24. Mau Gimana Lagi?

12.1K 964 49
                                    

"Kenapa kamu lakuin itu Vin? Kenapa? Mami malu. Malu banget!" Mami tidak hentinya memukul lengan Malvin. Pukulan ringan yang dilayangkan Mami.

Sementara Malvin hanya terdiam menerima setiap serangan yang dilayangkan Mami. Ia baru saja pulang dari rumah sakit setelah dirawat tiga hari dan ia disambut Mami yang memarahinya tiada henti.

"Udah Mi! Malvin baru aja sembuh, jangan bikin dia sakit lagi," ujar Papi menenangkan Mami, berusaha menjauhkan Mami dari Malvin.

"Harusnya kamu marahin anakmu Pi. Dia udah bikin salah. Udah bikin malu kita! Kok kamu diem aja?!" Kali ini Papi yang menjadi sasaran Mami.

"Mau Papi marah, ngamuk dan mukul Malvin udah gak ngaruh lagi Mi. Semuanya udah terjadi, gak akan mengubah segalanya. Malvin bukan anak kecil lagi, jadi berhenti marahin dia kayak anak kecil," tutur Papi sembari mendudukkan Mami di sofa.

Papi menatap Richel yang memang mengantar Malvin ke rumah. Memberi isyarat pada Richel untuk mengantar Malvin masuk ke kamar.

Richel pun menuntun Malvin ke kamar pria tersebut dan mendudukkan Malvin di tepi ranjang. Ia juga menaruh tas jinjing Malvin di dekat nakas.

"Kamu perlu sesuatu, Vin?" tanya Richel yang digelengi Malvin.

"Engh... kalau gitu aku pamit pulang," ujar Richel yang di angguki Malvin.

Richel memutar tubuhnya, melangkah menuju pintu.

Saat mencapai bibir pintu Malvin memanggilnya membuatnya menengok.

"Richel!"

"Ya?"

"Makasih." Richel menyunggingkan senyum mendengar ucapan terima kasih dari Malvin. Meski tanpa nada, namun ia tetap senang karena pria tersebut akhirnya mengeluarkan suara setelah bungkam tiga hari ini.

"Sama-sama."

Di jam yang sama, namun tempat yang berbeda.

Auri tiada hentinya menangis, bersimpuh di hadapan Pak Darakutni yang mengacuhkannya. Sejak kejadian itu, ia berusaha mendapatkan maaf dari Pak Darakutni.

Auri memang selalu membuat kesalahan yang mengakibatkan Pak Darakutni marah. Namun, kesalahan yang dilakukan Auri saat ini sangat fatal. Auri tau. Ia bodoh. Sangat bodoh melakukan hal tersebut. Bukan dirinya saja yang mendapat risiko atas kejadian ini, tapi Malvin juga.

Bahkan risiko yang didapat Malvin lebih besar dibanding dirinya. Karena pria itu tidak tau apa-apa dan malah disalahkan.

Seharusnya yang salah di sini adalah Auri. Karena Auri yang menyebabkan Malvin menidurinya. Bahkan Auri yang lebih dulu menggoda Malvin agar pria itu menerkamnya.

Auri takut menceritakan yang sebenarnya karena tak ingin Pak Darakutni serta Ibu Maharani dan Bang Kai semakin marah padanya atau malah bapaknya nanti akan membunuhnya.

"Bapak..." Keduanya menoleh ke sumber suara.

Ada Bang Kai yang masih dengan tampang datarnya. Sama sekali tak menatap adiknya yang sesenggukan.

"Pria sialan itu udah keluar dari rumah sakit," ujar Bang Kai menyampaikan kabar yang ia dapat beberapa saat yang lalu.

Pak Darakutni hanya terdiam, sama seperti Bang Kai yang memasang tampang datar. Nafasnya memburu, pertanda ia mulai diliputi emosi. Rasanya ingin kembali menghajar Malvin hingga pria itu mampus.

Lalu, ia menatap Auri yang masih menoleh menatap Bang Kai.

"Kamu masuk ke kamar! Dan jangan keluar tanpa izin!" ujar Pak Darakutni tegas pada Auri yang sontak menatapnya.

"Bapak...," panggil Auri lemah dan langsung mendapat bentakan dari Pak Darakutni.

Akhirnya dengan gontai ia berdiri dan melangkah pelan menuju kamarnya.

Saat ia berada di sisi Bang Kai, ia berhenti sejenak menatap Bang Kai yang sama sekali tak meliriknya.

Auri tau diri. Semuanya telah kecewa padanya.

Lalu bagaimana jika mereka tau yang sebenarnya?

*****

Semuanya telah diputuskan.

Pak Darakutni yang awalnya ingin menempuh jalur hukum, akhirnya menerima tawaran dari Papi yang mengatakan Malvin akan bertanggung jawab akan menikahi Auri.

Awalnya Pak Darakutni menentang hal tersebut karena tak ingin Malvin menjadi menantunya. Menurut Pak Darakutni, Malvin bukanlah pria yang bertanggung jawab karena meniduri putrinya tanpa adanya ikatan pernikahan.

Namun, saat Papi menuturkan tentang kemungkinan nantinya Auri mengandung, membuatnya terpaksa menerima tawaran Papi.

Dan Papi juga meminta agar masalah penculikan dan pemerkosaan yang pernah diutarakan Pak Darakutni pada Malvin, tidak perlu dibahas lagi agar nama kedua belah pihak tak tercoreng, apalagi Malvin yang bekerja sebagai tenaga medis.

Baik Auri maupun Malvin bungkam. Membiarkan para orang tua mengurus semuanya.

Auri kira Malvin akan membela diri. Menceritakan yang sebenarnya, agar semua kesalahan tertimpa padanya. Namun, pria tersebut membungkam mulutnya rapat-rapat.

Auri cemas....

Sangat cemas...

Memang, ia menginginkan menikah dengan Malvin, tapi entah kenapa ia merasa semuanya terlalu cepat. Apalagi Malvin yang hanya diam, mengikuti semua apa yang dikatakan para orang tua.

Harusnya ia bahagia, sangat bahagia, namun karena tak ada tanggapan dari Malvin tentang semua ini membuatnya tak sedikit pun merasa bahagia.

Apa keputusannya ini sudah tepat?

Ingin menolak, tapi ia takut jika Pak Darakutni semakin marah padanya.

Sama sekali tidak ada di pihak Auri, walaupun dari sudut pandang semua orang 'kejadian itu' adalah salah Malvin.

Auri tak bisa membayangkan jika semua orang tau ialah yang salah dengan semua ini.

*****

Pernikahannya dipercepat karena tak ingin sesuatu hal yang tak mereka inginkan terjadi.

Auri begitu berdebar menantikan hari esok. Hari dimana ia akan dipersunting oleh pria pujaannya. Walau pernikahan ini terjadi karena adanya 'insiden'.

Auri merasa sedih dan ia tau inilah yang ia dapatkan karena menghalalkan segala cara.

Harusnya ia berpikir ke depannya, sebelum melakukan sesuatu.

Malam sebelum pernikahannya, Auri kembali menangis dalam diam. Tak bisa menerka apa yang akan terjadi ke depannya. Ingin bahagia, namun tak bisa. Terlalu cemas sehingga kebahagiaannya menciut.

.

.

.

.

.

Eh bentar lagi Mas Dokter sold out!😆

24 December 2020

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang