"Sakit, ya?"
Auri yang tadi memejamkan mata membukanya. Membalas tatapan Malvin yang menyiratkan kekhawatiran di tengah-tengah kabut gairah.
Auri memaksakan senyumnya dan menggeleng pelan. Mengusap pipi kanan Malvin agar suaminya itu berhenti mencemaskan dirinya. Apakah sakit atau tidak?
Karena jujur saja Auri merasakan sakit di bawah sana setiap kali Malvin melesak. Sudah hampir setahun mereka melakukan 'itu' pertama kalinya dan baru kali ini Malvin memasukinya lagi. Setelah beberapa kali percobaan hingga malam ini akhirnya Malvin mau memasukinya dengan ia yang meyakinkan Malvin.
Setiap kali Malvin bergerak, sekuat tenaga Auri tak meringis sakit. Tapi, lama-kelamaan ia mulai menikmati.
Nafas keduanya memburu seiring mereka sama-sama ingin mencapai puncak.
Auri menarik tengkuk Malvin lalu menyatukan bibir mereka.
Malvin menggeram pelan dan semakin bergerak cepat hingga ia menggeram keras pertanda ia telah sampai.
Nafas keduanya tersengal-sengal dan saling bertatapan dalam. Auri tersenyum tipis, kembali mengusap pipi kanan Malvin.
"Mas, hebat," ujar Auri malu-malu.
Astaga!
Auri tak menyangka dirinya dan Malvin akhirnya kembali menyatu. Kini mereka melakukan 'itu' karena mau sama mau. Bukan hanya Auri yang mau.
Malvin melepas gairahnya dari pusat tubuh Auri lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka.
Auri tak sengaja meluarkan suara gaduh saat Malvin menariknya masuk ke dalam pelukan suaminya itu membuat Malvin menatapnya khawatir.
"Sakit ya?"
"Enggak kok Mas," dusta Auri agar Malvin tak perlu khawatir. Karena ia takut jujur dan proses penyembuhan Malvin akan terhambat.
Setiap bulannya dua kali Malvin akan mengunjungi Dokter Psikiate, tentu bukan Richel lagi yang menemaninya, melainkan Auri. Auri diberitahu segalanya tentang keadaan Mavin karena ia juga menjadi faktor agar Malvin segera sembuh.
"Mas?" Auri memanggil Malvin dengan suara pelan. Ia sedikit mendongak menatap Malvin yang telah memejamkan matanya.
Posisi tidur Malvin terlentang, sementara Auri miring dan memeluk tubuh Malvin. Lengan kiri Malvin sebagai bantal Auri sehingga tubuh telanjang mereka saling bersentuhan yang membuat Auri meremang, tapi dengan cepat mengenyahkan pikiran kotornya.
Kalau saja kondisi Malvin normal, mungkin saja ia akan meminta lagi. Tapi, situasinya sekarang berbeda. Kalau Auri meminta, Malvin belum tentu menyanggupi. Apalagi Auri tentu saja malu meminta lebih dulu.
"Kenapa Ri?" tanya Malvin datar. Seperti biasa sikap suaminya itu sama sekali tak berubah.
"Mas mau punya anak berapa?" Auri kembali mendongak. Malvin masih betah memejamkan mata. Tangannya yang di jadikan bantal Auri mengelus pelan rambut panjang istrinya.
"Aku anak tunggal... kamu dua bersaudara. Mungkin cukup tiga anak kita nantinya." Auri mencubit pelan pinggang Malvin yang sama sekali tak bereaksi atas tindakannya.
Ada-ada saja celetukan Malvin yang membuat Auri gemas bukan main. Apalagi jika Malvin berujar datar dan tanpa ekspresi, benar-benar Auri ingin menggigit bibir Malvin.
"Maunya cewek atau cowok yang pertama?"
"Terserah, yang penting nantinya sehat."
"Mas, udah pengen banget ya punya anak?" Pertanyaan Auri tak langsung dijawab Malvin. Auri sedikit menegakkan kepalanya untuk melihat jelas wajah Malvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Makes Crazy
ChickLit》Love Makes Series 4《 • • • Hari itu merupakan hari tersial bagi sosok Auristela Darakutni. Ia mengalami kecelakaan hingga mengalami patah tulang di bagian kaki. Hari itu dalam keadaan sadar saat berada di rumah sakit, ia meraung sakit menangis hist...