyak hal tentangmu dari para gadis. Siapa yang bisa menduga kalau kini akulah yang bersama denganmu. Jika mereka sampai tahu, ku rasa mereka pasti akan marah padaku."

"Jeno, pertama kali aku bertemu denganmu, dulu kau terlihat begitu tampan. Aku merasa kalau hal itu tidak adil, aku sangat berharap kalau aku bisa setampan kau."

"Jeno, ada satu hal yang belum pernah aku katakan padamu sebelumnya. Saat pertama kali kita berbicara satu sama lain, kau tiba-tiba tersenyum, ketika itu aku juga merasa kalau senyumanmu begitu mempesona. Aku langsung jatuh cinta padamu. Apa menurutmu aku begitu konyol?"

"Jeno, aku sudah menyukaimu sejak lama, begitu lamanya hingga aku nyaris berpikir kalau aku tidak memiliki kesempatan untuk mengatakannya padamu. Dan ketika kau mulai masuk ke dalam kehidupanku, saat itu aku baru mulai menyadari kalau ternyata kau juga menyukaiku. Aku nyaris saja berubah gila karenamu. Aku bahkan berpikir kalau saat itu aku pasti sedang bermimpi. Kau jangan menertawaiku, aku berkata serius." Jaemin menarik baju Jeno. Dia ingin Jeno bersikap serius.

"Jeno, aku tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau kau mau tinggal denganku. Malam itu, ketika kita berdua berada di depan menara jam, untuk pertama kalinya kau menggenggam tanganku. Aku merasa begitu bahagia. Aku berharap hubungan kita berdua akan terus berjalan seperti ini. Kadang aku juga sempat berpikir untuk segera bisa memberikan setengah kehidupanku padamu. Jeno, kenapa kau tidak mengatakan apapun?"

Jaemin merebahkan kepalanya di atas paha Jeno dan mendongakkan wajahnya menatap ke arah Jeno.

"Teruslah bicara. Aku mendengarkanmu."

"Jika nantinya semua orang tahu mengenai hubungan kita berdua dan ternyata mereka tidak bisa menerimanya bagaimana? Misalnya saja, saudara atau teman-teman lainnya. Walaupun pembicaraan seperti ini terdengar menyedihkan dan kau juga mengatakan padaku untuk tidak perlu memikirkannya, tapi faktanya mengatakan lebih mudah daripada melakukannya. Ketika waktunya tiba, pasti tidak akan mudah. Kau seharusnya sudah tahu aku tidaklah sekuat kau. Jika cinta kita berdua tidak memiliki tempat yang bisa menerimanya, aku rasa itu tidak akan sempurna."

Jeno terlihat sibuk menghisap rokok yang terselip diantara jarinya. Kemudian Jeno mengulurkan salah satu tangannya untuk mengelus lembut rambut Jaemin.

"Tempat yang kau inginkan— tempat yang bisa menerima hubungan kita. Jika kau ingin menemukan tempat itu, aku akan membawamu untuk mencarinya."



Tbc~


[ piceboo & Angelina, 2020 ]

[✔️] Boyfriend | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang