BREAK UP #21

1.8K 238 21
                                    

Siang, Dears! ^^

Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.

Jangan heran kalau mulai sekarang Hara tiba-tiba update borongan. Soalnya kalau cerita ini selesai, baik BREAK UP dan COFFEE BREAK mau Hara pindahkan. So, bacalah selagi on going.

Happy reading!






***







Mata Adhiyaksa mengerjap perlahan. Pemandangan pertama yang jatuh tepat pada retinanya adalah wajah Kissy yang masih nyenyak terlelap. Gadis itu tengah tidur menghadapnya, sementara dia masih tetap berada di posisi semula–terlentang dengan kepala menoleh ke sisi kanan.

Adhiyaksa termangu beberapa saat. Dalam sekian tahun hidupmya, baru kali ini dirinya menemukan wajah seorang gadis ketika pertama kali membuka mata. Namun sayang, gadis itu bukanlah Amira yang notabene adalah istrinya. Bukan pula salah satu pelaku one night stand karena Adhiyaksa tak pernah menginginkan hubungan semalam layaknya kesenangan yang tak bisa Abrisam tinggalkan.

Cantik. Itu kata pertama yang melintas di benaknya tentang seorang Kissy kala tertidur. Ah, tidak. Kissy tetap cantik sekalipun terbangun. Bedanya, kali ini Adhiyaksa lebih leluasa mengamati wajah cantik itu.

Mulai dari alis tebal Kissy yang rapi, lalu turun pada bulu matanya yang lentik. Hidung Kissy terbilang kecil, tetapi mancung. Mungkin saat dia dan Kissy sedang berciuman, hidung kecil itu akan sedikit merepotkan. Belum lagi bibir tipis Kissy yang sedang terbuka terlihat begitu mengundang.

Adhiyaksa penasaran bagaimana bibir itu nantinya mendesah meneriakkan namanya berkali-kali. Atau bagaimana rasa bibir itu kala melakukan kenikmatan yang lain pada tubuhnya. Apakah rasanya akan semenyenangkan saat bibir itu hanya dia rangkum dengan bibirnya? Entahlah. Adhiyaksa rasanya tak sanggup membayangkan lebih jauh.

Memikirkannya saja membuat ereksi Adhiyaksa semakin menjadi. Padahal jika dilihat-lihat, Kissy tidak sedang menari striptis sambil telanjang. Gadis itu malah sedang membungkus dirinya seperti kepompong. Tak ada bagian tubuh Kissy yang bisa Adhiyaksa lihat selain wajah. Namun, tetap saja kelelakian Adhiyaksa tergugah. Apalagi di pagi hari terbilang sangat normal bila hal itu terjadi pada seorang pria.

Melihat bagaimana Adhiyaksa berusaha keras mengendalikan diri, dia tak akan memungkiri kalau Kissy memang cantik. Hanya saja ada sisi cerewet, ceroboh, tidak pikir panjang, dan sangat ingin tahu Kissy yang sungguh keterlaluan. Entah sifat-sifat impulsif Kissy itu adalah ciri khasnya atau malah akan menjadi bencana di masa depan. Akan tetapi, satu hal yang Adhiyaksa rasakan, Kissy mampu membuat Adhiyaksa betah dan nyaman.

Pandangan Adhiyaksa bergeser ke arah nakas di mana ponselnya berdering dan bergetar. Tak ingin membangunkan Kissy, dia segera menyambit ponsel tersebut dan membawanya keluar ke arah balkon. Dibukanya pintu penghubung kamar dan balkon dengan gerakan hati-hati.

"Ya, Amira?"

"Kamu di mana? Kamu tidak pulang semalam?"

Adhiyaksa terdiam sebentar. Dia menimbang-nimbang apakah harus jujur atau tidak. Bagaimanapun, statusnya dengan Amira tetaplah suami istri. Otaknya menyarankan Adhiyaksa untuk jujur. Lagi pula apa pun kejujuran Adhiyaksa tidak akan memengaruhi atau menykiti Amira. Sayang, bibir dan hatinya kompak bekerja sama untuk melesatkan jawaban yang berbeda.

"Aku ada urusan. Ada apa?" Alih-alih menjawab pertanyaan Amira, Adhiyaksa menanyakan langsung apa yang sedang Amira inginkan.

"Tidak. Aku baru selesai memasak dan berniat membangunkanmu. Tapi kamarmu kosong. Aku pikir–"

"Jangan membuat dirimu lelah, Amira. Ingat, kamu sedang hamil."

"Aku hanya memasak, Adhiyaksa," gumam Amira pelan.

Adhiyaksa menghela napas sebelum berkata, "Kalau perlu sesuatu, kamu tidak harus membuatnya sendiri. Aku akan mencari orang untuk melakukannya."

"Ti-tidak perlu. A-aku–"

"Kita bicara dan bertemu nanti. Have your breakfast, Amira! Bonjour!" potong Adhiyaksa cepat dan segera menutup sambungan telepon.

Perasaan Adhiyaksa mengambang seketika. Mendengar Amira memasak dan berniat mengajaknya sarapan bersama, sukses memunculkan rasa bersalah yang sempat mengabur. Sejak dulu, Adhiyaksa selalu menghindari sifat bejat Prasaja yang kemungkinan besar menurun padanya. Oleh karena itu, dia tak pernah berniat bermain-main dengan wanita.

Lalu apa yang sedang dia lakukan sekarang? Adhiyaksa menghabiskan malam bersama gadis asing yang baru dia kenal. Jangan lupakan bagaimana dia memuji kecantikan Kissy tadi. Lebih parahnya, bagian dirinya bahkan sempat menegang sempurna hanya dengan memandang Kissy yang sedang terlelap di tempat tidur yang sama. Pikirannya pun terbang melayang-layang pada bayangan tak pantas.

"Kamu sudah bangun?"

Adhiyaksa sontak menoleh ke belakang. Dia mengamati Kissy yang sedang mengusap mata dan menggeliat keluar dari lilitan selimut. Perlahan-lahan gadis itu duduk, lalu merangkak ke sisi ranjang yang sempat menjadi wilayah tidur Adhiyaksa. Kissy berniat berdiri untuk menghampirinya, tetapi teriakan paniknya tiba-tiba menggema.

Dalam sepersekian detik, gerakan cepat Adhiyaksa langsung menangkap tubuh Kissy yang hampir terjungkal. Dia memang tak sempat menangkap tubuh Kissy keseluruhan. Dia hanya menahan punggung Kissy satu tangan, sementara tangan yang lain menahan bahu kanan Kissy agar tak jatuh. Namun, Adhiyaksa mendadak mengerang dan mengumpat, membuat Kissy yang setengah merangkak itu mendongak.

Kissy memandang Adhiyaksa tak mengerti. Pria itu mendongak sembari memejamkan mata. Urat-urat lehernya menegang hingga terlihat menonjol. Glabela Kissy mengerut mendengar suara serak Adhiyaksa memanggilnya.

"Nona, kamu pikir apa yang sedang kamu jadikan pegangan di bawah sana?"

"Huh?" tanya Kissy bingung, menantang manik Adhiyaksa yang terlihat lebih gelap dari yang pernah dia lihat.

Adhiyaksa mendesis seakan-akan berusaha keras menahan sesuatu. Dia kembali memejam sebentar sebelum menunduk lebih dalam. Dia menggerakkan dagu ke arah tangan Kissy betah bertengger.

"Kamu tidak mau lepaskan?"

Kissy mengikuti arah pandang Adhiyaksa. Dalam sperdekian detik, tubuh Kissy terlonjak. Dia duduk tegak beralaskan tumitnya sendiri. Pandangan syoknya belum beralih dari kisaran pinggang Adhiyaksa ke bawah. Tak sampai di situ, berkali-kali dia merutuki kebodohannya. Pantas saja dia merasa memegang benda keras, tetapi lembut dan kenyal secara bersamaan. Ternyata yang dia pegang adalah ....

"Kamu membuatku harus mandi air dingin sepagi ini," gerutu Adhiyaksa sembari berjalan ke arah kamar mandi usai melempar tatapan kesal pada Kissy yang sibuk meringis.









Tbc

Bagi yang sudah baca COFFEE BREAK pasti tahu lah kira-kira konflik cerita ini apa dan bagaimana.

See you!








Big hug,
Vanilla Hara
12/11/20

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang