36. Iri

11.1K 1K 15
                                    

Melihat kehidupan rumah tangga orang lain, rasanya Auri ingin menangis jika membandingkannya dengan kehidupan rumah tangganya.

Auri tidak tau harus bersikap bagaimana lagi agar Malvin melihat ke arahnya dan menerima pernikahan mereka ini. Menghapus rasa benci darinya karena ia tau mungkin saja Malvin membencinya karena insiden 'itu'.

Kehidupan rumah tangga sahabat Malvin sangat berwarna menurutnya, tidak seperti rumah tangganya yang suram dan dingin seperti sikap Malvin.

Auri ingin bersikap seperti Sasa yang begitu manja pada Chito dan Chito melakukan hal apapun yang dititahkan Sasa. Jika Auri manja pada Malvin, bisa ia pastikan perkataan yang menusuk yang ia terima.

Auri juga ingin seperti Via yang tanpa beban mengoreksi apapun yang salah di matanya atas apa yang Anis lakukan. Via yang menunjukkan kepopesifan di muka umum dan Anis yang hanya menyengir, bahkan merayu Via jika istrinya itu marah. Jika Auri melakukan hal tersebut, bisa ia pastikan Malvin sama sekali tak peduli. Boro-boro merayunya agar ia berhenti merajuk, mengajaknya bicara saja pria itu enggan.

Dan Auri sangat ingin seperti Laras yang begitu disayang Andra. Bagaimana Laras yang diperlakukan bak ratu oleh Andra. Tatapan lembut dan suara lembut Andra pada Laras benar-benar membuat Auri iri. Auri ingin Malvin seperti Andra, memperlalukannya lembut dan menatapnya penuh cinta.

Namun apa daya, sejak tiba di rumah Andra-Laras karena hari ini acara aqiqah anak orang tua baru tersebut, Malvin memisahkan diri darinya. Bahkan tak pernah mengajaknya bicara, benar-benar melupakan kehadirannya.

"Sendirian aja Neng. Mau Abang temenin?" Auri menoleh menatap Iyo yang duduk di sebelahnya. Auri tertawa pelan merespon perkataan Iyo.

Duda manis tersebut benar-benar manis. Tutur kata serta wajahnya. Kalau saja Auri tak jatuh hati lebih dulu pada Malvin, bisa ia pastikan akan jatuh hati pada Iyo. Tapi, ia kembali mengingat sepak terjang pria manis tersebut yang merupakan playboy kelas kakap. Jadi, ia sepertinya berpikir ulang untuk jatuh hati pada pria itu.

Auri kembali menatap heran Iyo yang tergelak sendiri.

"Kenapa Bang?" tanya Auri heran.

"Ah lucu. Gak nyangka aja gue, calon perjaka tua nikah. Apalagi sama cewek muda kaya elo," ujar Iyo di sela-sela tawanya. "Gimana perlakuan Malvin ke elo?"

Auri terdiam sejenak mendengar pertanyaan Iyo. "Ya gitu."

"Gitu apa?" Iyo merapatkan tubuhnya ke arah Auri membuat Auri refleks menggeser.

"Dingin."

"Panas kok Ri." Auri mendengus membuat Iyo tertawa.

"Lu imut banget. Rugi Malvin kalau dinginin lo mending hangatin lo di ranjang, kan?" Auri menatap horor Iyo yang kembali tertawa lalu jitakan di belakang kepala Iyo membuat pria itu berhenti.

"Heh Bang Sat! Berhenti godain istri orang!" ketus Via sebagai pelaku penjitakan kepala Iyo.

"Mantan cemburu?" tanya Iyo menggoda membuat Via menatap tajam duda beranak dua tersebut, sementara Auri agak terkejut mendengar kata 'Mantan'.

"Mantan? Kalian mantanan?" tanya Auri membuat kedua orang itu menatapnya.

"Iya. Dia mantan terindah gue, bahkan sampai sekarang gue gak bisa lupain. Via bener-bener sulit dilupa... aw!!" Iyo menjerit sakit saat rambutnya dijambak Via.

"Vi sakit!"

"Bang Sat bener-bener nyebelin! Ketus Via, memasang tampang judes setelah melepas rambut Iyo.

"Harusnya lo bangga Vi, gue belum lupain lo, apalagi rasa bib..." Via mengacungkan telapak tangannya, bersiap melayangkan tamparan ke kepala Iyo, namun pria itu menghindar lalu menatap Auri sejenak sebelum pergi dari sana.

"Siapa tau suami lo juga belum bisa lupain cinta pertamanya makanya dingin sama lo."

"Dasar Bangsat!" teriak Via kesal.

Auri tepekur memikirkan perkataan Iyo, lalu ia menatap Via.

"Eh? Gak usah lo percaya omongan Bang Sat. Tadi dia bercanda kok," ujar Via menyunggingkan senyum manis.

Auri tersenyum paksa. Meski itu juga yang ia katakan pada pikiran serta hatinya, namun tetap saja ia tak bisa menyangkal jika perkataan Iyo mengganggunya.

Kenapa Malvin di kelilingi wanita yang lebih cantik darinya?

Pertama, cinta pertama suaminya itu, Via. Wanita yang walau judes, tapi memiliki wajah cantik serta tubuh proposional meski telah dua kali mengandung. Dan jangan lupakan skill memasak wanita itu yang tak bisa diragukan bahkan tau caranya membuat kue basah ataupun kering.

Kedua, sepupu Malvin, Richel. Walau belum jelas apakah Malvin memiliki perasaan pada Richel atau tidak. Tapi, ia takut jika Richel yang memiliki perasaan pada Malvin. Bisa saja karena Richel paham sosok Malvin membuat pria itu luluh. Tidak seperti dirinya yang bahkan tidak tau harus bersikap apa agar Malvin menerima sosok dirinya.

*****

Sepanjang perjalanan pulang dari rumah Andra, Auri hanya diam. Padahal tadi, ia banyak bicara, berceloteh walau lirikan tajam Malvin layangkan padanya, ia tak berhenti.

Ia masih saja memikirkan perkataan Iyo dan pikirannya semakin negatif saja. Benar-benar Malvin sulit di taklukan.

Jika menghitung sudah berapa lama Auri mengejar Malvin sudah setahun lebih. Bahkan mereka telah terikat janji suci dengan pria itu, namun Auri merasa ia masih saja mengejar pria itu.

Auri berlari mengejar Malvin yang juga berlari dari dirinya. Jika berlari, pastinya lelah, bukan?

"Kamu mau tidur di mobil?" Auri tersentak saat pertanyaan yang begitu dingin, sedingin udara malam ini menyapa dirinya.

Sibuk melamun membuatnya tak sadar jika mereka telah tiba di rumah.

Sekali lagi Auri tersentak saat pintu mobil di tutup.

Auri mendengus. Malvin sama sekali tidak bisa basa basi mengajaknya masuk ke rumah.

Mereka pun masuk, di sambut Ibu Maharani yang masih menginap.

"Ibu belum tidur?" tanya Auri.

"Iyalah. Emang di depan kamu ini siapa?" Auri menyengir lalu memeluk Ibu Maharani membuat ibunya itu mengernyit heran.

"Kamu kenapa?"

"Malam ini, aku mau bobo bareng Ibu, ya?" pinta Auri. Memelas layaknya anak kecil meminta permen.

"Eh? Kamu bareng suami!" Ibu Maharani menepuk keras pundak Auri lalu pelukan mereka terpisah.

"Kan ini malam terakhir Ibu nginep. Jadi, aku mau bobo bareng Ibu!" Auri mulai merengek melingkarkan kembali lengannya ke leher Ibu Maharani. Bergelayut layaknya anak monyet.

"Astaga! Gak! Ibu gak mau!"

"Ibu!"

"Enggak!"

"Ibu!!"

Ibu Maharani pusing sendiri. Ia melirik Auri yang menggerutu dan beranjak menuju kamarnya.

"Ya udah deh!" Auri sontak menengok dengan wajah sumringah.

"Yeay!" seru Auri. Ia masuk lebih dulu ke kamar untuk mengambil baju ganti dan selimut.

Sebelum keluar dari kamar, Auri melirik Malvin yang duduk di sofa sembari berkutat dengan ponsel.

"Malam ini, aku tidur bareng Ibu. Mas bisa tidur di kasur," ujar Auri membuat Malvin mengalihkan pandangan ke arahnya.

Sama sekali tak ada ekspresi di wajah Malvin.

Auri yang tau tidak akan ada respon dari Malvin, akhirnya keluar dari sana.

.

.

.

.

.

5 January 2021

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang