ke-3

2.3K 223 3
                                    


Segaris senyuman terlukis dibibir ranum Meisie setelah membaca pesan masuk dari David. Moodnya yang tadinya jelek langsung terbang terbawa angin begitu saja. Permintaan maaf Nuria tidak dia hiraukan sebetulnya dia tidak benar-benar marah pada sahabatnya hanya saja dia sedikit kesal dengan sikap polos Nuria yang tidak tahu situasi.

Bang DavidQ

• Bisa ke atap sebentar?

Itulah isi pesan dari David. Berkali-kali Meisie membaca pesan tersebut memastikan dia tidak salah baca. Jangankan sebentar lamapun Meisie sanggup jika itu bersama David.

"Brisik ah. Gue mau ke atap dulu ntar kalau ditanya guru bilangin gue ke toilet panggilan alam." Meisie merapikan penampilannya. Kedua temannya menatap heran kearahnya.

"Ngapain Sie?" Tanya Zanna penasaran.

"Bang David ngajak ketemuan." Akui Meisie terdengar bersemangat, wajahnya berseri-seri.

"Sie, gue boleh nitip permen nggak dikantin? Mulut gue kering nih."

"Minta basahi gih Ri ke Pak Satpam." Jawab Meisie asal lalu pergi begitu saja meninggalkan tanda tanya dikepala Nuria. Zanna yang mengerti maksud Meisie menahan ketawa sebisa mungkin.

"Pak Satpam jual permen Na?"

"Lo tanya aja kali aja ada."

Zanna masih dengan menahan ketawanya mencoba menyibukkan diri dengan ponselnya. Nuria masih belum mengerti kemana arah pembicaraan yang dikatakan Meisie tadi.

Disepanjang koridor menuju atap Meisie merasa gugup bertemu dengan David dia tidak kuasa menyembunyikan rasa bahagianya. Saat hendak menaiki tangga seorang guru memanggil Meisie lantang. Itu cukup mengagetkan Meisie sesaat, buru-buru dia tersenyum jatuhnya tersenyum kikuk setelah mengetahui siapa yang dengan lancang memanggilnya.

"Iya kenapa Buk?" Tanya Meisie ramah di dalam hati mengumpat. Sedikit lagi dia bisa bertemu David namun nasib buruk masih betah singah padanya.

"Kamu mau kemana?" Tanya Buk Yelta, guru bidang studi Sosiologi selaku wali kelas IPS 1

"Oh ini Buk..." Meisie tampak berpikir sejenak.

"Saya mau ke perpus Buk bosan dikelas Ibuk kelamaan ijinnya mending saya ke perpus baca buku, lebih bermafaat nambah ilmu." Meisie tersenyum dalam hati dia mendapatkan alasan yang bagus.

"Sejak kapan Perpus pindah arah sini? Perpus ada disebelah ujung dilantai sebelah Meisie." Cerca Buk Yelta. Meisie tertawa hambar serta merutuki kebodohannya.

"Tadi kepala saya dipukul Nuria Buk jadi lupa gini. Oh jadi arah sana ya hehe." Meisie mencoba mengelak dengan menyeret nama sahabatnya.

"Sudah-sudah. Lebih baik kamu temani Mysha keliling sekolah sebelum masuk kelas. Kamu bisakan? Kamu senggang dan bosan dikelas jadi tidak masalah kan Ibuk meminta bantuanmu Sie."

"Nggak bisa buk." Jawab Meisie cepat secara spontan. Dia mau bertemu David tidak mau membuat pujaan hatinya menunggu lama.

"Kenapa? Apa sesusah itu Ibuk minta tolong atau mau Ibuk kurangi nilai kamu?"

"Jangan dong Buk, ini saya ada urusan Buk penting nggak bisa ditinggal sumpah. Kalau Ibuk mengijinkan gimana setelah urusan saya selese baru deh saya bantu Ibuk." Meisie mencoba bernegosiasi. Meski dia tahu sikapnya tidak sopan kepada guru sendiri tetapi Meisie harus melakukannya, ini merupakan kesempatan langka David mengajaknya bertemu.

"Urusan apa yang lebih penting daripada menemani cucu pemili...."

"Nggak perlu dipaksa Buk." Mysha memotong perkataan Buk Yelta. Dia tidak mau pihak sekolah membocorkan identitas dia sebenarnya. Sepertinya Bu Yelta lupa dengan perjanjian yang mereka bikin tadi diruang kepala sekolah. Pihak sekolah setuju mengrahasiakan identitas asli Mysha yang notabenenya cucu dari pemilik sekolah ini. Sadar akan kesalahannya yang hampir saja membuka identitas Mysha, Buk Yelta merasa bersalah.

MEISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang