Bab 41

106 37 5
                                    

Satu tahun kemudian

Hujan kembali mengguyur bumi, terhitung sudah tiga kali hujan turun di hari ini.

Nampaknya, langit sangat berduka dengan apa yang dia rasa, sepeti gadis yang tengah duduk di halte itu.

Gadis itu, dulu sangat periang dan penuh semangat. Namun sekarang senyuman saja tidak pernah ada di wajahnya.

Memandang kosong ke arah depan, gadis itu tidak mempedulikan sekitarnya. Sudah menjadi kebiasaan satu tahun terakhir ini dia terus duduk di halte bus.

Meskipun tengah menginjak kelas dua belas, namun dia sama sekali tidak memikirkan sekolahnya lagi.

Semuanya hancur, karena adiknya sendiri.

"Gue kangen banget sama lo Tam," ujarnya memandangi sebuah foto.

Satu tahun yang lalu, satu bulan setelah perayaan ulang tahun Tamara, gadis itu memutuskan untuk pindah sekolah ke Makassar.

Orang tuanya cerai, sang kakak ikut ayahnya dan Tamara ikut ibunya.

Sehari setelah sidang perceraian orang tua Tamara, gadis manja itu kemudian mendapat luka lagi yang lebih dalam yakni, Satria.

Satria memutuskannya tanpa alasan. Bahkan semua akun medsos yang dia miliki seakan dihapus dengan sengaja, dan nomor teleponnya sudah tidak bisa dihubungi kembali.

"Gue sekarang tahu, apa misi yang dimaksud Reyna," ujarnya sendu.

Dari dulu, adiknya itu memang begitu iri kepadanya. Sering sekali Reyna mengatakan misinya harus berhasil, ternyata misi itu adalah menghancurkan hidupnya.

Ina tidak mendapatkan kepercayaan dari keluarganya lagi akibat ulah Reyna, dia mengadu domba semuanya.

Bahkan Tamara, pergi tanpa pamit dari Ina. Reyna mengatur semuanya, dia melakukan sabotase pada ponsel Ina.

Waktu Ina tidur, Reyna membuka hp yang tidak ia kunci. Lalu mengirimkan pesan kepada Tamara.

Tamara, Tamara, gue suka banget sama kehancuran lo. Akhirnya keluarga harmonis lo hancur, ditambah pacar lo ilang tanpa kabar ditelan badai. Hahahaha.

Keesokannya, Tamara menelpon Ina sembari menangis.

Waktu itu, Tamara mengajak Ina ketemuan di taman. Tamara langsung menampar Ina tanpa Ina tahu sebabnya.

"Puas lo? Puas udah lihat gue hancur?"

"Ternyata benar yah, orang munafik itu justru yang paling kita percaya. Makasih Na, makasih atas semua yang lo kasih ke gue, termasuk kemunafikan ini. Gue pergi."

Setelah itu, Tamara tidak pernah terlihat lagi. Baik di sekolah maupun di rumahnya.

Ina tidak tahu dan tidak diberikan waktu untuk menjelaskan. Tamara berlalu begitu saja, saat Ina masih melongo dan mencerna semuanya.

Usai pulang, Ina membuka hpnya dan betapa terkejutnya dengan pesan yang bahkan tidak pernah ia kirim.

Rupanya, ulah Reyna.

Ina memejamkan matanya, hujan sore ini begitu menenangkan.

"Udah yuk pulang," ujar seorang cowok, Regal.

Hanya Regal yang setia dengan Ina. Cowok itu tidak mengetahui apa yang menjadikan Tamara pindah sekolah, karena Ina tidak pernah menceritakan itu semua.

Sedangkan Satria, Regal saja tidak tahu dimana kakaknya berada. Bahkan alasan dia memacari Tamara dia belum tahu sampai sekarang.

Dan, yang Regal tahu Tamara mungkin masih dengan Satria, padahal mereka sudah putus satu tahun yang lalu.

"Jangan kayak gini terus dong Nas, lo semenjak Tamara pindah kayak gini, murung terus. Dan gak pernah menjelaskan apapun tentang Tamara," oceh Regal duduk di sebelah Ina.

Ina diam. Gadis itu sekarang irit sekali dalam berbicara.

"Yuk pulang," ajak Ina mengalihkan pembicaraan.

***

Ina memberanikan diri sebelum masuk ke rumahnya. Sekarang, Ibu, Bapak, bahkan Gibran sudah tidak sehangat dulu.

Ini semua lagi-lagi karena Reyna.

Reyna mengambil sertifikat rumah kemudian ia gadaikan dengan atas nama Inasyha Taraqueenza. Liciknya, gadis itu bisa mendapatkan tanda tangan Ina.

Saat Ina saja tidak pernah menandatangani perjanjian apapun.

















Mohon maaf jika di part ini langsung loncat, tujuannya biar gak kelamaan hehehe.
Dan banyak flasbcknya.

Diharap kuat dengan part2 selanjutnya.

Terima kasih-Anya

Absurd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang