43. Sungguh Menggemaskan

13.4K 1.1K 16
                                    

Suara ketukan pada pintunya mengganggu aktivitas Auri yang sedang bermain game. Dengan malas ia beranjak lalu membuka pintu.

Terpampang Malvin dengan wajah datarnya.

Auri yang masih kesal dan cemburu, tidak menyunggingkan senyum pada suaminya tersebut.

"Apa?" tanya Auri malas.

"Gak seharusnya tadi kamu bersikap seperti itu di depan sepupu-sepupu saya. Itu namanya gak sopan!" ujar Malvin datar, sama sekali tidak ada ekspresi di wajahnya.

Auri menatap tidak percaya Malvin. Ternyata pria itu ingin memarahinya atas sikap tidak sopannya saat makan malam tadi.

"Kalau kamu tersinggung atas sikapnya Gibran. Kamu maklum saja. Keluarga saya memang seperti itu. Bercanda yang kelewatan." Malvin menambahkan, tetap menatap Auri yang kini tak ingin membalas tatapannya. "Ka..."

"Seperti Mas yang bercanda pada aku, ya?" Auri menyela Malvin yang hendak berbicara lagi.

"Maksud kamu?"

"Selama dua hari ini, Mas bercanda sama aku, kan? Bersikap hangat. Nyamperin aku waktu aku nginep di rumah orang tuaku. Aku bener-bener gak ngerti sifat kamu, Mas." Malvin membuka mulutnya hendak berbicara, namun ia mengatupnya lagi.

"Kalau kamu mau pertahanin pernikahan ini. Harusnya kamu ubah sikap dingin kamu itu ke aku, Mas. Harusnya kamu terbuka sama aku. Kita mulai dari awal kalau Mas gak mau langsung hubungan kita kayak suami istri pada umumnya. Kita pedekate terus pacaran mungkin. Kemudian seperti suami istri sesungguhnya... apa kamu mau, Mas?"

Auri mengeluarkan semua keluh kesahnya dan keinginannya. Menatap Malvin yang sama sekali tak memberi ekspresi.

"Oh oke kalau Mas gak mau bicara, aku..."

Auri tersentak saat Malvin menggapai tangan kirinya lalu menyematkan cincin pada jari manisnya.

Auri mengerjap beberapa kali mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

"Itu cincin almarhumah Oma, dia kasih ke saya untuk istri saya dan pas dijari kamu, jadi jangan pernah lepaskan!" ujar Malvin datar sembari menatap Auri yang mengerjap tak mengerti.

Setelahnya Malvin melepaskan tangan Auri.

"Kamu tidur, jangan begadang!" Setelah mengatakan hal tersebut, Malvin melenggang masuk ke kamar. Auri masih tidak percaya apa yang baru terjadi.

Ia kembali menatap cincin yang tersemat di jari manisnya.

Entah kemana perasaan marahnya tadi pada Malvin, tiba-tiba ia merasa bahagia.

Aaaaa!

Kenapa Malvin sangat menggemaskan?

Membuat Auri semakin cinta pada pria oriental tersebut.

*****

Auri langsung membuang pandangannya saat Malvin menangkap basah dirinya mencuri-curi pandang pada suaminya itu.

"Kenapa?" tanya Malvin datar membuat Auri terkesiap.

Auri menyengir kikuk, lalu memperbaiki posisi duduknya.

"Mas, aku boleh kerja lagi, gak?" tanya Auri, kini sarapannya ia abaikan.

"Hm. Terserah kamu."

Harusnya Auri senang, karena Malvin tidak melarangnya bekerja. Namun, ia ingin Malvin tidak bersikap seperti ini, seakan tidak peduli padanya.

Auri menunduk sedih sembari memainkan sendok nasi gorengnya.

Kepalanya ditegakkan saat mendengar derit kursi.

Malvin telah selesai sarapan, menatap sejenak Auri lalu melenggang pergi.

Pundak Auri seketika layu, ia mendesah pelan. Kemudian, matanya menatap cincin pemberian Malvin semalam.

Senyumnya terkulum, walau Malvin tak pamit padanya, tapi setidaknya pagi ini mereka sarapan bersama.

*****

"Lo serius, Bang?!"

Auri menganga, baru bergabung kembali ke pekerjaannya, tau-tau sudah ada tawaran foto pre-wedding bertema pantai. Lokasinya berada di luar kota.

"Santai aja kali Ri. Gak usah nganga." Yohanes meraup wajah Auri membuat empunya mendengus kesal.

"Ya kalau lo gak mau ikut, gak pa-pa kali. Kan sejak lo nikah pekerjaan kita semua yang ngurus. Lo kan bos!" sahut Jerry, tetapi fokusnya pada kamera di hadapannya.

Auri terdiam sejenak. Jujur saja, ia merindukan pekerjaannya ini, apalagi tawarannya kali ini di luar kota. Bekerja sekalian liburan sepertinya menyenangkan karena Auri stres butuh hiburan. Siapa tau saja dari setelahnya, ia akan berhenti stres.

"Oke!!" Auri berdiri sembari menggebrak meja dan berseru membuat semuanya terkesiap kaget.

"Oke apa lo?" tanya Bang Yohanes sembari mengusap dadanya.

"Gue ikut kalian! Gue bos kalian, gue harus pantau kalain. Kali aja ada yang makan gaji buta." Lirikan terakhir Auri ditujukan pada Baim yang sontak berdecak kesal.

"Apa sih Mbak? Gue gak pernah gabut tau."

"Ih siapa yang nyebut lo! Oh! Elo beneran gabut ya?!" Auri memasang wajah galak menatap Baim.

"Jangan suudzon lu, Mbak. Nanti suami gak sayang loh," gurau Baim. Semuanya tertawa, kecuali Auri.

"Eh! Lo belum hamil, Ri?" Tegur Jerry. Auri kembali duduk dan menggeleng.

Mereka semua mengangguk dan kembali berbicara tentang pekerjaan. Persiapan yang harus mereka lakukan sebelum berangkat tiga hari lagi, sesuai dengan janji mereka pada klien.

.

.

.

.

.

10 January 2021

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang