Part 19

1.6K 134 11
                                    

Ranty, Naimma dan Harini yang melihat Anrez pingsan pun langsung histeris. Anrez jatuh terkapar dengan keadaan babak belur karena kemarahan Verrel. Verrel yang masih dikuasai amarah dengan santai melenggang pergi meninggalkan tempat itu seakan keadaan Anrez bukanlah hal yang harus dia khawatirkan.

Evan dan para kru lainnya berbondong-bondong mengangkat Anrez ke mobil dan segera pergi ke rumah sakit. Ranty menaruh kepala Anrez di pahanya sambil terus mengelus rambut Anrez, tak lupa pula air matanya yang mengalir bagaikan air terjun yang tak pernah kering. Ranty benar-benar hancur melihat pemandangan yang menyakitkan matanya ini, tak pernah dia sangka perasaannya malah menjadi boomerang tersendiri buat Anrez.

Naimma dan Harini juga menangis pilu menatap keadaan sahabat mereka ini. Anrez yang biasanya jahil, riang dan suka mengganggu sekarang malah terlelap dengan wajah penuh lebam. Tetapi di antara mereka bertiga, bisa dipastikan kalau Ranty-lah yang paling menderita akan kondisi Anrez saat ini, ini semua karenanya yang membuat Verrel salah paham pada Anrez.

"Kamu pasti kuat kan, rez? aku tau kamu orang yang pantang menyerah. Aku gak suka lihat kamu babak belur kayak gini. Harusnya kamu lawan si Verrel tadi, rez. Awas aja lo, rel!! kalau sampai Anrez kenapa-kenapa, lo yang bakal gue bunuh!!" Mengingat sikap kurang ajar Verrel kepada Anrez tadi seketika membuat emosi Ranty yang tadinya menurun kini kembali naik.

Ranty benar-benar kecewa pada Verrel. Tidak seharusnya Verrel bersikap bodoh seperti tadi hanya karena salah paham di antara mereka bertiga. Lagipula Verrel bukan siapa-siapanya Ranty. Ranty sangat kecewa dengan sikap Verrel yang membuat Anrez seperti ini.

Rombongan yang membawa Anrez pun akhirnya sampai di rumah sakit. Anrez langsung dibawa pihak medis ke ruang pemeriksaan. Mereka semua khawatir, mereka takut Anrez kenapa-napa. Tetapi mungkin kekhawatiran mereka semua tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Ranty yang terlihat paling kacau.

Hampir setengah jam mereka menunggu,
akhirnya dokter yang memeriksa Anrez pun keluar. Naimma yang melihatnya pun langsung mendekati si dokter.

"Bagaimana keadaan teman saya, dok?"
tanya Naimma dengan tatapan penuh kekhawatiran

"Kondisi pasien untungnya tidak apa-apa, beliau hanya mengalami luka ringan saja. Tapi, pasien masih harus menginap beberapa hari ini untuk diperiksa lebih lanjut karena adanya sedikit pergeseran di bagian lengan pasien" penjelasan dokter yang semula melegakan perasaan kini kembali membuat jantung mereka ser-seran.

"Pergeseran, dok? butuh waktu berapa lama agar dia bisa sembuh total?" tanya Ranty khawatir

"Tidak lama, hanya butuh waktu 3 hari saja. Saya harap kalian sebagai teman-temannya dapat mengerti keadaan pasien dan usahakan untuk tidak ribut karen pasien benar-benar butuh istirahat" terang dokter

"Apa kami udah boleh jenguk teman kami, dok?" tanya harini

"Sudah boleh, silahkan" dokter pun mempersilahkan

"Syukurlah, terimakasih, dokter" Evan memberikan senyum tulus kepada sang dokter

"Sama-sama, yaudah kalau begitu saya pergi dulu" dokter pun pergi meninggalkan mereka

Mereka berempat pun masuk ke ruangan dan terlihat Anrez yang belum juga sadar dengan selang di hidungnya dan luka lebam di sekitar tubuhnya. Ranty yang melihat itu kembali meneteskan air matanya. Ranty merasa sangat bersalah karena dia lah yang membuat Anrez seperti ini.

Ranty pun memilih keluar dari ruangan untuk menenangkan diri. Naimma berjalan perlahan untuk duduk di sebelah Anrez dan air mata semakin mengalir deras melihat sudut bibir Anrez yang robek karena pukulan Verrel. Sahabat mana yang baik-baik saja jika melihat sahabatnya jatuh sakit, begitulah yang dirasakan Naimma, Harini dan Evan saat ini.

My Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang