Malam, Dears! ^^
Malam ini jadwalnya update BREAK UP. Sudah Hara bilang, lapak ini bakal Hara update serutin mungkin, sebisa mungkin.
Jadi, selamat bersenang-senang.
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita ...Happy reading! ^^
***
Abrisam tertegun dan tak bisa membantah. Senyum jenakanya hirap. Apa yang Adhiyaksa utarakan sepenuhnya benar. Itulah kenapa dia sangat jarang pulang dan lebih memilih hidup bebas tanpa perlu memikirkan rumah. Baginya, kediaman Prasaja hanyalah sebuah bangunan tempat dia singgah. Andai saja Mami tidak tinggal di sana dan memilih ikut bersamanya, mungkin Abrisam tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di sana.
"Kamu benar, tetapi juga salah, Kak," gumam Abrisam pelan. Adhiyaksa sedikit menelengkan kepalanya guna melirik dan menilik maksud ucapan Abrisam. Abrisam mempertemukan manik matanya dengan milik Adhiyaksa. "Bangunan yang biasa kita singgahi memang bukanlah sebuah rumah. Kamu benar, sangat benar malah. Baik aku dan kamu tahu kalau tidak ada cinta di sana. Kita bahkan tidak bisa menyebut ikatan yang kita punya sebagai keluarga hanya karena kita tinggal bersama," papar Abrisam kemudian.
Abrisam menjeda penjelasannya sembari menghela napas. Dia lantas menggeleng sembari berkata, "Tapi kamu salah kalau kamu tidak punya kesempatan mewujudkan rancangan itu dan menjadikannya sebuah rumah tempat kamu berpulang, Kak. Dalam pernikahan yang akan kamu lakukan, cepat atau lambat pasti ada cinta di dalamnya. Lagi pula, menurutku Amira bukanlah wanita yang sulit untuk dicintai. Apalagi jika nanti dia sudah menjadi seorang istri. Dia layak, bahkan sangat layak untuk kamu cintai, Kak. Dan aku akan selalu berdoa untuk kebahagianmu itu. Suatu saat nanti, aku berani bertaruh kalau kamu pasti akan mewujudkan rancangan itu demi cintamu, Kak. Pasti."
Adhiyaksa tetap bergeming. Mendengar kalimat-kalimat panjang Abrisam, membuatnya sadar bahwa adiknya itu sudah dewasa hingga bisa merangkai bualan seindah yang dia dengar. Kenyataannya, Adhiyaksa tahu benar kalau Papa tidak akan pernah membiarkannya mewujudkan impiannya menjadi nyata. Jika semua semudah yang Abrisam katakan, maka tidak perlu sampai dia menemukan cinta untuk memproyeksikan rancangan Mama. Cinta hanya salah satu alasan yang dia jadikan kambing hitam untuk memupuskan harap. Bagi Adhiyaksa, cinta tak lebih dari sebuah bisnis semata.
Atensi Adhiyaksa teralih saat ponselnya berdering. Dia meraih ponselnya malas-malasan. Dia melihat sederet nomor asing yang tertera di layar. Takut panggilan itu penting, dia pun menegakkan tubuh, duduk dengan benar sebelum mengangkat panggilan itu.
"Halo?" sapanya datar.
"Adhiyaksa? Ini aku Amira."
Kedua alis Adhiyaksa terangkat, penasaran dari mana Amira mendapat nomor ponselnya. Seingatnya, dia tak pernah memberikan nomor ponselnya sejak pertemuan makan siang kemarin.
"Ada apa?"
Amira bergeming sejenak. Namun, tiga detik kemudian dia menjawab, "Aku sudah memberitahukan keputusan kita untuk menikah pada orangtuaku. Mereka sangat antusias. Papa mengundang Om Prasaja untuk makan malam di rumah. Mama memintaku mengundangmu langsung. Tadinya, aku meminta Abrisam menyampaikan undangan makan malam ini, tetapi dia sepertinya sedang sibuk karena tidak sempat membaca pesanku. Kamu ada waktu? Kalau kamu sibuk, aku akan bilang pada Mama. Kamu-"
"Aku akan datang," tandas Adhiyaksa cepat.
Dia memijit pelipisnya dengan sebelah tangannya yang bebas. Dia mendadak pusing mendengar ocehan Amira yang membawa nama Papa. Sekalipun dia sibuk, jika Papa menyetujui undangan makan malam itu, maka wajib hukumnya bagi dia untuk turut serta.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...