Chapter -5-

1.1K 133 38
                                    

                 Selamat membaca

           Berikan kesan dan pesan 💞

-----------------------------------------------------------

081239xxxxxx

calling….

Kaira mengangkat handphonnenya dengan penuh kemalasan dan kejengahan kalau saja handphonne itu tidak penting pasti dia sudah membantingnya.

“Iya, ada yang bisa, Saya bantu,”ucap Kaira formal.

“Pakek saya segala, Lo tahu nggak bedanya, Lo sama singa?”pemilik suara itu jelas suara Delano.

“Oh oke, Lo kak Delano kan? Lo, nyuri watts app, Gue awas Lo!” Bentak Kaira dalam telepon.

“Nggak nyuri! Lo, yang naruh di kursi mobil tadikan?” Delano cekikikan membayangkan wajah Kaira yang sedang marah-marah.

“Terus, Lo mau apa?” bentak Kaira penuh emosi.

“Mau ngimpiin, Lo dalam tidur, Gue” Delano menjadi seolah manja padahal aslinya santai dia hanya  ingin Kaira terbawa perasaan.

“Lo, piker, Gue bisa baper dengan mulut manis, Lo? Nggak!” ternyata tabiat Delano gagal Kaira malah semakin marah kepadanya.

“Dan, Lo pikir gue mau jadi pacar, Lo!” balas Delano keras.

“Lah Gr banget sih, Lo!” celetuk Kaira.

“Ngapain juga, Gue telpon singa buang-buang tenaga!” Delano menutup teleponnya tanpa ucapan salam bahkan ucapan selamat malam tidak ia ucapkan.

Ada-ada  orang ini, mungkin gara-gara salah makan kali ya jadi kayak gini atau dulu waktu bayi salah ngasih vitamin. Tapi lucu juga ya. Ish nggaklah dia itu orang paling nyebelin sepanjang abad!” Kaira senyum-senyum sendiri.

Pov Delano

Sesekali dia, memandang keluar jendela  hujan masih sangat lebat aroma aspal kehujanan masih begitu menyengat. Lalu, Delano mengingat suatu hal yang di belinya tadi, dia langsung membuka laci dan tersenyum melihat benda itu yaitu novel.

"Lo, pasti suka, Kai. Gue menunggu waktu yang tepat untuk ngasih ini ke, Lo. Meski sekarang, Lo masih benci ke, Gue," Gumam Delano sambil tersenyum simpul.

“Gue kasih puisi aja keren!” Delano berbicara sendiri hingga tidak sadar di dengar Nyokapnya.

“Bicara sama siapa, Del?” Marta  membuka pintu kamar Delano membuat dia terkejut lalu memasukkan novel itu  kedalam laci.

“Nggak, Ma,” jawab Delano singkat menggeleng.

“Jangan bicara sendiri.” Marta terkekeh dan kembali menutup pintu kembali.

Delano  mengambil secarik kertas dan  mulai menulis perkata yang indah. Tulisan yang lengkap dengan majas dan kiasan harapan seakan menghanyutkan dirinya ke dalam puisi yang ia tulis. Rasa geram masih menempel di benaknya namun, sebenarnya rasa geram itu sudah  bercampur dengan rasa ingin memiliki meski dia juga tidak tahu kapan rasa itu akan terwujud.

       Ratu terimalah aku sebagai Raja

Sungguh indah tatapanmu, manis senyummu

Bagaikan bidadari surga

Anggun langkahmu, bijaksana memimpin tahta

Andai saja kau tau aku ingin menjadi rajamu

DELANO (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang