SPECIAL PART

30.7K 1.1K 24
                                    

Richel yang sedang membereskan barang-barangnya sebelum keluar dari ruangan praktek tempatnya bekerja, menolehkan kepalanya ke arah pintunya yang terbuka tanpa ketukan dan ucapan salaman dari sosok yang membuka pintu tersebut.

Seperti biasa Richel akan menyunggingkan senyum jika bertemu dengan seseorang. Baik itu yang tak ia kenal, apalagi yang ia kenal. Malah sangat mengenalnya membuat senyumnya tersungging begitu manis.

"Hari ini, aku gak minta jemput," ujar Richel pada Gibran yang berjalan ke arahnya. Tanpa menatap sosok Gibran, ia masih sibuk melanjutkan kegiatannya yang terjeda beberapa detik yang lalu.

"Aku berinisiatif sendiri jemput kamu." Richel mengalihkan pandangannya pada Gibran yang berdiri menjulang di sampingnya.

Sekali lagi Richel menyunggingkan senyuman.

"Aku bisa pulang sendiri." Tolak Richel halus. Begitu lembut, tapi tegas.

Gibran merebut tas macbook dari tangan Richel serta tas salempang milik Richel.

Richel menghela nafas pelan. Gibran adalah pria yang keras kepala dan kemauannya tak bisa di bantah.

"Jangan karena Bang Malvin, kamu jauhi aku!" ujar Gibran tegas menatap dalam manik mata Richel.

"Aku gak jauhin kamu Ran. Mana ada kakak yang jauhi adik..."

"Aku bukan adik kamu!" Sela Gibran sedikit kesal karena Richel mengingatkan dirinya akan status mereka.

Richel tersenyum lembut.

"Aku memang orang lain, Ran." Suara lirih Richel mengalun lembut, tapi menusuk masuk ke pendengaran Gibran.

Gibran berdecak, membuang tatapannya ke arah lain.

"Ran... kita memang sama. Sama-sama menyedihkan tentang kisah cinta kita. Cintaku yang gak terbalas karena Bang Kana mencintai Bunga. Dan cintamu yang malah memilih kembali dengan laki-laki masa lalunya, padahal kamu ngeras, kamu lebih baik darinya, bukan?"

Setelah beberapa bulan ini Gibran dan Richel dekat dalam artian bukan sekedar hubungan saudara sepupu, melainkan hubungan persahabatan. Baik Gibran, maupun Richel menceritakan masalah pribadi masing-masing. Richel memahami sikap Gibran yang hampir dua tahun belakangan ini menutup diri dari seorang wanita. Apalagi saat pria itu mengetahui jika wanita yang dicintainya memiliki anak dari salah satu sahabatnya, lalu keduanya menikah.

Sungguh, Gibran merasa hancur. Merasa dikhinati oleh Randa dan Dera yang ia duga bermain di belakang. Kecewa pada Randa saat tau wanita itu kembali pada Sabian dan meninggalkan Dera serta anaknya.

Gibran merasa dirinya lebih baik di banding Sabian, karena pria itu tak akan pernah berubah. Pria itu akan selalu menyakiti Randa.

Richel dengan rasa iba menjulurkan tangannya pada Gibran agar pria itu berhenti larut dalam rasa kecewa, sakit hari serta amarahnya. Namun, makin hari, sikap Gibran bukan lagi seperti adik. Gibran seperti ingin melampiaskan semua rasa kecewa, sakit hati serta amarahnya dengan 'bermain-main'dengan Richel.

Richel tak ingin terjebak dalam kelampiasan Gibran. Menuruti perkataan Malvin agar dirinya tak terlalu dekat dengan Gibran.

Dengan lembut Richel mengusap lengan Gibran, lalu meraih dua tasnya dari genggaman tangan Gibran.

"Aku kakakmu Ran, walaupun cuma angkat. Dan biarpun aku orang lain, aku tetep gak mau dengan kamu karena aku..."

"Karena aku menyedihkan? Gak pantas dicintai?" sela Gibran menatap nanar Richel. Merasa penolakan Richel karena dirinya tak pantas dicintai. Berakhirnya hubungannya dengan Randa dan tak di beri kesempatan membuat perasaan Gibran hancur lebur. Merasa dirinya tak pantas untuk siapapun karena tak di beri kesempatan kedua. Padahal, menurutnya setiap orang layak mendapatkan kesempatan kedua.

"Bukan gitu Ran," ujar Richel cepat.

Gibran tertawa hambar dan memperbaiki letak kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Aku gak mau kamu cuma jadiin aku pelampiasan. Gak ada perempuan yang mau dijadiin pelampiasan. Semua perempuan mau dijadiim nomor satu dan paling utama."

Gibran terpekur menatap Richel. Terlihat kedua mata Richel penuh permohonan agar ia menurut apa yang dikatakan Richel. Tak memenuhi egonya yang akan membuat wanita yang beda lima tahun di atasnya itu terluka.

Gibran melepas kacamatanya dan meletakkannya di atas meja.

Kemudian, ia menarik Richel lebih dekat ke arahnya dan menangkup wajah Richel untuk mempertemukan dua benda kenyal dan lembab itu.

Kejadiannya sangat cepat membuat Richel tentu terkejut dan melepaskan kedua tas dari genggaman tangannya. Apalagi saat Gibran melumat dan meraup bibirnya yang membuat kedua kakinya lemas dan tubuhnya bergetar hebat. Karena ini adalah kali pertama baginya.

Dengan sekuat tenaga Richel mendorong Gibran lalu melayangkan tamparan pada pipi kanan Gibran.

Seorang Richel yang lemah lembut di setiap tingkah dan tutur katanya. Tak pernah main tangan sedikit pun. Kini pertama kali selama ia hidup, menampar seseorang yang telah menciumnya tanpa izin.

Air mata bercucuran dari kedua mata Richel tanpa seizinnya. Bibirnya yang kebas akibat hisapan bibir Gibran tadi bergetar hebat.

"Brengsek... kamu Ran! Aku kakakmu!" Richel yang tak pernah bertutur kasar, akhirnya mengeluarkan kata kasar itu menatap nyalang Gibran yang malah menyunggingkan senyum miring.

"Kamu cuma orang lain! Itu kan yang selalu kamu bilang!" ujar Gibran tajam lalu mengambil kacamatanya dari atas meja.

Sebelum ia keluar dari ruangan Richel, ia menoleh menatap Richel yang masih berdiri kaku di tempatnya.

"Aku gak akan minta maaf... karena aku tau kamu menikmati ciumanku."

.

.

.

.

.

3 February 2021

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang