Bab 40

96 35 0
                                    

Semuanya menoleh ke arah Regal. Bingung dan heran secara bersamaan.

"Maksudnya?" tanya Tamara hati-hati. Karena jujur, ia dan kekasihnya ini baru menjalani hubungan satu minggu.

"Kak lo otaknya dimana sih? Bunda nungguin lo pulang dan setelah lo pulang malah kesini dulu bukan ke rumah lo," cerca Regal tidak habis fikir.

Kakak Regal memang tengah menempuh dunia perkuliahannya di Universitas Gajah Mada dengan juruzan Ilmu Komunikasi.

Terlihat semuanya belum percaya jika itu adalah kakak Regal, lantaran sang pria belum juga menjawab.

"Lo jangan bisu gini dong Kak, dan gimana lo bisa kenal Tamara," ujar Regal tak henti-hentinya mendesak sang kakak, Satria.

"Udah-udah, lo jangan halu. Buktinya dia diem aja, berarti mungkin lo salah orang Re," tutur Ina menengahi.

Tamara bingung sendiri dengan semuanya, dia bahkan tidak tahu jika kekasihnya memiliki seorang adik, dan lebih parahnya temannya sendiri.

"Udahlah terserah lo Kak, gue mau aduin ke Bunda," Regal beranjak pergi karena percuma saja mencak-mencak sendiri.

Regal mengambil kunci mobilnya, dan tanpa diduga Satria berucap, "Tukang ngadu."

Regal menoleh, akhirnya Satria berbicara. Regal hampir gila sendiri jika di rumah, karena dari kecil Satria sangat irit dalam hal berbicara.

Sebentar, berarti dia beneran kakak Regal? Kok bisa jadian sama Tamara yah. Batin Ina heran.

"Gue Satria, Kakak bocah itu."

***

Usai acara ulang tahun Tamara selesai, Ina buru-buru pulang karena terus menerus dihubungi oleh Reyna.

Gadis itu sangat menyebalkan, benar-benar tidak membiarkan Ina hidup tenang.

Untungnya, sepulang dari Tamara Ibu tidak ada, entah kemana.

"Puas lo Kak?" tanya Reyna sirik.

Ina menghembuskan nafas, sangat malas berdebat dengan Reyna. Saat ini, yang ia inginkan hanya kasur.

"Ibu mana?" tanya Ina mengganti topik pembicaraan.

"Lo bahkan lupa sama janji buat nemenin Ibu beli perlengkapan sekolah gue," ujar Reyna kesal.

"Lah kan yang sekolah lo, kenapa yang harus ikut gue?" jawab Ina enteng.

Reyna diam.

"Kenapa? Kok diem? Dahlah gue mau tidur," Ina pun memutuskan untuk cepat-cepat kembali ke kamarnya.

Bersih-bersih sebentar, kemudian merebahkan badan.

"Gila si, itu cowok ternyata bener kakaknya si begal," kata Ina sembari menyisir rambut.

"Tapi Tamara masih enggan juga buat cerita gimana mereka bisa jadian, sahabat laknat banget emang," lanjutnya.

Mengedikkan bahu, Ina memilih tidak mau memikirkan itu lagi. Lebih baik tidur karena dia sangat lelah.

"Kak Ina!" teriak Reyna menggagalkan kembali tidur Ina.

Ina mendengus, ini kali berapanya dia gagal tidur?

"Apaan lagi sih tuh bocah," Ina dengan terpaksa membuka pintu kamar.

Membuka pintu kamar, Ina melihat Reyna matanya begitu  berbinar. Sudah dipastikan, gadis itu pasti ada maunya.

"Kak ajarin gue bersikap yang baik untuk jadi murid baru dong," Reyna tersenyum dengan kedua tangan memegang tangan Ina.

Ina belum juga menjawab, dia berpikir apakah Reyna tidak bisa membedakan mana waktu yang tepat dan tidak?

Posisinya Ina baru saja pulang dari Tamara, sekarang gadis itu lagi-lagi menggangu acara tidurnya.

"Lo tahu gak sih gue tuh capek banget?" tanya Ina kesal.

Reyna menggeleng polos.

"Gue baru aja mau istirahat dan dengan entengnya lo mau tanya-tanya hal yang gak begitu penting?" Ina hendak menutup pintunya, namun gagal lantaran Reyna menahan pintu itu.

"Sana pergi," usir Ina tidak bercanda.

"Gue capek banget, nanti aja tanya itu semua," lanjut Ina masih berusaha menutup pintunya.

"Nggak Kak misi gue harus berhasil."

Merasa ada yang janggal, Ina dengan cepat membuka pintunya kembali.

"Apa lo bilang? Misi? Misi apa?"

















See you again, dear.
Selamat membaca dan menerka-nerka apa yang akan terjadi.

Terima kasih selalu mencintai dan menunggu cerita ini.

-Anya.

Absurd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang