ke-17

1.8K 207 11
                                    


Fidelya Pov

Setelah mendapat kabar dari teman sekolahku mengenai keadaan Meisie aku langsung menuju kesini dan meninggalkan urusanku di Bogor begitu saja. Aku di Bogor diminta untuk melihat cabang perusahaan disana, meskipun aku masih sekolah Daddy tetap menyuruhku sambilan mengecek keadaan perusahaan bertujuan biar nanti aku sudah terbiasa memegang perusahaan.

Ada apa dengan kesayangan aku itu? Kenapa sampai dikeroyok? Selama perjalanan aku tidak berhenti memikirkan Meisie berharap keadaannya tidak begitu parah. Aku baru saja meninggalkannya sebentar sudah ada masalah saja kalau begini aku tidak akan pernah lagi meninggalkannya. Berharap dia akan mengadu padaku? Jangan harap malah sebaliknya dia akan menutup ini rapat dariku ya dengan alasan tidak mau membuat aku khwatir tapi sayangnya semua tentang Meisie adalah penting dan aku harus mengetahuinya sekecil apapun.

Aku membuka kasar pintu utama rumah Meisie yang sudah ku anggap sebagai rumah kedua setelah rumahku. Aku berjalan dengan cepat mungkin ini rekor berjalan tercepatku aku mengesampingkan rasa lelahku, aku ingin melihat kesayanganku secepat mungkin berserta memastikan keadaannya.

Langkahku terhenti melihat perempuan yang sedari tadi mengacaukan pikiran ku sedang bersantai disofa ruang tengah sambil menonton drama kesukaannya. Satu tangannya digunakan untuk memakan cemilan favoritnya dikala menonton.

Dia yang semulanya rebahan langsung duduk setelah menyadari kehadiranku, aku tersenyum melihat ekspresi terkejutnya. Dia pasti kebingungan aku sudah ada disini bukan di Bogor tanpa memberi kabar terlebih dahulu, seharusnya aku pulang lusa nanti mau gimana lagi aku terlalu mencemaskan kesayanganku itu.

Aku memeluk tubuhnya dari samping selain khawatir aku juga sangat merindukan perempuan yang sedang ku peluk ini. Wanginya masih sama, wangi yang membuatku tenang serta pelukannya juga masih hangat dan nyaman seperti biasa.

"Kakak kok disini memang urusan di Bogor udah selese?" Aku menggeleng memberi respon tanpa melepaskan pelukan, aku betah berada diposisi ini.

"Kalau belum kok kakak malah kesini, ntar dimarahin uncle loh." Kenapa dia malah membicarakan itu sih? aku mendengus kesal tidak tahu apa aku kesini karena aku khawatir padanya, dasar bodoh.

"Suruh siapa kamu bandel sampe dikeroyok." Dia tersentak kaget, aku mendongak menatap wajahnya. "Jangan tanya kakak tau darimana, meski kakak pergi kakak nggak sepenuhnya ninggalin kamu Sie. Kakak punya cctv khusus buat mantau keadaan kamu."

"Hehe Kakak sogok Kak Iva sama Bang Deo apa sampai mereka mau?" Lihatlah dia selalu bisa membuatku tidak bisa marah lama-lama, dia menggemaskan. Iva dan Deo adalah dua kawanku sekaligus orang yang aku percayakan untuk memantau keadaan Meisie selama disekolah tentunya setelah Agung.

"Yang luka mana? Sini Kakak lihat, udah diobatin belum?" Terpaksa aku menyudahi pelukan ini meskipun aku masih betah, aku harus memastikan keadaannya dahulu. Aku memegang kepalanya menatap wajahnya dengan teliti lalu turun menuju lehernya.

Deg

Leher yang membuatku meneguk ludah tiap kali melihatnya terlebih bibir ranum miliknya.

"Aku baik-baik aja Kak nggak sampai operasi wajah." Candanya sambil memegangi tanganku yang berada diwajahnya. Dia tersenyum manis meyakinkan bahwa dia baik-baik saja.

Aku meringis ketika mataku menemukan bekas cakar kuku masih baru dimuka dan lehernya. Keterlaluan banget orang yang melakukan ini kepada kesayangku ini.
Aku meniup luka itu pelan tanpa menyentuhnya, khwatir akan membuat Meisie sakit.

"Kenapa bisa kayak gini sih Sie?" Kesalku masih meniup pelan luka diwajah lalu turun ke lehernya secara bergantian. Bukannya menjawab dia malah terkekeh, hmm dasar.

MEISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang