Malam, Dears!
Kangen sama Hara?
Dua hari libur update, ya.
Ketemu lagi sama Kissy dan Adhiyaksa. Malam ini Hara bakal update 2 bab. Sebagai ganti kemarin bolos update. Hara baik, 'kan? Wkwkwkk
Vote, comment, dan share cerita ini ke teman kalian.
Selamat datang napas-napas awal mula penderitaan. Ingat, cerita ini akan memiliki sad ending.
Happy reading!
***
"Aku tidak tahu kalau kamu sesibuk itu sekadar menemuiku sekarang," sindir Amira. Tangan kanannya tak henti mengelus perutnya yang sudah membuncit besar.
Adhiyaksa menyandar pada sofa. Dia meletakkan jasnya di sofa lain yang kosong. Kini tubuhnya hanya berbalut kemeja putih biasa. Alih-alih langsung menjawab, Adhiyaksa menyibukkan diri melepas kancing lengannya. Lalu dia menggulung lengan kemejanya sebatas siku.
"Ada apa tiba-tiba ingin bertemu denganku?" Adhiyaksa tak ingin berbasa-basi. Dia bahkan tak berniat menatap Amira.
Amira mendengkus keras. Dia memalingkan wajah ke arah televisi yang masih menyala menampilkan acara fashion show menjelang musim dingin. Beberapa model sedang berlenggak-lenggok di atas catwalk memamerkan rancangan busana yang cocok dengan trend kekinian sesuai musim.
"Kamu memang tidak cocok berbasa-basi."
Perlahan pandangan Adhiyaksa mengarah pada Amira. Kedua alisnya menukik ke atas. Glabelanya berkerut dalam. Dia belum bisa menerka-nerka ada apa gerangan.
Dua minggu lalu, Amira memintanya untuk bertemu. Tak merasa perlu, Adhiyaksa sengaja mengabaikannya. Akan tetapi, di saat dia seharusnya menemani Kissy di acara fashion show istrinya itu, Amira sudah tak bisa dinego meminta bertemu. Padahal Amira tak pernah sepemaksa ini sebelumnya.
"Bukan hanya aku yang tak bisa berbasa-basi. Kamu pun begitu. Bahkan sejak malam pernikahan kita dulu. Lalu, kenapa membahasnya sekarang?" tanya Adhiyaksa malas dan tak acuh.
Adhiyaksa mulai tak betah berlama-lama dengan Amira. Fokusnya kini benar-benar tak berada di tempat, melainkan pada Kissy. Dia sedikit khawatir pada istrinya itu.
Pasalnya, pagi tadi Kissy kembali lemas dan hampir tak bisa bangun. Adhiyaksa sudah berusaha membujuk Kissy agar absen di acara fashion show itu dan segera mengunjungi dokter. Namun, wanita kesayangannya itu mendadak baikan setelah bergelayut manja dan minta dipeluk sampai menjelang siang.
Amira mengembuskan napas kasar. Meninggalkan televisi, dia memberi Adhiyaksa mata. "Apa Abrisam menemuimu?"
"Menemuiku? Untuk apa?"
Amira menatap Adhiyaksa heran. "Jadi, dia tak menemuimu? Sekali pun?"
Adhiyaksa menggeleng satu kali. "Tidak "
"Menurutmu, kenapa dia belum menemuimu?"
Lelah bermain tanya jawab, Adhiyaksa hanya mengangkat bahu. Netranya mengarah pada televisi. Dia menonton acara fashion show itu penuh khidmat. Dia berharap istrinya segera muncul di sana dalam keadaan baik-baik saja. Karena jika tidak, Adhiyaksa tak akan memaafkan diri sendiri sebab sudah menghabiskan waktu berharganya menemui Amira.
"Adhiyaksa, ini benar-benar aneh. Kamu tidak merasa ada yang aneh?" tanya Amira lagi.
Berdecak sekilas, Adhiyaksa menjawab, "Semua tampak normal, Amira. Apa yang aneh? Memangnya kenapa Abrisam harus menemuiku? Dia tak akan menemuiku kalau bukan karena sesuatu yang penting, gawat, atau sedang menginginkan sesuatu dariku."
"Karena kami melihatmu bersama seorang wanita sedang berbelanja bersama dua minggu lalu."
Seketika Adhiyaksa terdiam. Tubuhnya menegang seiring dengan deru napasnya yang tercekat. Untuk beberapa detik, dia mematung akibat kabar yang baru saja menyambangi indera pendengarannya.
Kemudian, Atensi Adhiyaksa tertuju sepenuhnya pada Amira. Sorot matanya melayangkan banyak pertanyaan. Dia belum menemukan kemampuan linguanya yang tiba-tiba hilang.
"Apa wanita itu kekasihmu? Kalian terlihat sangat mesra. Melihat sekilas saja, aku tahu kalau kamu begitu mencintainya. Pun sebaliknya. Jadi, apa dia yang menjadi alasanmu meminta kita tinggal terpisah?"
"Kita sudah sepakat untuk tidak mengusik privasi masing-masing," tukas Adhiyaksa tegas.
Amira mengangguk-angguk kecil. Usapan pada perut besarnya berhenti. "Iya, memang benar. Tapi kamu juga bilang kalau Abrisam bisa menjadi penguat alibi kita di sini. Kita sepakat untuk tak membawa Abrisam dalam pernikahan ini agar semua tak menjadi rumit. Masalahnya sekarang, Abrisam telanjur melihatmu bersama wanita lain."
Amira menjeda perkataannya sebentar. Dia mengamati raut wajah Adhiyaksa yang tak berubah, tetap datar. Padahal dia berharap Adhiyaksa bisa mengerti ke arah mana pembicaraan mereka kali ini. Sayang, pria di depannya itu setia bergeming.
"Abi ... terlihat sangat marah. Dia sempat ingin menghampirimu, tetapi berhasil aku cegah. Dia juga mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan tentang wanita yang tengah bersamamu. Aku pun menjawab sebisaku. Aku bilang, wanita itu rekan kerja sekaligus sahabat dekatmu. Lantas dia tak bertanya ulang. Menurutmu, apa dia percaya?"
Tbc
Masih su'udzon sama Amira?
Sudah vote?
Sudah komen?
Sudah bawa pasukan tak kasat mata?
Thank you, Dears! 💕
Big hug,
Vanilla Hara
06/05/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...