20. Hari Bebas

10.3K 966 13
                                    

Auri melangkahkan kakinya dengan girang. Akhirnya ia bisa berjalan tanpa menggunakan kruk. Ia terlampau bahagia sehingga melewati ruang praktek Malvin.

Sembari memperbaiki letak poninya, ia memundurkan langkahnya lalu mengetuk pintu di hadapannya.

Terdengar suara datar dari dalam. Auri mengulum senyum sembari menyelipkan rambutnya di belakang telinga, kemudian masuk.

"Sekarang waktu istirahat. Kalau kamu ma..."

"Aku tau. Makanya aku ke sini bawain Mas Dokter bekal," sela Auri, tau jika kalimat selanjutnya yang akan terlontar adalah pengusiran.

Walau melihat raut wajah Malvin masam, tapi tak mengurungkan niat Auri melangkah anggun ke arah Malvin.

"Aku bawa bekal untuk Mas Dokter," ujar Auri sembari meletakkan rantang yang di bawanya ke meja Malvin.

"Sa..."

"Please! Mas Dokter jangan nolak. Aku tau bekal yang pernah aku kasih, Mas Dokter kasih ke Suster Anita, kan?" ujar Auri memelas. Memasang raut wajah begitu menyendihkan. Auri tau semua itu dari Anita. Sungguh, hatinya terluka, namun tak apa. Auri tak akan menyerah begitu saja.

"Karena hari ini aku udah gak pake kruk lagi dan aku udah bisa jalan normal, aku mau rayain bareng Mas Dokter. Yeay!" seru Auri di akhir kalimat sembari mengangkat kedua tangannya di udara, namun sama sekali Malvin tak bereaksi. Masih mempertahankan tampang datar.

"Kamu rayakan sendiri. Saya sibuk," ujar Malvin dingin. Hampir setahun dihantui Auri membuatnya muak pada wanita tersebut. Heran. Kenapa Auri tak menyerah mendekatinya? Padahal beberapa wanita lain yang ia tolak, akan berhenti begitu saja.

"Mas Dokter jahat," ujar Auri cemberut. Menunduk dalam sembari memainkan ujung gaun pendeknya.

Malvin menghela nafas panjang. Ingin mengusir, tapi ia tak ingin menjadi pusat perhatian jika ia melakukan hal tersebut.

"Oke. Setelah ini kamu pergi dan jangan ganggu saya lagi." Putus Malvin akhirnya.

Auri bahagia, meski kalimat terakhirnya sedikit mengganggunya. Auri mengangguk saja dan mulai menyiapkan semuanya.

Malvin makan dalam diam, merasa risih karena Auri tak lepas memandangnya.

Auri memangku dagunya menggunakan tangan kanannya. Tak berhenti tersenyum menatap Malvin yang makan. Begitu tampan. Bahkan hanya mengunyah, sangat tampan.

Suara ketukan menghentikan aktivitas keduanya. Malvin yang makan sementara Auri yang menatap Malvin. Keduanya mengarahkan pandangan ke arah pintu.

"Masuk."

Auri mendengus pelan mendengar Malvin yang menyuruh seseorang itu untuk masuk. Pasti mengganggu momen mereka berdua.

"Malvin...." Mata Auri membulat sejenak melihat siapa yang masuk.

"Kenapa?" tanya Malvin datar membuat Auri kembali menatapnya.

"Engh... aku kira kamu belum makan," ujar Richel pelan sembari mengalihkan pandangannya ke arah meja Malvin yang terdapat makanan. "Mami yang nyuruh aku," tambah Richel.

Auri benar-benar kesal. Ia seperti menyaksikan drama romantis, dimana pemeran utama wanita dan pria saling bertatapan. Sementara ia hanyalah seorang figuran yang menyaksikan akting dua orang tersebut.

"Ekhm!" Suara deheman Auri membuat tatapan keduanya terputus.

Richel tersenyum ramah pada Auri yang dibalas senyum tipis.

"Kalau begitu saya duluan. Maaf mengganggu," pamit Richel. Telah memutar tubuhnya hendak keluar, namun suara Malvin menghentikannya.

"Kita bicara di luar," ujar Malvin seraya berdiri. Richel pun mengangguk dan keluar lebih dulu.

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang