25. Nyonya Winata

12.7K 993 18
                                    

Auri begitu cantik dalam balutan kebaya putih. Riasannya begitu natural, tapi tetap membuatnya cantik. Bahkan sangat cantik.

Jika keadaannya tak seperti sekarang, ia akan protes karena rambutnya yang disanggul sederhana dan bagian poninya pun di tarik ke samping membuat kening terpampang. Namun, ia terlihat begitu cantik.

Auri hanya diam. Tak menyangka jika pernikahan yang diimpikannya selama ini akan terwujud. Namun, karena keadaan ia tak bisa menebar senyum.

Ia yang tadi menunduk dalam diam, menegakkan kepalanya saat pundaknya disentuh. Ia menatap pantulan Ibu Maharani yang berada di balik punggungnya.

Dengan posisi masih duduk, ibu dan anak tersebut saling menatap.

Auri bisa melihat mata Ibu Maharani berkaca-kaca. Entah terharu atau apa lah. Auri tak tau arti tatapan Ibu Maharani padanya.

Meski Ibu Maharani marah padanya, dengan cara mendiamkannya, tapi ibunya tersebut tetap siap sedia mengurus semua acara pernikahannya. Layaknya ibu yang sangat bahagia akhirnya putrinya menikah.

"Bentar lagi kamu jadi seorang istri Dek. Buang semua sikap kanak-kanakmu. Pembangkang. Jangan pernah teriak dan bersikap aneh." Kata terakhir Ibu Maharani membuat Auri tertawa pelan, walau matanya kini digenangi air.

"Akhirnya doa-doamu terwujud. Bisa jadi istrinya Mas Dokter mu itu. Nanti kasih Ibu cucu-cucu yang putih mulus, mata sipit kayak orang cina." Lagi-lagi Auri tertawa, ia mendongak agar air matanya tak luruh.

"Jadi istri yang penurut ya?" Ibu Maharani membalikkan tubuh Auri menghadap ke arahnya lalu menyeka pelan air mata Auri yang menetes.

"Aku... takut Bu," cicit Auri lalu memeluk Ibu Maharani.

"Kamu takut kenapa? Harusnya kamu bahagia dong." Auri mengurai pelukan, tanpa melepaskan. Ia mendongak menatap Ibu Maharani.

"Sebenarnya... ini semua salah aku," ujar Auri pelan lalu menjelaskan segalanya.

Ibu Maharani terkejut bukan main.

"Aku takut. Ini semua salah aku. Bukan salah Mas Dokter. Pasti Mas Dokter makin benci sama aku... Ibu," rengek Auri mulai kembali menangis.

"Jangan nangis Dek. Nanti riasanmu luntur," tegur Ibu Maharani.

"Udah tenang aja. Malvin sama sekali gak bela diri waktu dia disalahin, malah terima aja buat nikahin kamu, 'kan? Jadi, kamu gak perlu khawatir." Auri terdiam mendengar penuturan Ibu Maharani.

Lalu keduanya diinterupsi seseorang yang mengetuk pintu ruangan tersebut jika Auri di suruh siap-siap karena mempelai pria telah tiba dan sebentar lagi akan mengucapkan ijab kabul.

Auri semakin berdebar, kedua telapak tangannya di banjiri keringat.

Ibu Maharani memberikan semangat pada Auri dan menenangkan Auri dari rasa gelisah dan cemas.

Auri bersyukur memiliki Ibu seperti Ibu Maharani, walau setiap harinya sepanjang hidupnya ia terus-terusan mendapat omelan dari Ibu Maharani, tapi ibunya tersebut tak pernah meninggalkannya saat ia rapuh seperti saat ini.

*****

Auri telah resmi menjadi Nyonya Winata tadi pagi.

Leher Auri keluh, sama sekali tak ingin menoleh untuk melihat bagaimana rupa Malvin dalam balutan tuxedo untuk acara resepsi pernikahan malam ini.

Auri tak ingin berkontak mata dengan Malvin, ia takut melihat mata sipit yang selalu saja menatapnya datar dan tajam. Bahkan lebih tajam sebelum mereka resmi menjadi suami istri.

Auri menyunggingkan senyum tipis pada tamu undangan yang mengucapkan selamat padanya.

Matanya tak bisa diajak kerja sama karena, ia akhirnya melirik sang suami.

Love Makes CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang