Bab 32

112 35 6
                                    

Bunda Regal menyerngitkan dahinya selepas mendengar penuturan teman anaknya, Ina.

"Yang bener kamu?" tanya Bunda Regal memastikan.

Merasa anaknya dalam situasi yang cukup tidak menyenangkan, Ibu Ina angkat bicara, "Iya Bu benar, Regal tidak mengatakan kalau panti itu milik Papinya."

Regal tersenyum getir, hancur sudah usaha yang dia lakukan selama ini untuk menutupi hati dirinya.

Maaf, gue lakuin ini bukan tanpa alasan. Ya karna biar lo nerima bantuan gue, Nas. Emang kalau gue bilang itu panti Papi lo bakal mau nerima uluran tangan gue? Batin Regal panjang.

"Regal, ayo jelasin," ujar Bunda penuh intimidasi.

Regal menghembuskan nafasnya, kali ini dia benar-benar tegang.

Lain dengan Ina, yang sudah tahu kalau memang panti itu milik Papi Regal. Karena Ina mendengar sendiri sewaktu dia tertidur di mobil Regal.

"Ibu, Ina. Regal minta maaf, iya benar panti itu milik Papi," jelas Regal serius.

Untuk Ina, dia tidak peduli mau itu panti Regal, begal, bogol sekali pun Ina tidak akan memikirkan. Karena yang terpenting kios Bapak terselamatkan.

Ibu tersenyum seperti mengerti maksud Regal tidak mengatakan yang sebenarnya.

"Regal takut kalau Regal bilang itu panti Papi Ibu gak mau nerima bantuan dari Regal," lanjut Regal.

Bunda Regal merasa bangga, karena baru kali ini sang anak yang dikenal gila mau bertanggungjawab atas perbuatannya.

Benar, Regal dicap gila oleh semua orang. Karena anak itu terlihat tidak pernah serius, tapi otaknya benar-benar serius pintar.

"Iya Ibu tahu kok, gak papa yang penting kamu mau menjelaskan semuanya," tutur Ibu lembut.

Regal bersyukur karena Ibu memaafkannya, tapi Ina masih diam di tempatnya.

"Nas?" panggil Regal.

"Iya, gue maafin," jawab Ina paham.

Maafinnya kayak gak ikhlas gitu. Gerutu Regal membatin.

"Yaudah kita masuk yuk, keburu rapotnya udah dibagiin," ajak Ibu.

Semuanya mengangguk dan berjalan. Bunda Regal tiba-tiba berjalan dengan Ibu Ina.
Sementara Ina, berjalan dengan Regal tentunya.

Ina merutuki kelasnya yang sangat jauh dari gerbang utama. Dan benar-benar ingin bertanya mengapa sekolah ini begitu besar sedangkan murid perkelasnya begitu sedikit?

Di kelas Ina, hanya ada enam belas murid saja. Termasuk Ina tentunya. Karena sekolah ini benar-benar menyeleksi murid yang berpotensi.

Berarti gue pinter dong yah? Batin Ina.

"Ngapain senyum-senyum," ujar Regal.

Ina tidak menjawab, malas juga berdebat dengan mulut begal. Tidak pernah ada habisnya.

Di depan terlihat Ibu tengah mengobrol dengan Bunda Regal. Sepertinya obrolan mereka begitu seru.

Ina jadi kepo, terlebih lagi Ibu selalu tertawa setiap Bunda Regal berkata. Mungkin, Bunda Regal memiliki bakat pelawak.

"Seru banget si kayaknya," ujar Ina tidak sadar.

Regal menoleh, bertanya, "Apanya?"

Ina menatap Regal, berusaha mencari alasan.

"Enggak, itu tuh," tunjuk Ina saat melihat Tamara, Rendi, Putra, dan Kevin tengah berfoto ria.

Beruntung Ina melihat itu, karena jarak kelas memang sudah dekat.

Absurd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang