Bab 61

92 37 4
                                    

Ibu dan Bapak masih diam membisu disaat Ina sudah sujud di kedua kaki mereka.

"Sayang," lirih Ibu lalu menarik Ina untuk berdiri dan langsung memeluk Ina.

"Ya Allah, Astafirullah. I-ibu minta maaf sekali sama kamu sayang. Ibu bodoh sekali dengan mudahnya tertipu oleh Reyna," jelas Ibu sembari menangis.

"Ibu minta maaf sayang, meskipun Ibu tahu kesalahan Ibu sangat pantas jika tidak mendapatkan maaf dari kamu," lanjutnya sendu.

Tamara menatap haru keduanya, gadis itu ikut-ikutan menangis. Teringat Mamahnya yang kini sudah jauh darinya.

Sementara Bapak, mendekat dan mendekap keduanya. Lalu mencium dahi Ina.

"Putri Bapak, maafkan Bapak ya Nak, Bapak dengan mudahnya tertipu oleh adikmu, seharusnya Bapak percaya dengan kamu," kata Bapak menatap Ina merasa bersalah.

"Gibran juga minta maaf Kak, Gibran lebih percaya sama Kak Reyna daripada Kak Ina," ujar Gibran memeluk Ina.

Ina tersenyum, mengusap air matanya. Rasanya lega sekali setelah semuanya terbongkar.

"Ibu, Bapak, Gibran, Ina sudah maafkan kalian. Ina juga minta maaf selama ini Ina hanya diam tidak membela diri sendiri. Ina bukannya tidak bisa, Ina hanya merasa kasihan dengan Reyna yang statusnya adik Ina," tutur Ina panjang .

"Dia aja gak kasihan sama lo, ngapain lo kasihan sama dia?" sahut Tamara tajam.

Ina diam, bingung harus menjawab apa. Karena ucapan Tamara ada benarnya juga.

Ceklek

Semuanya menoleh, terlihat Reyna dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sini kamu," ucap Ibu menatap Reyna tajam.

Reyna melangkah, batinnya mengatakan ada yang tidak beres.

Plak

Ibu menampar pipi Reyna dengan perasaan kecewa.

Plak

Kali ini Bapak yang menampar Reyna dengan perasaan marah.

"Bagus ya Reyna, bagus," kata Ibu menggebu-gebu.

"Selama ini kamu kambing hitamkan kakak kamu sendiri, demi memuaskan semua keinginan kamu, hingga kami semua termakan tipu daya kamu," jelas Ibu dengan suara tinggi.

"Ibu kecewa banget yah sama kamu. Ternyata kamulah yang ingin menggadaikan sertifikat rumah kita namun kamu alihkan nama dengan nama kakak kamu. Bukan itu saja, kamu juga pacaran sama Regal kan?" tutur Ibu panjang.

"Ibu-"

"Gak usah menjawab, Ibu sudah kecewa dengan ulah kamu. Selain itu, kamu juga pernah mengahncurkan persahabatan Ina dengan Tamara bukan?" lanjut Ibu tidak memberi kesempatan Reyna berbicara.

"Otak kamu dimana si Rey! Ibu ajarkan kamu untuk selalu menjadi orang yang jujur, tapi kamu justeru salah jalan hanya karena merasa iri dengan kakak kamu sendiri, otak kamu dimana? Jangan-jangan kamu sudah tidak punya otak?" Reyna menunduk, terlihat menangis karena bentakan Ibu.

"Bapak nggak akan panjang-panjang menceramahi kamu, karena apa? Percuma. Mau sepanjang apa pun ceramah Bapak, jika dalam diri kamu belum ada niat berubah, itu nggak bakalan terjadi," kata Bapak cukup tenang.

"Nih," lanjut Bapak menyerahkan koper kepada Reyna.

Sewaktu Ibu menceramahi Reyna, Bapak pergi ke kamar Reyna untuk membereskan semua barang-barang Reyna.

"Silahkan pergi, rumah ini tidak menerima anak tukang adu domba, penipuh, dan munafik seperti kamu," lanjut Bapak begitu menyakitkan di hati Reyna.

Reyna menatap Ina bengis. "INI PASTI ULAH LO KAN? LO YANG NGADU SEMUANYA BIAR GUE DIUSIR DARI INI?!"

Ina hanya diam saat Reyna membentaknya tepat di depan wajah cantiknya.

"SUDAH REYNA! SEMUANYA SUDAH JELAS BAHWA KAMULAH YANG BERSALAH! SEKARANG PERGI DARI SINI!" bentak Ibu lebih tajam.

Tamara melihat Reyna puas. Sementara Ina teringat saat dia diusir tempo dulu.

Waktu itu, Ina masih menggunakan seragam. Masih mending dengan Reyna.

"Oke, Reyna bakalan pergi dari kalian. Setelah ini, jangan pernah anggap Reyna sebagai keluarga kalian," setelah mengatakan itu, Reyna pergi dengan derap langkahnya.

"Ya Allah Reyna," lirih Ibu luruh di lantai.

"Bagaimana anak kita bisa jadi seperti itu Pak, dosa apa yang Ibu perbuat di masa lalu," lanjut Ibu.

"Sabar ya Buk, Bapak yakin Reyna pasti bisa berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi."

***

Ina memandang ponselnya tersenyum. Setelah kepergian Reyna, Ina meminta Zidan untuk menampung Reyna untuk sementara waktu.

Meskipun awalnya Zidan menolak, namun akhirnya Ina bisa meluluhkan Zidan.

Di tempat lain, Reyna berjalan dengan kopernya tak tentu arah.

"Demi apa pun gue bakal balas atas semua yang hari ini lo lakuin Kak," kata Reyna penuh dendam.

"Jangan-jangan, pengirim surat itu Kak Reyna," ucap Reyna menebak.

"Tapi, kalo dilihat dari gaya tulisannya, bukan tulisan Kak Ina. Tapi, bisa aja kan dia nyuruh orang."

Tin tin

Saat sedang berbicara sendiri, sebuah mobil berhenti di sebelah Reyna.

"Rey! Mau kemana malam-malam begini," teriak dari sang pengemudi mobil.

"Nggak tahu nih Zi," jawab Reyna lesu.

"Buruan masuk," perintah Zidan. Dalam hati Zidan, sebenarnya dia malas sekali untuk menampung gadis berbisa itu.

Reyna pun masuk ke dalam mobil dengan kopernya yang sudah Zidan letakkan di bagasi.

"Lo kenapa?" tanya Zidan saat melihat Reyna menangis tanpa sebab.

"Hiks, gue diusir," jawab Reyna sedih.

"Gue difitnah sama Kakak gue," lanjutnya membuat Zidan semakin jijik.

Reyna tidak tahu saja, jika Zidan sudah mengetahui semuanya.

"Ina maksud lo?" tanya Zidan pura-pura.

Reyna mengangguk. Otaknya kembali menyusun rencana.

Dia akan memanfaatkan Zidan yang sepertinya menyukai dirinya.

Zidan tidak tahu apa-apa tentang semua masalah ini. Sepertinya membuat nama Ina buruk di depan Zidan itu  bagus.








Skskskks nantikan kejutan2 di part2 berikutnya!

Terima kasih untuk kamu yang suka sama cerita ini.

Mau dikasih visual gak?

Anya.

Absurd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang