Part 7

1.7K 131 7
                                    

Sudah beberapa hari tetapi Naimma masih mendiamkan Anrez. Ucapannya untuk tidak menganggu Anrez lagi betul-betul dilakukan. Anrez sedih, terpuruk, merasa sangat bersalah dan merindukan sahabatnya. Menurut Anrez, lebih baik dia dipukul, dimaki, dihina daripada didiamkan begini. Anrez merindukan Naimma, sungguh..

Naimma betul-betul mendiamkannya bahkan untuk tersenyum padanya pun tidak pernah, jangankan tersenyum.. melihatnya saja Naimma langsung memalingkan pandangannya membuat Anrez sangat sedih. Mereka yang biasa tertawa, bercerita, saling menjahili sekarang kegiatan itu sudah tidak bisa dilakukan lagi. Anrez bingung harus bagaimana untuk membuat Naimma memaafkannya. Anrez benar-benar menyesal jika saja dia tahu akibat membentak Naimma akan separah ini.

"Nam.. bisa kita bicara?" Anrez kembali mencoba berbicara pada Naimma

Naimma yang sedang berbincang dengan Harini pun menoleh ke arah Anrez. Tidak bisa dibohongi jika Naimma merindukan sahabatnya ini. Dia merindukan Anrez yang ceria bukan yang lusuh dan hancur seperti ini. Naimma sebenarnya kasian kepada sahabatnya ini tetapi menurutnya Anrez juga harus dikasih pelajaran.

"Yaudah bicara aja sih, toh lo sekarang juga udah ngomong"

"Tapi bukan disini Nam, gue mohon.."

"Kalau lo mau bicara ya disini aja, kalau gak yaudah gak usah!!" Naimma kembali berbincang pada Harini tanpa mempedulikan Anrez yang sedih akan sikap dingin Naimma

Anrez menghela napas sebentar sebelum membicarakan hal yang sensitif ini. "Gue mau minta maaf.. gue tau gue salah tapi tolong maafin gue. Gue gak bisa lo diamin terus, Nam. Gue juga gak tau harus apa lagi supaya lo mau maafin gue" ujar Anrez menatap teduh Naimma membuat Naimma membeku mendengar betapa lirihnya nada bicara sahabatnya itu

"Gue bakal lakuin apapun buat lo tapi tolong maafin gue.. gue gak bisa lo diamin kek gini. Gue kangen sahabat gue, gue kangen orang yang selalu ada untuk gue, gue kangen orang yang selalu ngingetin kalau gue salah. Apa gak cukup dua minggu ini lo diamin gue, Nam? gue gak mau marahan sama lo lagi, gue gak bisa didiemin gini seakan kita ini orang asing" Anrez mengungkapkan perasaannya sambil menitikkan air mata

Naimma pun membalikkan tubuhnya ketika mendengar pengakuan Anrez pun menitikkan air matanya. Dia juga sangat merindukan sahabatnya ini. Memang sudah dua minggu mereka tidak mengobrol seperti biasa dan jujur Naimma sangat merindukan kekonyolan Anrez dan hal-hal bodoh yang biasa mereka lakukan.

"Lo itu ya rez, makanya kalau ngomong itu dipikir-pikir dulu. Udah berapa kali gue bilang sama lo kalau emosi tuh sebaiknya tenangin diri dulu, kalau lo ada masalah lo cerita ke gue.. bukan malah mendam dan melampiaskan ke gue.. lo anggap gue apa sih ANREZ?!! gue itu sahabat lo atau apa?!! selama dua minggu ini gue diemin lo supaya lo sadar apa yang lo lakuin itu salah, gue gak mau orang lain ngalamin apa yang gue alami waktu itu" Naimma akhirnya mengungkapkan semua perasaannya. Naimma menangis tersedu-sedu dan Anrez pun memeluknya.

"Lo jahat rez.. lo jahat!! apa arti gue sih buat lo? gue nih lo anggap sahabat atau bukan sih!! dasar bego lo!!" Naimma memukuli Anrez di dalam pelukan mereka

"Maafin gue.. gue janji gue bakal cerita apapun ke lo, gue janji.. maaf" Anrez melepaskan pelukan mereka dan memperlihatkan janji kelingkingnya

"Gue juga janji ke lo kalau gue gak bakal diemin lo lagi. Kita tuh sahabat jadi kalau ada masalah harus saling cerita" Naimma pun meraih jari kelingking Anrez, mereka saling menautkan janji bahwa apapun yang terjadi, mereka harus tetap bersama-sama

"Aaaa gue kangen banget sama lo, tukang jail" Naimma mulai meledek Anrez

"Lo pikir gue gak kangen ama lo, pendek"

"Anrez!! ihhh, kampret lo yahh!!" Naimma memukul Anrez dan Anrez berlari untuk menghindari pukulan Naimma

"Akhirnya 2 sekawan itu baikan juga.. capek gue lihat mereka cari kabar melalui kita terus, sok-sok an cuek tapi kepo" cibir Harini

"Apalagi Anrez.. selalu nanyain gue tentang Naimma dan minta gue supaya cari tau tentang Naimma ke lo" sahut Evan sambil merangkul Harini

"Yang.. gue juga kangen lo" Evan membisikkan ke Harini

"Kan kita jumpa tiap hari sih sayang"

Mereka pun saling berpelukan. Dua sekawan dan sepasang sejoli pun saling melepas rindu satu sama lain.

Di sisi Lain...

Tiara telah menyelesaikan syuting dahsyat. Tiara mau pulang ke rumah dan sudah berada di parkiran. Tiara entah kenapa merindukan sosok Anrez. Sudah dua minggu Anrez tidak datang ke dahsyat padahal Anrez selalu ada setidaknya 1 kali seminggu. Entahlah.. Tiara begitu merindukan sosok periang dan selalu membuatnya tertawa itu.

"Kak Anrez kemana yah? udah 2 minggu aku gak jumpa sama dia. Apa yang dia lakukan sekarang yah? mudah-mudahan minggu depan kak Anrez bisa datang ke dahsyat lagi deh.. ihh apa sih yang kamu pikirin Tiara? kok kamu inget kak Anrez terus.. stop Tiara, kendalikan dirimu" batin Tiara menggelengkan kepalanya cepat

"Ti.. ti, ayo cepat masuk mobil. Ini sudah mau hujan" titah mama Tiara melihat anaknya malah melamun

"Oh iya ma, ayo kita masuk ke mobil"

Tiara masuk ke mobil dan melihat ke arah jendela mobil. Tiara kembali melamun. Mama Tiara yang melihat anaknya seperti itu merasa bingung.. Seingatnya Samuel dan Tiara masih baik-baik saja. Tiara kalau ada apa-apa dengan Samuel pasti selalu cerita. Mama Tiara walau tidak suka dengan Samuel tetapi tidak pernah memaksa putrinya untuk menjauhi Samuel karena dia yakin suatu hari nanti, Tiara sendiri yang bakal menjauhi Samuel tanpa ada paksaan.

"Kamu kenapa sih, ti? cerita dong ke mama. Mama lihat kamu melamun terus, jangan gitu ahh"

"Ha.. apa ma? mama ngomong apa?" Tiara yang tidak fokus pun terkejut mendengar mamanya berbicara kepadanya

"Kamu kenapa, ada masalah sama Samuel? kok kamu murung gini sih?"

"Gak kok ma, aku baik-baik aja sama Sam. Lagian aku gak mikirin dia sama sekali"

"Jadi kamu mikirin siapa sampai termenung seperti itu?"

"Huftt" Tiara mengambil napas, apa ini saatnya dia cerita mengenai Anrez ke mamanya?

"Kenapa sayang? cerita ke mama kalau ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu"

"Ma.. jujur entah mengapa, selama beberapa hari ini aku selalu mikirin kak Anrez" Tiara tertunduk malu melihat mamanya menatap intens dirinya

"Hah? Anrez Adelio? kenapa kamu bisa mikirin dia, nak?"

"Titi juga gak tau ma.. udah dua minggu Titi mikirin kak Anrez dan udah dua minggu juga Titi gak ngelihat kak Anrez di dahsyat. Titi gak tau Titi kenapa saat ini.."

"Kamu menyukainya, sayang?"

"Gak mungkin ma, Titi kan udah punya Samuel" Tiara mengelak

"Sayang, tatap mata mama. Kalau kamu tidak menyukai Anrez, lalu kenapa kamu mikirin dia selama itu? dua minggu itu lama, ti"

"Titi bingung dengan perasaan Titi ma.. hiks.. hiks.. Titi gak.. hiks.. tau ini perasaan apa.. hiks.. hiks" Tiara mulai terisak dan mamanya langsung memeluknya

"Sudah jangan nangis sayang.. tenangin diri kamu dulu, doakan aja yang terbaik buat kamu.  Jika memang Anrez yang terbaik untuk kamu.. kita tidak bisa menolak apa yang telah diberikan Allah kepadamu"

"Hiks.. hiks.. ma, Titi harus gimana? hiks.. hiks" Tiara semakin terisak mendengar perkataan mamanya

"Udah, jangan nangis dong. Hapus air matamu dan berdoalah.. mama akan tetap dukung apapun yang kamu lakukan, kamu gak sendiri sayang.. ada mama dan yang lain yang sayang sama kamu"

Tiara tidak menjawab perkataan mamanya lagi. Tiara terus menangis dan kembali ke pelukan mamanya. Setelah lelah menangis, tanpa sadar Tiara tidur di pelukan mamanya.

"Sayang, mama doakan yang terbaik untuk kamu. Mama sayang kamu, ti. Mama setuju jika kamu dengan Anrez. Apapun yang akan terjadi ke depannya, kamu harus kuat, nak. I Love You, My Princess"

Di sisi Lain...

"Aku rindu kamu, Tiara Andini"

Anrez menatap ke arah langit dan terus mengingat Tiara. Apa kabar yah gadis itu? Anrez benar-benar merindukannya..


My Destiny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang