9. Butuh Lem Untuk Merekat Kembali

14.7K 1.4K 17
                                    

Sesekali Malvin menoleh melihat Auri, kalau-kalau pasiennya tersebut mengikutinya. Merasa telah hilang dari pandangannya, ia pun berhenti berjalan, kemudian bernafas lega lalu tersentak saat sadar tangannya masih asyik memeluk pinggang Via.

"Sorry," ujarnya datar.

Mata Via memicing curiga, ia kembali menengok ke belakang, penasaran dengan wanita yang duduk di kursi roda tadi, tapi kepalanya kembali menghadap ke depan saat Malvin memalingkan pipinya.

"Lho? Lho? Lo mau ngekhiatin gue, Vin?!" Anis datang menghampiri mereka berdua. Sembari mendorong stoler yang di atas terdapat Megumi yang sedang meminum susu.

Dengan cepat Anis menarik Via, lalu memeluk pinggangnya posesif.

Malvin hanya mendengus kesal melihat tatapan permusuhan Anis.

"Masa tadi Koko Mal meluk pinggang aku, Bi," adu Via membuat Anis melotot dan Malvin mendelik padanya.

"Wah! Parah lo!" Malvin menepis telunjuk Anis yang mengarah di depan wajahnya.

"Gue tadi minjem bini lo buat kabur dari cewek gila," jelas Malvin.

"Maksudnya cewek gila? Di sini gak mungkin ada orang gila!" Anis masih saja mengeraskan suaranya. Pertanda pria tersebut kesal karena istrinya dipeluk temannya.

"Ah cewek yang tadi ya? Maksudnya bukan orang gila, tapi cewek itu tergila-gila sama Koko Mal!" seru Via, memasang wajah tengil membuat Malvin ingin menjitak kepala wanita itu kalau saja tak ada Anis di antara mereka.

"Kamu juga! Pasti seneng kan dipeluk?!" Via sontak melotot kesal pada Anis. Ia yang ingin menggoda Malvin tentang wanita tadi, terurungkan karena suami posesifnya.

"Iya aku seneng! Seneng banget!" Tantang Via, melepaskan diri dari lilitan tangan Anis di pinggangnya. Pasangan suami istri tersebut adu mulut.

Malvin melengos pergi, tak ingin menjadi pusat perhatian karena kedua orang tersebut.

Sementara itu di tempat yang sama, namun di sisi yang berbeda. Bang Kai kesana kemari mencari adiknya yang telah menghilang hampir tiga puluh menit. Bisa-bisa, ia digantung Pak Darakutni jika tidak menemukan Auri.

Ingin menghubungi adiknya tersebut, ia baru ingat jika ponsel adiknya rusak akibat kecelakaan dan belum membeli yang baru. Alhasil, ia dan Bima berpencar mencari Auri.

Orang yang dicari sedari tadi, melamun sembari meneguk minuman dingin yang ia beli beberapa detik yang lalu. Auri tengah berada di sebelah penjual minuman tersebut. Tak menghiraukan tatapan orang-orang. Ada yang menatapnya iba, mungkin karena ia duduk di kursi roda.

Hanya butuh beberapa detik, minumannya telah tandas, tapi ia masih saja menghisapnya sehingga menimbulkan bunyi.

"Itu udah habis." Auri sontak mendongak. Ternyata Bima telah berdiri di hadapannya. Kemudian, ia kembali menatap gelas minumannya yang hanya berisi kumpulan es batu.

Bima tersenyum tipis, lalu menatap penjual minuman.

"Bang, minuman satu! Rasa coklat!" serunya yang diangguki penjual tersebut.

"Kamu dari tadi di sini?" tanya Bima, kembali menatap Auri.

"Eh? I-iya Bang," jawab Auri tergagap karena tersentak.

Bima pun teringat, ia menelepon Bang Kai. Memberitahu jika ia telah menemukan Auri dan tempat mereka berada.

Tak lama berselang, Bang Kai tiba. Memasang wajah sangar dan suaranya menggelegar mengomel pada Auri yang mencebikkan bibirnya kesal. Sama sekali Bang Kai tak peduli tatapan orang-orang padanya.

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang