Bab 66

103 36 6
                                    

Hari terus berganti, namun Reyna semakin frustasi dengan teror yang terus-terusan menghantuinya.

"Hiks gue udah gak tahan sama ini semua, peneror itu seakan ingin menyampaikan bahwa gue bukan lah anak, adik, dan kakak yang baik untuk keluarga gue sendiri," adu Reyna kepada Zidan.

Zidan masih diam mendengar keluh kesah Reyna.

Di lain tempat, Ina juga ikutan frustasi. Pasalnya, Tamara benar-benar marah kepadanya. Semua akun media sosial miliknya, telah Tamara blokir.

"Hiks gue jahat banget jadi sahabat. Nggak ada terima kasihnya sama sekali, gue udah hancurin persahabatan gue sendiri," histeris Ina.

"Gue mau minta maaf pun Tamara pasti nggak bakalan mau," lanjutnya kacau.

Sedangkan Reyna, menjambak-jambak rambutnya sendiri. Reyna kacau, akhirnya Zidan pun terpaksa memeluk gadis itu agar sedikit tenang.

"Ssstt, tenang dulu ya Rey, ada gue," kata Zidan mengelus kepala Reyna.

"Hiks gue mau minta maaf sama keluarga gue, tolong anterin gue kesana Zi," Zidan cukup terkejut mendengar penuturan Reyna.

"Gue udah sadar selama ini gue jahat banget apalagi sama Kak Ina," lanjutnya sendu.

"Oke, kita kesana sekarang."

Keduanya langsung menuju rumah Reyna menggunakan motor Zidan.

Di tengah perjalanan, Reyna tak henti-hentinya menangis.

Zidan juga tidak tahu apa yang peneror itu kirimkan semalam kepada Reyna hingga gadis itu seperti sekarang.

Beberapa saat kemudian, Reyna sampai di rumahnya.

Dengan langkah lemah, Reyna membuka pintu rumahnya dan terlihat keluarganya tengah berkumpul.

Ina, gadis itu tadi menangis di kamarnya kemudian menjelaskan semuanya kepada Ibu dan Bapak hingga kini semuanya berkumpul.

"Ibu," kata Reyna lalu tubuhnya luruh ke lantai kemudian sujud di kaki Ibu.

"Ibu Reyna minta maaf Bu, hiks," katanya parau.

Semuanya saling menatap, heran.

"Reyna nyerah, Reyna akuin selama ini Reyna bersalah kepada kalian semua terutama Kak Ina. Reyna mohon maaf sama semuanya, Ibu, Bapak, Kak Ina, Gibran," lanjutnya menatap satu persatu anggota keluarganya.

"Reyna sekarang sudah sadar bahwa selama ini Reyna salah. Reyna dibutakan oleh dengki dengan Kak Ina," kata Reyna semakin histeris.

"Kenapa dengki sama Kak Ina?" tanya Ina lembut, jika dia sudah mengubah panggilannya artinya Ina sudah mulai serius.

"Reyna ngerasa Ibu dan Bapak juga Gibran lebih sayang sama Kak Ina," jawabnya membuat Ina terkejut.

"Ditambah Kak Ina punya sahabat seperti kak Tamara yang tulus banget. Nggak bermuka dua kayak sahabat Reyna," lanjutnya membuat Ina terkejut lagi, ternyata Reyna sadar jika selama ini sahabatnya bermuka dua.

"Juga, Kak Ina dicintai sama Kak Regal yang baiknya gak ada lawan, cerdas, ceria, meskipun kadang nyebelin," ujar Reyna membuat Ina merindukan sosok itu kembali.

Reyna diam, mengambil nafas setelah banyak berbicara sambil menangis.

"Baik, Ibu maafkan kamu Rey. Ibu juga nyesel udah gak percaya sama Regal," jawab Ibu setelah lama terdiam.

"Iya Rey, Kak Ina juga udah maafin Reyna. Reyna perlu tahu yah sayang, kita mendapatkan dari apa yang kita tanam. Kalo jadi orang bauk, maka itu juga yang akan kita dapatkan," tutur Ina tersenyum.

"Gak papa Bu, Ina wakilkan maaf dari Ibu. Regal sudah tenang disana," kata Ina menatap Ibu.

"Bapak juga udah maafin Reyna, jangan diulangin lagi," kata Bapak tegas. Reyna mengangguk cepat.

"Gibran juga udah maafin Kak Reyna. Asal Kak Rey tahu, Gibran sayang juga sama Kak Rey, sama besar seperti sayang sama Kak Ina," tutur Gibran membuat Reyna kembali berkaca-kaca.

"Iya sayang, Ibu dan Bapak tidak pernah pilih kasih sama kalian," tambah Ibu.

Reyna pun Ibu bantu untuk kembali berdiri.

"Sini, peluk Ibu," Reyna pun langsung memeluk Ibu dengan perasaan yang lega.

Setelah semuanya selesai, Reyna tertidur di pangkuan Bapak. Gadis itu semenjak kecil suka sekali tidur di pangkuan Bapak.

"Makasih Ya Zi, lo udah ikut bantu dalam hal ini," kata Ina menatap Zidan.

Zidan menoleh, membalas tatapan Ina begitu lekat.

Namun Zidan tidak akan lupa nasihat dari Tamara bahwa dirinya tidak berhak mengambil cinta Ina untuk Regal yang sampai saat ini masih begitu kuat.

"Yang santai saja lah," jawab Zidan pertama kalinya menggunakan logat Makassar.

"Jangan merasa tidak enak seperti itu," lanjutnya membuat Ina tertawa.

"Hahahaha Zi kenapa lo baru pake logat Makassar? Selama ini lo lancar-lancar aja pake logat Jakarta," kata Ina terkekeh.

"Hahaha, iya meskipun gue dari Makassar, tapi gue bisa logat Jakarta, karena setiap satu bulan sekali gue ke Jakarta buat bantu bisnis Papah disini," jawab Zidan kembali menggunakan logat Jakarta.

Ina mengangguk mengerti, Zidan termasuk cowok yang cerdas juga. Dia pandai menempatkan diri dimana pun ia berada.

Persis seperti seseorang yang masih setia dihatinya, Regal.

Sang pemilik hati yang sudah lama pergi.






Gimana2?
Gercep kan wkwkwk.

Nantikan kejutan di part2 berikutnya yah. Terima kasih.

Anya.

Absurd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang