Hari silih berganti, tak terasa Ina sudah mulai mengikhlaskan kepergian sang pemilik hati tanpa ia melihat jazadnya.
Jangankan jazad, kabar Regal ditemukan saja belum ia dapatkan.
"Huftt," hembus nafas Ina menatap bintang dan rembulan.
Malam ini gadis itu putuskan untuk menenangkan diri di belakang rumahnya.
"Meskipun gue gak tahu siapa peneror Reyna, intinya gue sangat berterima kasih karena dia telah menyadarkan Reyna," kata Ina tersenyum.
"Tapi gue juga sedih, begitu ada yang kembali, saat itu juga ada yang pergi, yakni sahabat gue, Tamara," lanjutnya sendu.
Persis setelah Ina menuduh Tamara peneror itu, sahabatnya itu sudah tidak pernah datang lagi ke rumahnya.
Jangankan datang, telpon dan pesannya saja tidak dibalas.
"Sepertinya gue harus ke rumah Tamara," ujar Ina.
Ina mengangguk, bagaimana pun juga Tamara sudah sangat banyak membantunya.
"Setelah kehilangan Regal, gue gak mau kehilangan lo juga Tam."
"Nggak kok, lo nggak kehilangan gue," mendengar itu, Ina langsung menoleh, ternyata Tamara berdiri di belakangnya.
"Tamara?" tanya Ina kaget.
Tamara tersenyum, "Gue gak marah sama lo, cuman pengen ngetes aja seberapa pedulinya lo sama gue."
Ina terkekeh lalu memeluk sahabatnya itu.
Tamara pun membalas pelukan itu, dia sama sekali tidak marah dengan Ina. Karena Tamara tahu, waktu itu posisi Ina begitu sulit dan Tamara tidak akan semudah itu marah karena hal kecil.
"Gue sengaja gak balas semua pesan dan telpon lo, ya itung-itung ngerjain," lanjutnya.
"Alhamdulilah, gue tenang. Meskipun gue rada gedeg denger lo cuman ngerjain, setidaknya lo cuman bercanda," balas Ina tenang.
"Makasih ya Tam, lo udah baik banget sama gue. Gak tahu lagi mesti balas kebaikan lo itu dengan cara apa," tutur Ina tersenyum.
"Sama-sama, santai aja, lo cukup terus jadi Ina yang gue kenal," jawab Tamara.
"Pasti."
Keduanya diam, hingga akhirnya ponsel Tamara berbunyi, Tamara pun langsung membaca pesan yang baru saja sampai.
"Na, gue mesti balik sekarang nih. Ada urusan," kata Tamara.
"Yaudah gue anter sampe depan," jawab Ina lalu keduanya pergi.
Setelah beberapa saat menghantarkan Tamara, Ina kembali lagi di tempat itu.
Hingga bangku yang tadi ia duduki terdapat sebuah benda yang tergeletak begitu saja.
"Loh, ini kok?" heran Ina, pasalnya benda itu adalah surat yang sama persis dengan surat teror Reyna. Berwarna putih, dengan pita hitam yang mengikat.
"Jadi? Beneran bukan Tamara? Karena gak mungkin, dia baru saja pulang," Ina sangat ketakutan sekarang. Apakah setelah Reyna kini berganti dia yang kena teror?
Hehehe sedikit biar kalian kepo hahahaha.
Hem, ternyata banyak yang hanya membaca tanpa menghargai. Duh, jangan salahkan kalo saya ngambek gak mau melanjutkan cerita ini hahah.
Terima kasih, Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Absurd [END]
Teen FictionAlangkah lebih baiknya follow dulu sebelum membaca yuk😝 "Cita-cita lo apa?" "Ngangkat derajat keluarga." "Hobby lo apa?" "Rebahan." Inasyha Taraquenza, si sulung dari keluarga TaraQueen. Memiliki hobby rebahan, dengan cita-cita setinggi awan. Inasy...