Sekolah di juruzan teknik memang bukan hal yang mudah. Praktek dan praktek memusingkan terus mengejar.
Ina, kini pusing dengan hari-hari barunya di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 12 Jakarta.
Mengambil juruzan TKJ, membuat Ina sedikit menyesal. Dia tidak tahu apa-apa tentang komputer.
"Astaga, kenapa aku pilih TKJ coba? Mana belum ada yang kenal lagi. Aku harus minta tolong siapa coba?" beo Ina.
Percayalah, Ina terakhir kali menekan keyboard komputer sewaktu akhir SD, itu pun di warnet.
Memandang komputer dengan raut kesal, Ina berkata, "Hm, aku minta tolong sama siapa yah?"
Menengok ke arah kanan dan kiri, raut mereka begitu menyeramkan. Membuat Ina bergidik sendiri.
"Sial sekali. Baru masuk udah dapet kelas bengkel aja," lagi lagi Ina kesal.
Ina begitu khawatir, bagaimana dengan tugas pertamanya? Apakah akan bernasib tragis?
Pelajaran baru di mulai setengah jam yang lalu, tetapi masih ada bangku yang belum terisi, "Siapa yah yang hari pertama terlambat?"
Beberapa saat kemudian, nampak seorang pria dengan seragam amburadulnya.
"Selamat pagi," ucapnya sama sekali tak merasa takut, padahal jelas-jelas dia terlambat.
"Santuy dong. Mukanya gitu amat, iya gue tahu gue ganteng," lanjutnya.
Dih, pede amat.
"Gak usah pada sirik. Gue habis di hukum. Sama sekali tidak terobos pintu belakang sekolah baru kita semua," jelasnya seperti ada yang bertanya.
Pria itu duduk, membanting tas hitamnya begitu saja. Benar-benar siswa baru yang gila. Bagaimana tidak gila? Cara berseragamnya saja berbeda. Bahkan, dia tidak memakai sabuk.
"Habis dari mana bro?" tanya seorang siswa lainnya.
"Coba tebak habis dari mana gue?" jawab pria itu.
"Ngamen,"
"Hahahaha,"
"Gila luh pada. Emang tampang gue muka-muka pengamen apa?" jawabnya tidak terima.
"Yoi yoi santai,"
"Btw nama luh siapa?" tanya siswa lainnya lagi.
"Regal," jawabnya lirih.
"Apa? Begal?" tanyanya mengundang tawa dari penjuru kelas.
Seketika si penanya langsung di lempar kaos kaki putihnya. Iya. Dia tidak menggunakan sepatu.
"Regal bro. REGAL!" bentaknya.
"Sans dong bro, makanya ngomong yang jelas."
Menatap sengit, Regal berkata, "Regaldhino Dwimasatya, jangan lupa, ok?"
Bisa-bisanya aku sekelas macem orang seperti dia.
Ina mendengus, membosankan. Apa yang hebat dari Regal? Sekolah saja tidak memiliki niat. Dia lebih layak di panggil bolang.
Memfokuskan kembali ke depan komputer, Ina terus berusaha mengerjakan tugasnya.
Lama berkutat, tiba-tiba ada yang menepuk pundak Ina.
"Hai," ujar gadis manis itu.
"Hai," jawab Ina.
"Boleh jadi temen gak?" tanya gadis itu membuat Ina tersenyum.
"Boleh dong, kenapa nggak?" Ina membalas uluran tangan gadis itu.
"Tamara," ucapnya ramah.
"Inasyha," jawab Ina membalas ramah juga.
"Ngomong-ngomong, kamu belum selesai?" tanya Tamara melihat komputer komputer.
Nyengir, Ina merasa malu. Dan berkata, "Gak tahu caranya,"
Tamara mengambil mouse lalu mencontohkan kepada Ina bagaimana cara menggunakan komputer dan aplikasi-aplikasi lainnya.
Udah cantik, pinter lagi. Insecure banget deh.
"Enaknya aku panggil kamu apa?" tanya Tamara mengalihkan pandangannya dari komputer.
"Ina,"
"Ok. Semoga kita bisa bersahabat yah Ina. Aku balik ke kursi aku dulu, udah lihat kan gimana tadi caranya?" jelas Tamara.
Iyah, udah lihat tapi lupa. Awk.
Ina hanya mengangguk, jujur Ina lupa apa yang Tamara ajarkan tadi. Bagaimana tidak lupa, Tamara tidak menjelaskan apa-apa, dia hanya menggerakkan mouse saja.
Tamara kembali ke kursinya, sedangkan Ina berusaha mengingat apa saja tadi yang Tamara tekan.
Heran, kenapa microsoft office itu banyak banget jenisnya. Mana susah-susah lagi.
Ina kali ini berani mencoba, awalnya dia takut untuk menekan keyboard atau pun mengklik lainnya. Tapi, jika diam saja tentu selamanya tidak akan bisa.
"Susah banget microsoft excel." Kesal Ina, lalu beralih ke aplikasi lainnya.
"Dahlah. Pusing," Ina berniat ke toilet. Tapi langkahnya terhenti, ketika sebuah kaki menghalangi jalannya.
Si begal.
"Minggir," ketus Ina.
"Bayar dulu," jawab Regal lalu berdiri santai.
"Emang ini kelas punya siapa?" tanya Ina, lalu Regal tertawa.
"Stupid. Jelas milik sekolah dong, gitu aja tanya." sarkas Regal lalu ngakak.
"Yaudah awas," Ina berusaha melewati Regal, tapi sial tidak bisa.
"Aku kencing disini nih kalo kamu halangin aku mulu," gerutu Ina mengundang perhatian murid lain, termasuk Tamara.
"Silahkan," jawab Regal semakin menyebalkan.
Melihat itu, Tamara berdiri bermaksud membantu teman barunya itu. Kehadiran Tamara cukup membuat Regal lengah, saat itu juga Ina memanfaatkan situasi dengan cara kabur.
Ina mengangguk kepada Tamara bermaksud terima kasih, Tamara kemudian tersenyum.
"Nama kamu tadi siapa?" tanya Tamara kepada Regal.
"Regal," setelah menjawab itu Regal hendak melangkah pergi, namun tidak jadi.
"Tamara," ucap Tamara mengulurkan tangan, persis seperti perkenalannya dengan Ina tadi.
Regal tidak membalas uluran tangan Tamara, kemudian dia berkata, "Bukan muhrim,"
Seisi kelas sukses di buat melongo, rupanya Regal begitu menjaga apa yang tidak diperbolehkan dalam kepercayaannya.
Sementara itu, Ina terdiam di depan cermin. Dia bosan sekali. Ingin rasanya pulang dan bertemu dengan Reina atau pun Gibran.
Meskipun Reina begitu iri dengannya, Ina tatap menyayangi Reina dengan sepenuh hati.
"Kakak nggak tahu Dek apa yang kamu iri dari Kakak, padahal jelas sekali beban Kakak begitu berat,"
Selamat membaca cerita Absurd ini. Ok disini saya berusaha membangun unsur humor seadanya wkwkekek, meskipun jatuhnya garing hehehehe.
Memang cerita ini 50% ada kejadian nyatanya. Tapi untuk juruzan itu, aku ikuti saja dengan jurusan aku sendiri, biar gak perlu riset lagi heheheh. Terima kasih.
-Anya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Absurd [END]
Teen FictionAlangkah lebih baiknya follow dulu sebelum membaca yuk😝 "Cita-cita lo apa?" "Ngangkat derajat keluarga." "Hobby lo apa?" "Rebahan." Inasyha Taraquenza, si sulung dari keluarga TaraQueen. Memiliki hobby rebahan, dengan cita-cita setinggi awan. Inasy...