BREAK UP #25.5

1.6K 216 30
                                    

Siang, Dears! ^^

Tiga hari Hara absen. Ketemu lagi ya sama Hara.

Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.

Bab ini menjadi awal bagaimana Adhiyaksa dan Kissy tinggal bersama.

So, happy reading!





***








Adhiyaksa bangkit dari kursi balkon. Semalam dia tidak bisa tidur barang sejenak. Berbagai cara sudah dia lakukan agar bisa mengunjungi alam mimpi. Sayang, sebanyak apa pun dia menyalurkan energinya untuk berolahraga hingga lelah, kantuk itu tak jua menyapa. Akhirnya, dia menghabiskan malam dengan duduk memandang langit berteman white wine kesukaannya.

Pagi ini adalah pagi terakhir sebelum dia dan Amira resmi tinggal terpisah. Selama tiga hari dia benar-benar mempersiapkan segala hal agar Amira tak susah dalam masa kehamilan. Kata sepakat di antara mereka tak membuat Adhiyaksa lepas tangan. Beruntung, Amira pun mengiyakan satu syarat yang dia ajukan meski awalnya menolak keras.

Dia menenteng satu gelas kosong dan sebotol white wine yang tersisa separuh. Dia berjalan ke arah rak kaca di mana koleksi wine miliknya tersimpan. Tidak, Adhiyaksa tidak mabuk. Semalam dia hanya mencicipi segelas dengan menyesapnya sedikit demi sedikit.

Setelah menyimpan sisa wine-nya di tempat seharusnya, dia mengunci rak itu dan mengantungi kuncinya. Hal itu dia lakukan sekadar untuk berjaga-jaga. Siapa tahu suatu hari nanti Amira berada di titik jenuh sehingga tidak bisa berpikir jernih dan membahayakan bayinya. Tanpa memiliki pengetahuan medis mumpuni pun Adhiyaksa sangat paham kalau alkohol tidak akan pernah berteman baik dengan janin.

Adhiyaksa menggerakkan tungkai ke arah bak cuci piring. Bak sudah terbiasa, dia mencuci gelas bekas minumannya itu. Dia bahkan mengeringkannya dengan lap sebelum menggantungnya di atas meja bar melengkapi gelas-gelas lain.

"Aku pikir kamu pergi semalam." Amira muncul di dapur bertepatan dengan tangan Adhiyaksa yang turun.

"Aku pergi pagi ini." Pandangan Adhiyaksa mengikuti pergerakan Amira sampai wanita itu berdiri mematung di depan pintu kulkas yang terbuka. "Mau aku masakkan sesuatu sebelum aku pergi?" tawarnya.

Amira menyomot satu buah apel merah. Dia menggeleng sembari berkata, "Tidak perlu. Aku rasa dengan memaksaku menerima catering makanan sehat harian sudah lebih dari cukup. Itu pun belum tentu masuk ke dalam perutku. Dia sepertinya sedang menyukai buah-buahan," tolak Amira seraya mengusap perutnya yang masih rata.

Adhiyaksa mengangguk. "Aku mendengarmu mengalami morning sickness tadi. Mau coba ke dokter untuk konsultasi? Mungkin dokter bisa memberimu vitamin atau obat pengurang mual. Bagaimanapun, dia butuh asupan makanan. Kalau kamu terus muntah dan hanya makan buah, bagaimana dia bisa tumbuh dengan baik?"

Amira berbalik, menantang manik kelam Adhiyaksa. Sejenak, dia bergeming. Dia sudah memeriksakan kandungannya selama di Indonesia. Vitamin dan obat-obatannya pun masih ada. Namun, mual itu tak juga berkurang.

Hal terakhir yang dia coba adalah menyemperotkan parfum pada satu-satunya kemeja pria yang dia punya dan bawa dari kediaman lamanya di Indonesia. Parfum beraroma cendana bercampur kayu manis yang tak sengaja dia miliki di pocket make up-nya. Anehnya, cara itu berhasil. Dia dan bayi yang dikandungnya seolah-olah betah memeluk dan menghidu aroma kemeja itu sembari bergelung seharian penuh.

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang