45. Semakin Sulit Dipahami

14.5K 1.2K 30
                                    

Auri menyeka kasar air matanya. Ia memeluk dirinya yang diterpa angin laut malam. Meski waktu sudah menunjukkan larut malam, tapi ia tetap tak beranjak dari tempatnya duduk di atas pasir pantai.

Tubuhnya tiba-tiba menghangat setelah merasakan sebuah jaket menutupinya. Ia mendongak. Penglihatannya yang buram karena air mata tergenang di matanya menghalangi menatap siapa yang memberinya jaket tersebut.

Lalu tarikan pada pundaknya agar ia berdiri membuatnya berhenti mengamati sosok tersebut.

Auri menepis tangan Malvin yang masih bertengger di pundaknya lalu melepaskan jaket tersebut. Auri tak ingin luluh lagi atas sikap Malvin.

Sekarang Auri mengerti.

Sikap manis Malvin hanya sesaat lalu menghempaskannya hingga hatinya berdenyut sakit.

Auri tak ingin lagi merasakan hal tersebut.

"Saya lapar."

Perkataan Malvin begitu pelan dan datar, lalu pria tersebut kembali memakaikan jaket padanya.

"Lepas!" ujar Auri pelan, namun penuh penekanan. Ia mendorong pelan tubuh Malvin yang menghalangi jalannya.

Keduanya benar-benar sudah seperti pasangan suami istri sesungguhnya yang sedang bertengkar. Dimana sang istri yang merajuk dan sang suami yang membujuk.

"Temani saya makan." Auri mendongak menatap Malvin.

Sama sekali suaminya itu tak ada ekspresi, bahkan nada suaranya pun begitu datar. Auri tak tau apakah sekarang Malvin membujuknya atau tidak?

"Kalau gak mau, ya sudah!" Auri melongo saat Malvin meninggalkannya.

Kenapa suaminya itu terlihat marah?

Harusnya sekarang, Auri yang marah, kenapa jadi Malvin yang marah?

"Mas! Harusnya aku yang ngambek tau?! Kenapa kamu ninggalin aku!" Teriak Auri sembari berlari kecil, mengejar Malvin yang sudah jauh darinya.

Keduanya tiba di tempat makan yang masih buka, berada di sekitar pantai tersebut. Jika pasangan pada umumnya makan di tempat seperti ini dengan suasana menyejukkan malam hari akan terasa romantis. Tapi, beda dengan pasangan Malvin-Auri yang hanya saling mendiamkan.

Apalagi saat Malvin makan, Auri mati kutu. Benar-benar bosan menunggu Malvin makan tanpa dirinya mengeluarkan sepatah kata. Harusnya sekarang Auri bergelung di atas kasur, menikmati mimpi indahnya tentang masa depannya yang cerah.

Auri teringat lagi dengan cepat ia memperbaiki posisi duduknya dan menatap intens Malvin yang hanya meliriknya jengah.

"Mas..."

"Mas Malvin..."

"Hm."

Auri berdecak, lalu tetap mengajak Malvin berbincang.

"Gimana bisa tau posisi aku sekarang? Hotel? Tempatku nginep dan letak kamarku?" tanya Auri penasaran. Sungguh penasaran. Karena ia hanya memberitahu Malvin jika ia akan ke Lombok, sama sekali tidak detail. Dan ia pun tak memberitahu Mami. Lalu kenapa alasan Malvin ke sini karena di suruh Mami?

Apakah Mami berkunjung ke rumah mereka lalu bertanya kemana dirinya pergi dan saat Malvin menjawab, jadi Mami menyuruh Malvin menyusul dirinya?

Apa seperti itu?

"Hans."

Auri mengerjap beberapa kali mendengar jawaban Malvin. Lalu suaminya itu menyantap kembali makanannya dengan santai.

Sejak kapan Malvin dan Yohanes bertukar kontak dan saling mengenal?

"Kok bisa Mas sama Bang Yohanes saling kenal?" tanya Auri. Malvin mendengus karena makannya di ganggu. Ia menatap datar Auri yang sontak menyengir.

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang