Seperti mendengar petir di sing hari, Ina begitu kaget dan tidak pernah menduga bahwa hadiah yang Regal maksud adalah ini.
Bagaimana bisa Regal berpacaran dengan Reyna? Sedangkan selama ini Regal selalu menemani hari-hari Ina, bahkan pernah mengatakan dia menyukai Ina. Namun, itu semua sirna sekarang.
Dalam tatapan Ina, hanya kebencian yang ada. Ternyata, Regal selama ini hanyalah bermain-main dengannya, dan lebih memilih gadis ular yang notabene adalah adiknya sendiri.
Regal tidak tahu seberapa ganasnya Reyna.
"Ouh, selamat," hanya itu yang Ina katakan. Meskipun dalam hatinya mati-matian menahan amarah.
"Terima kasih Kakak sayang," kata Reyna begitu manis.
Regal tersenyum, lalu mengelus kepala Reyna. Ina hanya bisa menahan agar air matanya tidak jatuh.
"Makasih Nas," ujar Regal tanpa rasa bersalah.
Ina mengangguk.
"Sayang, kembali ke depan aja yuk, pengen liat pentas seninya," tutur Reyna begitu manja.
"Ayok. Nas, kita duluan yah," pamit Regal.
Ina diam tidak menjawab. Lara yang ia tanggung hari ini memang hadiah terindah yang ia terima.
Regal dan Reyna pun pergi, setelah itu Ina menangis dalam diam. Air matanya mengalir deras, sakit sekali.
Reyna telah berhasil merebut semuanya. Keluarga, sahabat, hingga Regal.
Terima kasih Re, hadiah lo bikin gue nangis. Batin Ina, gadis itu tidak bisa berkata apapun.
Dari kejauhan, seseorang itu melihat semuanya. Dia mengepalkan tangannya menahan amarah.
Mendekati Ina, orang itu langsung menarik Ina dan memeluknya.
Awal mulanya Ina terkejut, namun kemudian tersenyum."Tamara?" ucap Ina sembari menghapus air matanya.
"Kenapa lo disini?" tanya Ina kebingungan.
Bagaimana bisa Tamara tiba-tiba muncul, dan tepat sekali waktunya.
"Nanti gue jelasin, sekarang lo nangis aja dulu," kata Tamara, Ina pun langsung memeluk sahabatnya itu.
Sahabat yang satu tahun lalu meninggalkannya dengan kesalah pahaman.
Salah paham yang diciptakan oleh gadis ular, Reyna."Sakit banget gue, Reyna jahat," ujar Ina menangis deras.
Kasihan sekali gadis itu. Tahun ini dia dalam keputusan yang membungungkan.
Antara kuliah atau bekerja. Waktu seperti ini dia sebenarnya begitu butuh saran dan dukungan keluarga.
Namun, apalah daya.
"Iya Na, gue udah tahu semuanya. Maafin gue waktu itu gak dengerin penjelasan lo dulu," tutur Tamara begitu menyesal.
Ina melepaskan pelukannya. Jadi, Tamara sudah tahu siapa pelaku sebenarnya?
"Gue denger sendiri tadi Reyna membahas semua rencana yang sudah dia berhasil lakukan termasuk ngerusak persahabatan kita. Dan lebih mengejutkannya lagi, Reyna tidak bekerja sendiri," jelas Tamara, sayang dia tidak merekam itu semua.
"Terus ada orang lain?" tanya Ina, Tamara mengangguk mantap.
"Kevin."
Ina mendelik dan menganga tidak percaya. Bagaimana bisa Kevin terlibat bersama Reyna?
"Kevin yang udah ngehasut Reyna buat fitnah lo di depan keluarga lo," terang Tamara, membuat Ina luruh.
"Kenapa Kevin tega sekali?" tanyanya lemah.
Tamara ikut duduk, karena memang tanah itu bersih.
"Kevin itu suka sama lo," Ina menoleh tidak percaya.
Tidak langsung menjawab, Ina menghela nafas untuk mendengarkan penuturan sahabatnya yang baru kembali itu.
"Kevin gak suka lihat lo sama Regal, jadi dia sekongkol sama adik lo itu," lanjut Tamara, keduanya benar-benar ular, cocok sekali jika disandingkan, sama-sama berbisa.
Ina diam, dia memilih memendam semuanya sendirian. Karena jika menjelaskannya pun tidak akan ada yang percaya.
