Prolog

228K 12K 985
                                    

Entah sudah berapa banyak tissue yang Shanetta pakai untuk mengusap airmatanya yang tak kunjung berhenti. Ketiga sahabatnya sudah menenangkannya dengan berbagi cara agar temannya itu berhenti menangis.

Mungkin tadi Shanetta bisa berkata savage dan sok tegar tapi sekarang tidak bisa, air matanya sudah tidak bisa diajak kompromi.

"Udah ya An, cowok kayak gitu gak usah di tangisin," ujar Rhea berusaha menenangkan sahabatnya seraya mengipas-ngipas Shanetta dengan buku.

"Tapi tetep aja Rhe, sakit banget...!" sahut Shanetta tersendu-sendu seraya mengambil tissue dari tangan Cessie. Diatas meja sudah penuh oleh gumpalan benda putih tipis itu.

Lain dengan Lilie yang menatap prihatin Shanetta sambil mengusap-usap punggung sahabatnya. Bukan prihatin karena Shanetta diputuskan pacarnya tapi karena sekarang Shanetta jadi pusat perhatian dikelas. Temannya itu kalo nangis kadang tidak tau tempat, seperti sekarang dikelas pun jadi.

"Udah An, banyak cowok yang lebih baik dari di—" perkataan Lilie terpotong oleh suara keras dari pintu yang ditendang oleh seseorang.

BRAKH!!

Semuanya lantas terkejut, bahkan Shanetta langsung berhenti menangis. Pandangan semua orang yang ada dikelas langsung tertuju pada pintu kelas, lalu munculah sesosok orang menyebalkan. Dia datang dengan senyum jahilnya, tak lupa dua kacung yang selalu mengikutinya dibelakang.

"ACE!!!" semuanya langsung menggeram marah memanggil nama cowok itu. Mereka pikir yang datang adalah guru, padahal si playboy bin playstore itu. Datang kekelas orang tanpa mengucapkan salam atau permisi, tiba-tiba saja menendang pintu, untuk pintunya tidak rusak.

Ace hanya terkekeh tanpa dosa, "tatapan nya jangan kayak mah ngebunuh gitu dong. Kalo gue dibunuh kasian pacar-pacar gue," katanya seraya duduk dimeja murid paling depan. "Rumah gue kecil, gak cukup buat mantan-mantan gue yang mau ngelayat. Udah gue miskin, nanti tambah miskin!"

"Gak usah merendah untuk membangsat, nyet." Yogas, teman Ace bersuara. Perkataan nya mewakilkan mereka semua.

Mereka tau seberapa kaya Ace, seberapa gede rumah Ace dan seberapa banyak mantan-mantan Ace. Bukan hanya mantan Ace yang bejibun tapi seluruh murid disekolah ini pun sepertinya masuk di rumah laki-laki itu.

Jika orang setajir Ace aja disebut misqueen, terus sebutan apa buat orang-orang yang kalo shamponya nya abis masih diisi air?

Ace mengabaikan perkataan Yogas, "tapi nanti kalo gue mati, pas peringatan 7 hari kematian gue, pasti baginda ratu bikin seblak banyak. Gua gak sabar asli!" si bucin seblak memang sinting. Disaat semua orang menganggap hari kemataian sebagai hari yang paling ditakuti, lah ini hari kematian malah hari yang ditunggu.

"Gausah ngebacot yuk pulang, yuk!" ajak Yogas seraya menarik tangan temannya agar turun dari meja. Kalo kalem lemah lembut si gak papa ya, lah ini. Narik nya gak pake perasaan hingga Ace hendak terjatuh jika tubuhnya tak refleks menahan.

"Gak kalem lu, Ji!" sahut Ace.

Yogaswara Banyu Irfizi—atau yang sering dipanggil gas elpiji oleh kedua temannya.

"Jadi niat lu kesini apa sebenernya, nyet?" tanya Yogas berusaha sabar.

"Oh iya," Ace langsung teringat niat sebenarnya Dia kekelas XI IPA 4. Laki-laki itu membenarkan letak sergamnya yang mulai kusut lalu rambutnya yang acak-acakan ia tata agar acak-acakan nya lebih aesthetic. Ace berdehem beberapa kali untuk mengecek suara nya apakah masih sexy atau tidak.

Setelah selesai melakukan itu semua, Ace berjalan kearah bangku baris ketiga jajaran keempat.

"Hai, Shanetta." sapa Ace dengan senyum mengembang.

"NGAPAIN LO KESINI?!" bukan Shanetta yang bertanya, melainkan Lilie dengan mata melotot. Dia agak waspada karena Shanetta sudah dua kali disapa oleh laki-laki itu. Lilie hanya takut Shanetta jadi korban Ace selanjutnya, lebih masalahnya lagi Shanetta baru putus cinta.

"Cocok deh lo Lie sama si Piji, sama-sama tukang gas," kata Ace.

"Ngapain bawa nama-nama gue nyet?" tanya Yogas yang merasa terpanggil sambil mendekat.

"Kalo si Piji anak juragan gas asli, kalo lo tukang gas gaib, HAHAHA..." Ace tertawa akan jokesnya sendiri. Yang menurut Lilie tidak lucu, malah sangat garing. Lilie hanya menunjukkan wajah datar sebagai balasan.

"Gak lucu! Mending lo keluar deh!" suruh Lilie.

"Idih, gue kesini kan mau ketemu Shanetta. Gak usah sewot bukan ketemu lo ini," kata Ace yang sekarang berubah jadi sinis. Laki-laki itu mengalihkan pandangan pada gadis dengan mata sembab dan hidung memerah akibat menangis itu.

Laki-laki itu tersenyum kearah Shanetta, "hai, Shanetta," sapanya sekali lagi.

"Pacaran yuk?" ajak Ace tanpa beban.

Terlalu to the point.

Shanetta langsung menoleh kearah Ace, ini seriusan?

"Jawab dong An, bukan malah liatin aku gitu," katanya saat Shanetta tak kunjung menjawab.

"Tinggal jawab, iya atau iya," lanjut Ace, "jadi jawaban nya iya atau iya?" tanya Ace lagi. Ini sih bukan pilihan, tapi pemaksaan.

"Kalo kamu nafas, berarti jawab iya!" final Ace yang membuat Shanetta melotot. Bukan hanya Shanetta, tapi semua orang yang mendengarnya.

"A—"

"Fix, sekarang jam berapa?" dia bertanya seraya melihat jam ditangannya, "jam 10:27, Fix kita jadian jam 10:27," kata Ace tak memberi jeda untuk Shanetta berbicara.

"Hantu, mana kertasnya?" tanya Ace pada Dehaan Tunama Saputra—atau yang sering dipanggil Hantu oleh kedua temannya.

Dehaan mendekat lalu memberi Ace sebuah kertas putih yang dilipat-lipat. Ace menerima itu dan langsung membukanya. Dia mengambil pulpen yang memng tergeletak dimeja Shanetta lalu Ace mulai mencoret-coret kertas putih itu.

Shanetta, Cessie, Lilie maupun Rhea kepo apa isi kertas itu, jadi mereka berempat sedikit mendekat untuk mengetahui apa kertas itu. Shanetta semakin melotot ketika melihat namanya ditulis oleh cowok itu.

Ini sih tidak jauh lagi, Shanetta korban selanjutnya.

To be continued...

-----oOo-----

FAKBOI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang