BREAK UP #11

2.1K 214 7
                                    

Malam, Dears! ^^

Belom bobok, 'kan? Yang belom bobok mari mampir. Ramaikan!

Budayakan vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita, ya ...

Happy reading! ^^


***


"Ferdinan, apa ada kabar dari Tere?" tanya Adhiyaksa ketika sekretarisnya itu datang mengantar berkas-berkas penting untuk ditandatangani.

Tiga hari yang lalu-saat fitting-Adhiyaksa langsung memerintahkan Tere yang kebetulan sedang dinas di Mahattan untuk menemui designer yang Vanny usulkan. Tere tidak menolak, tetapi dia sempat bingung menanyakan tujuan perintah Adhiyaksa yang sangat melenceng dari tugasnya di sana. Akhirnya, Adhiyaksa pun menjelaskan permasalahan pernikahannya dan sedang mengupayakan untuk mengabulkan keinginan calon istrinya. Bersyukur, Tere bisa mengerti dan tidak banyak bertanya lagi mengingat wanita berusia 40 tahun itu harus memperpanjang waktu dinasnya di Mahattan.

Ferdinan berdiri dengan memegang sebuah tablet di tangan kanannya. Dia sibuk memeriksa email sebelum menjawab, "Belum ada, Pak. Apa perlu saya hubungi sekarang?"

Adhiyaksa memeriksa arlojinya sekilas. Melihat jarum pendek jam hampir menyentuh angka dua belas, dia lantas menggeleng. "Tidak perlu. Di sana sudah malam. Tere mungkin sudah istirahat."

Ferdinan menganggangguk patuh. Dia kemudian memeriksa jadwal Adhiyaksa sekali lagi untuk memastikan sebelum melaporkan. "Bapak ada lunch bersama Mr. Azooze dari Dubai pukul satu. Setelah itu, jadwal Bapak kosong. Hanya perlu memeriksa berkas dan beberapa laporan." Adhiyaksa menyimak sembati membaca berkas yang Ferdinan maksud. "Dan adik Bapak meminta janji temu sejak beberapa hari yang lalu. Haruskah saya jadwalkan nanti sore atau malam saja?"

"Saya bisa pulang awal kan hari ini? Tolong kirim semua laporan yang perlu saya periksa lewat email. Saya akan cek di rumah. Dan untuk Abrisam, tidak usah kamu gubris. Saya akan menguhubungi dia langsung secara pribadi. Kamu boleh keluar."

Namun, Ferdinan tetap bergeming. Dia memandang Adhiyaksa ragu antara ingin menuruti perintah atasannya itu atau malah mengulang jadwal yang tadi dia bacakan.

Adhiyaksa melirik Ferdinan lewat ekor mata. Kemudian dia mendongak saat mendapati pria itu masih setia berdiri di tempat yang sama sembari memandangnya. "Ada yang ingin kamu sampaikan lagi?" tanya Adhiyaksa.

"Maaf, Pak. Saya hanya ingin mengingatkan sekali lagi kalau Bapak ada lunch dengan Mr. Azooze di Harison Hotel."

Adhiyaksa mengangkat kedua alisnya. "Lalu?"

Ferdinan tersenyum. Dia tahu kalau pimpinannya berada di usia puncak. Tiga puluh lima tahun adalah usia puncak bagi pria, bukan? Namun, dia tidak menyangka kalau Adhiyaksa akan sepikun dan sesantai itu atas jadwal yang sudah susah payah dia handle sejak seminggu yang lalu.

"Bapak harus berangkat sekarang sebelum terjebak macet." Ferdinan mengecek arlojinya, kemudian melanjutkan. "Antara Prasaja Corp. dengan Horison Hotel membutuhkan waaktu kira-kira setengah jam perjalanan. Sekarang sudah pukul dua belas lebih lima menit. Dan saya harus menginformasikan kalau Mr. Azooze tidak menolerir keterlambatan atau tindakan tidak disiplin atau tidak bertanggung jawab dalam bentuk apa pun, termasuk janji temu, mengingat pertemuan dan makan siang ini sangat penting. Jadi, kita harus berge-"

"Oke. Saya mengerti." Adhiyaksa menunduk sembari memijat pelipis kanannya. Dia mengakui kalau beberapa saat lalu dia kehilangan fokus. Ada beberapa hal yang mendadak berkelibatan dalam pikirannya setelah mendengar permintaan bertemu Abrisam.

"Bapak kurang sehat? Perlu saya atur ulang?" Ferdinan merasa khawatir sekarang. Ini pertama kalinya dia melihat fokus Adhiyaksa teralih, terlebih saat jam kerja berlangsung.

Adhiyaksa menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan. Dia lantas berdiri dan mengambil jas yang disampirkan pada sandaran kursi. Dipakainya jas itu dengan gerakan cepat. "Tidak perlu, Ferdinan. Kita berangkat sekarang!"

Keduanya langsung keluar dan berjalan menuju lift khusus untuk yurun ke basemant. Saat menunggu lift, ponsel Adhiyaksa berbunyi. Panggilan dari Tere.

"Bagaimana?" tanya Adhiyaksa tanpa tedeng aling-aling.

"Maaf, Pak. Saya baru bisa menghubungi karena acara baru selesai pukul sebelas. Dan bertemu dengan peserta lomba tidaklah mudah. Tetapi, saya sudah bertemu dengan Kissy Azura Fassa. Kabar baiknya, dia bersedia untuk memberikan rancangannya lepada kita. Kabar buruknya, karena homebase dia di Paris, dia butuh waktu untuk mengirimnya ke Indonesia. Minimal sampai dia kembali ke Paris lusa. Apakah akan sempat?" lapor Tere.

Adhiyaksa terdiam sebentar. Otaknya menghitung cepat waktu yang tersisa menjelang pernikahannya. Dia tahu tidak ada banyak waktu untuk menunggu gaun itu sampai di Indonesia tepat waktu. Namun, entah mengapa dia perlu berjudi dengan waktu kali ini. Jadi, dengan mantap dia menjawab, "Lakukan saja seperti rencana awal. Katakan padanya untuk menggunakan ekspedisi tercepat berapapun biayanya. Include-kan saja pada tagihan yang ada."

"Baik, Pak. Saya akan urus semuanya."






Tbc


Adhiyaksa sejak dulu memang suka berjudi, ya? Wkwkkwk

Jangan lupa vote, ya ...

Sampai jumpa di lain kesempatan!




Big hug,
Vanilla Hara
22/02/20

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang