Bab 34

113 36 0
                                    

Reyna masih tercengang dengan benda di tangannya. Dapat di tebak bahwa benda itu berisi alat tulis yang biasa guru berikan jika muridnya mendapatkan peringkat.

Peringkat 1 Inasyha Taraquenza

Berulang kali Reyna terus membaca kalimat itu. Sedangkan Ina tidak peduli dan langsung meninggalkan Reyna.

"Kak," panggil Reyna mengejar Ina.

Ina menghentikan langkahnya, lalu menoleh malas ke arah adiknya itu.

"Apa?" tanya Ina benar-benar tidak ada semangat sama sekali. Padahal, dia telah mendapatkan peringkat terbaik.

"Kok lo bisa sih peringkat pertama?" tanya Reyna tidak yakin.

"Bisa lah, kan Kak Ina pinter," timpal Gibran yang sedang menonton tv.

Ina melihat Gibran tersenyum, lalu melanjutkan tujuannya, yakni kamar.

Sampai di kemar, Ina langsung merebahkan tubuhnya lalu mengelus-ngelus kasurnya seperti memeluk kekasihnya sendiri.

"Kasur ouh kasur, mengapa engkau begitu membuat gue nyaman. Kenapa gue bisa secinta ini sama lo, kita  benar-benar tidak bisa dipisahkan."

Ina berkata-kata gila meyanjung kasurnya sendiri. Di samping itu, Reyna berdiri tegang di depan pintu kamar Ina. Karena mendengar kakaknya seperti orang gila.

Reyna pun memilih pergi daripada mendengarkan gila kakaknya.

"Kasur tercinta, tersayang, dan terkasih, ketahuilah cinta ini hanya untukmu."

Memeluk semua bantalnya, Ina mengendus-endus kasurnya.

"Gue benar-benar gak bisa pisah dari lo, sur," ujar Ina membenarkan posisinya.

Memilih duduk dengan cara yang benar, Ina mulai berpikir.

"Tapi, kok bisa yah gue peringkat pertama?" beo Ina heran.

"Secara gue gak pinter-pinter amat, gak punya bakat, suka tidur lagi," lanjutnya menjatuhkan diri sendiri.

Mengedikkan bahunya, Ina memilih tidak mau ambil pusing. Lebih baik menikmati hari liburnya.

***

Pagi tiba dengan suasana sedikit mendung. Langit nampak muram dengan awan hitamnya membuat manusia enggan untuk meninggalkan tempat tidur.

Seperti Ina, gadis itu masih tertidur dengan nyaman melupakan mandi.

Selepas pulang dari sekolah, Ina tidur sampai sekarang belum bangun kembali. Entahlah bagaimana gadis itu bisa tidur sepanjang itu.

"Kak, bangun!" teriak Reyna memukul-mukul pintu kamar Ina.

Di dalam kamar, Ina masih terlelap di dalam selimutnya. Sepertinya gadis itu benar-benar menikmati hari liburnya.

"Kak!" teriak Reyna lebih keras, bahkan Gibran dapat mendengar teriakannya.

Ina sedikit teganggu dengan teriakan Reyna. Membuka selimut, Ina melangkah malas menuju kamarnya yang sengaja dikunci.

Ina tidak menjawab Reyna yang masih memukul-mukul pintunya. Langsung saja, Ina buka pintu itu yang membuat Reyna jatuh tersungkur.

"Hahahahaha, astaga," Ina terkekeh sama sekali tidak merasa bersalah.

Reyna meringis, dahinya lumayan sakit karena terbentur lantai.

"Ngapain?" tanya Ina meledek.

"Gila lo yah," ujar Reyna kesal.

Ina masih tertawa dengan mulut baunya.

"Lagian pagi-pagi udah ganggu orang tidur aja," ucap Ina menguap.

"Pagi? Lo bilang ini pagi?" heboh Reyna sendiri.

Ina mengangguk saja, karena memang masih pagi, pikirnya.

"Ini udah jam sembilan! Dan lo tidur dari sepulang sekolah!" teriak Reyna geram.

Ina diam, berusaha mengingat.

"Astaga!" teriak Ina.

Ina buru-buru mengambil perlengkapan mandinya. Sedangkan Reyna menatap kesal kakaknya itu.

"Cepetan, Ibu udah nunggu," ujar Reyna santai.

Menghentikan aksinya mencari handuk, Ina bertanya, "Nunggu? Emang mau kemana?"

Reyna menepuk dahinya pusing. Mengapa kakaknya begitu bodoh?

"Hari ini gue nerima hasil ujian!"






Hai maaf baru up, terima kasih.

-Anya

Absurd [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang