Midnight, Dears!
Maaf telat update. Dari tadi Hara dilep. Ngetik sambil mulet-mulet. Beneran sakit banget. Makanya, baru selesai.
Hara langsung update 2 bab sebagai konsekuensi keterlambatan update. Jadi, buat nebus jadwal update kemarin sama hari ini.
Langsung saja, ya...
Vote, comment, dan share cerita ini ke teman kalian.
Happy reading!
***
"Apa ini?" Kissy memutar-mutar sebuah tabung hitam agak panjang.
Adhiyaksa yang sedang serius memeriksa beberapa pekerjaan yang Ferdinan kirim, mau tak mau harus membiarkan Kissy ikut menemaninya. Jika tidak, istrinya itu tidak akan pernah mengizinkan Adhiyaksa menginjak ruang kerja selama di rumah. Sekarang, istrinya itu sedang menginvansi ruang kerjanya. Entah apa yang ingin Kissy cari. Yang jelas, sepertinya Kissy sudah menemukan hal yang menarik.
Dua minggu ini kesehatan Kissy tidak begitu bagus. Kissy menjadi lebih picky dan susah makan. Adhiyaksa sudah membujuknya untuk mengunjungi dokter. Akan tetapi, Kissy menolak. Istrinya itu keukeuh berpendapat bahwa dirinya tidak sedang sakit.
Adhiyaksa pun mengalah. Mungkin, nafsu makan Kissy menurun dikarenakan sibuk menyiapkan fashion show yang rencananya akan digelar bulan depan. Jadi, mungkin karena hal itu jugalah Kissy menjadi cepat lelah dan semakin manja padanya.
Adhiyaksa belum mengalihkan atensinya. Dia masih fokus membalas email Ferdinan. Dia mendengar pertanyaan Kissy, tetapi Adhiyaksa tak mau fokusnya terbelah. Dia membiarkan saja Kissy melakukan apa yang disukainya.
"Wah!" pekik Kissy histeris.
Selang beberapa detik, Adhiyaksa mendengar langkah tergesa Kissy menghampirinya. Adhiyaksa mulai menghitung dalam hati seraya mempercepat pekerjaannya. Dia ingin mencurahkan seluruh atensinya kepada istrinya itu ketika berada di dekatnya.
"Mas! Ini kamu yang gambar?" Kissy langsung menggeser laptop Adhiyaksa dan mulai membentangkan gulungan kertas yang dibawanya.
Beruntung, Adhiyaksa sempat menekan tombol send. Dengan demikian, pekerjaan pun selesai. Jadi, dia hanya duduk bersandar seraya mengamati Kissy yang sibuk menyingkirkan beberapa benda di atas meja.
Kissy mengganjal setiap sudut gulungan kertas dengan beberapa benda sehingga terpampang sempurna. Kemudian, dia menyilangkan tangan sebatas dada. Perlahan, mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuk kanan.
"Ini ... lebih seperti gambar rancangan rumah," gumam Kissy menerka-nerka.
Adhiyaksa meraih pinggang Kissy dan membawanya ke atas pangkuan. Sejak Kissy manja, dia mulai terbiasa dengan Kissy di pangkuannya. Entah untuk makan atau menonton televisi di ruang tengah. Bahkan jika dipikir-pikir, saat bercinta akhir-akhir ini pun Kissy lebih mendominasi dan agresif. Dan Adhiyaksa sangat menyukai perubahan tersebut. Apalagi perubahan lekuk tubuh Kissy yang semakin terlihat seksi dan berisi.
"Memang," jawabnya berbisik.
Kissy menoleh. Lantas dia tersenyum sembari membawa kedua tangannya melepas kacamata baca milik Adhiyaksa. Setelah meletakkan kacamata itu di atas meja, dia merangkul leher Adhiyaksa mesra.
"Kamu yang gambar?"
Adhiyaksa mencuri satu kecupan di pucuk hidung Kissy karema gemas.
"Bukan. Ini rumah rancangan Mama."
"Oh. Aku pikir kamu yang gambar."
"Aku bisa membuat yang seperti itu karena pernah belajar otodidak. Dulu mimpiku menjadi seorang arsitek."
"Oh, iya?" Pupil mata Kissy membesar.
"Hm." Adhiyaksa mengangguk.
"Lalu kenapa malah kerja di perusahaan?"
Selama beberapa detik, Adhiyaksa bungkam. Dia melepas rangkulan tangan Kissy di lehernya. Kemudian Adhiyaksa membawa Kissy menghadap ke depan. Kedua tangannya membelit perut Kissy dari belakang.
Adhiyaksa mendaratkan dagunya ke pundak Kissy. Dia memejam sebentar mengingat betapa menyakitkan kala impiannya diberantas habis oleh satu-satunya keluarga yang Adhiyaksa harap bisa memberi dukungan. Perasaan sedih dan kecewa pada Prasaja yang dulu membuncah kembali meluap bak air bah. Padahal selama ini, Adhiyaksa berhasil menekannya hingga mati rasa.
"Papa ... Papa tidak pernah mengizinkanku menjadi apa yang aku mau," jawab Adhiyaksa getir.
Tiba-tiba Kissy ikut merasakan bagaimana berkecamuknya perasaan Adhiyaksa. Dia pun memberi elusan lembut di tangan Adhiyaksa. Kissy merutuki pertanyaan lancang yang terlontar dari bibirnya. Dia sangat menyesal sekarang karena sudah membuat Adhiyaksa sedih walau suaminya itu tak menampakkannya terang-terangan.
"Kamu hebat bisa sampai di titik ini, Mas. Mungkin di mata orang lain, kamu terlihat bodoh karena membuang mimpimu demi orang tua. Tapi kenyataannya tidak begitu. Kamu belajar menyukai apa yang Papa kamu inginkan. Dan kamu sudah melakukan yang terbaik sampai sekarang. Kamu tidak kehilangan mimpimu, Mas. Kamu masih bisa mewujudkannya jika kamu mau. Karena mimpi tidak pernah mengenal batas waktu."
Adhiyaksa terenyuh. Dia tak menyangka kalau wanita kesayangannya yang manja bisa menjelma menjadi sosok yang begitu dewasa. Sudah Adhiyaksa katakan, bukan, kalau Kissy selalu bisa mengingatkannya pada Mala. Lewat Kissy pulalah Adhiyaksa kembali merasakan hangatnya kasih sayang. Sekarang, dia mendapatkan sebuah pengertian yang sudah lama dia dambakan. Meskipun bukan dari Prasaja, perasaan Adhiyaksa menghangat mendengarnya.
"Sekarang aku tidak ingin menjadi itu semua, Sugar. Aku hanya ingin menjadi suamimu saja. Menjadi kepala keluarga dan ayah yang baik untuk anak-anak kita kelak. Mulai sekarang, cuma kamu tujuan, hidup, dan mimpiku, Sugar. Bukan yang lain." Adhiyaksa mengeratkan pelukannya dan mengecup pelipis kanan Kissy penuh sayang.
Tbc
Sudah vote?
Sudah komen?
Sudah bawa pasukan jelangkung?
Thank you, Dears! 💕
Jangan tanya dari mana asal mula istri yang agresif. Jelas dari ajaran suamik. Bisa dilihat, kan? ( ꈍᴗꈍ)
Big hug,
Vanilla Hara
03/05/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...