Long time no see, Dears.
Mohon maaf baru bisa melanjutkan cerita ini sekarang. Selain beberapa hal yang menyita waktu Hara di dunia nyata, semangat menulis Hara juga lagi jongkok banget. Makanya Hara milih buat banyak mengisi otak dengan banyak baca.
Sebisa mungkin Hara bakal lanjutin cerita ini kok. Tapi maaf kalau kadang updatenya cepet, tiba-tiba updatenya lama banget.
Semoga masih ada yang baca, ya ...
Jangan lupa vote dan komentar, ya!
Happy reading! ^^
***
"Apa yang terjadi dengan wajahmu? Bukannya yang sakit itu temanmu? Kenapa wajahmu yang terbakar begitu?" Christian menunjuk wajah Kissy dengan jari telunjuk kanan. Sementara jari yang kanan mencengkeram erat sebuah totebag berwarna cokelat susu.
Kissy menangkup kedua pipinya sembari menggeleng. "Tidak. Aku hanya ...." Pandangannya terfokus pada apa yang Christian bawa. Dia lantas mengulurkan tangannya, meminta. "Berikan buburnya. Biar aku siapkan. Tolong periksa dia di kamar seberang kamarku. Aku sudah mengompresnya, tapi–"
"Kamu yakin membiarkanku masuk? Bagaimana kalau temanmu terganggu? Jangan lupakan genderku ya, Cy!" Christian menyerahkan totebag yang dia bawa dan melangkah masuk, tetapi tetap menunggu Kissy menutup pintu sebelum masuk lebih jauh.
Kissy menghela napas dan melewati Christian acuh tak acuh. "Dia pria, Chris."
Sontak mata Christian membola. "Apa? Pria?" Dia bergegas menghampiri Kissy yang tengah menuangkan bubur dalam termos ukuran sedang ke dalam mangkuk. "Kamu tinggal dengan pria sekarang? Seriously, dia cuma teman? Bukan–"
"Ini bubur apa, Chris? Aromanya enak."
Sekilas Chris melirik bubur yang masih mengepulkan uap. "Abalone."
"Oh, sepertinya memang bagus buat orang sakit. Aromanya menggugah."
Christian meletakkan kedua tangannya di pinggang. Tatapannya mengincar manik mata Kissy untuk meminta penjelasan. Dia benar-benar harus mendapatkan jawaban akurat mengenai teman pria yang sedang tinggal bersama sahabatnya itu. Seumur-umur, baru kali ini Kissy mengizinkan seorang pria tinggal bersamanya. Kissy bahkan menolak keras dirinya untuk menginap walau hanya semalam.
Kissy yang merasa sedang diperhatikan secara saksama pun menoleh. "What? Sudah kubilang dia di kamar."
Menyerah, Christian menurunkan tangannya. Dia mengosongkan paru-paru bersamaan dengan gerakan bahunya yang turun. Dia lantas menggerakkan tungkai menuju kamar yang Kissy maksud.
Tak selang beberapa lama, Kissy menyusul. Kedua tangannya penuh memegang sebuah nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih hangat. Dia berdeham untuk menyadarkan Christian yang sedang mematung.
Christian menoleh. Wajahnya jelas dipenuhi tanda tanya. Bibirnya beberapa kali bergerak hendak mengucapkan sesuatu. Sayang, lidahnya terasa kelu sehingga yang keluar hanyalah seuntai kalimat ambigu.
"Kissy, dia ...." Christian tidak mampu menggenapi ucapannya.
Kissy mengalihkan tatapan selaras dengan langkahnya menuju nakas. Dia tak menyahuti Christian, seolah-olah membiarkan otak temannya itu berimajinasi liar. Kissy tahu kalau Christian akan menuntut jawabannya nanti, tetapi bukan itu kosentrasinya kini. Adhiyaksa harus segera mereka tangani sebelum keadaannya semakin kritis.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...