Keluarganya, sudah sangat percaya kepada Reyna. Terlebih Regal, cowok itu ternyata bodoh. Selama ini Reyna pura-pura baik di depannya dan dia percaya itu semua.
"Gue gak menyangka mereka sejahat itu. Terlebih Kevin, dia padahal sahabat Regal," ujar Tamara memejamkan matanya.
"Gue makasih banget sama lo Tam. Dari dulu cuman lo yang tahu dan selalu ada untuk gue," Ina kembali menangis, memeluk lututnya sendiri.
Tamara tersenyum, sebenarnya gadis itu masih sangat merasa bersalah kepada Ina. Selama ini dia terjebak dengan rencana jahat Reyna.
"Ouh iya Tam, gue mau cerita soal Kak Satria," Ina pun menceritakan semuanya, perihal Satria yang ternyata bukan anak kandung orang tua Regal, dan penyebab kepergian Satria.
Kini giliran Tamara yang menangis sendu. Ternyata selama ini dia salah paham bukan hanya kepada Ina, tetapi Satria juga.
Kenapa dirinya begitu bodoh?
"Ternyata, gue bodoh banget," ujar Tamara terkekeh.
Ina menggeleng, sekarang waktunya dia memberi ketenangan kepada sahabatnya, walaupun dia sendiri juga sedang hancur.
"Lo lagi ada masalah sendiri waktu itu kan? Dan dalam kondisi marah, jadi gak bisa berpikir jernih," ujar Ina sedikit menenangkan Tamara.
Ina menatap langit, matahari dengan sinarnya tidak menghalanginya menatap hamparan biru itu.
Melupakan pentas seni, Ina memilih tetap bersama Tamara di taman belakang sekolahnya.
Taman itu memang khusus dibuat untuk warga penghuni sekolah Ina. Sebenarnya, hanya tanah lebihan.
Sekolah sudah memiliki semuanya, hingga bingung akan diapakan tanah yang lebih itu, hingga mereka memutuskan untuk membuat taman, meskipun hanya untuk menenangkan pikiran dari peliknya mata pelajaran.
Tempatnya indah, namun memberikan luka yang lara.
"Makasih banyak Na, tapi maaf gue gak merekam omongan Reyna dan Kevin waktu itu karena gue lupa bawa hp," tutur Tamara menunduk.
"Gak papa, tapi yang gue heran kenapa Kevin bisa tahu kalau Reyna begitu benci sama gue hingga dia memutuskan sekongkol dengan Reyna?" Ina bingung sendiri dengan itu semua.
"Yang gue heran, kenapa Regal bisa pacaran dengan adik lo itu," kata Tamara membuka luka Ina kembali.
Ina hanya tersenyum, terlalu sakit untuk berkata tentang itu semua.
"Ngomong-ngomong kenapa lo kesini Tam?" tanya Ina mengalihkan pembicaraan Tamara.
Tamara tahu itu, dia mengerti keadaan Ina, sehingga dia mengikuti saja.
"Hanin ngasih tahu gue. Selama ini gue terus komunikasi sama dia, tentang kabar sekolah," jelas Tamara.
"Hanin? Ternyata kalian dekat?" tanya Ina kaget.
Tamara terkekeh, bingung juga untuk menjelaskan.
"Sebenarnya sih nggak terlalu yah, lo bisa lihat sendiri kalo lagi di kelas kan? Cuman kita akrab karena gue selalu tanya sama kondisi sekolah, dan kondisi lo juga," jelas Tamara.
Ina diam kembali, Tamara tahu beban yang sedang Ina pikirkan. Tamara begitu iba kepada Ina, namun dia tidak bisa melakukan apapun.
Tapi, sepertinya dia masih bisa melakukan satu cara untuk membantu Ina.
Benar, gue harus bantu Ina. Itung-itung menebus dosa gue sama dia. Rencana ini harus berhasil. Batin Tamara yakin.
Boleh dong kasih komentarnya😂
Terima kasih yang suka sama cerita ini lebih2 yang support.I love you dear.
Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Absurd [END]
Teen FictionAlangkah lebih baiknya follow dulu sebelum membaca yuk😝 "Cita-cita lo apa?" "Ngangkat derajat keluarga." "Hobby lo apa?" "Rebahan." Inasyha Taraquenza, si sulung dari keluarga TaraQueen. Memiliki hobby rebahan, dengan cita-cita setinggi awan. Inasy...