Siang, Dears! ^^
Setelah dini hari tadi Hara update Aira, sekarang Hara mau update Adhiyaksa. Biar adil. Biar mereka tamatnya barengan. Hehehe
Jadi, siapa yang masih menunggu cerita ini?
Jangan lupa vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita, ya ...
Happy reading!
***
"Selamat istirahat, Kak. Aku akan sering mampir ke sini. Jadi, kalau ada apa-apa, hubungi aku ya, Kak." Abrisam berdiri dan memutar-mutar kunci mobilnya setelah satu jam menghabiskan waktu di apartemen Adhiyaksa.
"Kuliah saja yang benar. Aku bisa atasi semuanya. Jangan khawatir," jawab Adhiyaksa. Dia masih asyik menyesap red wine.
Abrisam menyengir lucu, menampilkan deretan giginya yang rapi. "Oke. Selamat menikmati masa bulan madu!" ujarnya sembari mengerling jail.
Adhiyaksa hanya melirik tingkah Abrisam sekilas, lalu membuang wajah ke arah televisi yang tengah menayangkan acara bisnis dan ekonomi.
Melihat respon Adhiyaksa yang dingin, Abrisam mulai paham kalau saat ini Kakaknya itu sedang dalam mood buruk dan tidak ingin diganggu. Bisa jadi Adhiyaksa dongkol karena keberadaannya yang terlalu lama di sana sehingga membuat Kakaknya itu menunda kegiatan honeymoon-nya. Jadi, sebagai adik yang sangat pengertian, dia pun segera memutar tungkai dan melambaikan sebelah tangan.
"Aku pergi dulu. Jangan lupa mengurus kartu atau apa pun yang ada di dompetmu yang hilang, Kak!" ingat Abrisam sebelum menghilang di balik pintu.
Sepeninggalan Abrisam, Adhiyaksa masih betah berlama-lama di depan televisi meskipun pikirannya malah berkelana jauh. Istrinya sendiri sudah lebih dulu melenggang ke kamar untuk istirahat. Normalnya, dia akan bergegas menyusul dan memadu kasih tanpa ingat waktu. Sayang, dia kembali harus dihantam kenyataan kalau dirinya dan Amira sedang melakoni pernikahan yang tidak biasa. Terikat, tetapi hanya di atas kertas.
Sebagai pria normal, Adhiyaksa memiliki hasrat. Apalagi mereka tengah berada di kota paling romantis di dunia dalam naungan satu atap. Tentu saja sangat mudah membuat hasratnya terbangun. Amira bukanlah wanita buruk rupa yang tak mampu menyulut gairah. Namun, dia juga bukan pria berengsek yang akan memanfaatkan keadaan sekalipun dia tahu pernikahannya dengan Amira sah di mata agama dan hukum.
Dia tidak akan memaksa Amira hanya untuk menuntaskan nafsu. Untuk itulah dia lebih memilih bergelung di ruang tamu dan berniat mabuk, lalu berharap jatuh tertidur. Dia tidak khawatir akan menyambangi Amira di kamar karena tadi dia sudah meminta istrinya itu untuk mengunci pintu saat tidur.
Saat akan meneguk kembali red wine-nya, tiba-tiba ingatan Adhiyaksa berlari pada kejadian di bandara. Dia mengernyit tatkala mengingat jelas wajah dan ekspresi gadis yang telah membayar kopinya sekaligus memberikan dia sebutir cokelat dengan sukarela.
Seumur-umur, tidak ada satu orang pun yang berani menatapnya prihatin seperti yang gadis itu lakukan. Adhiyaksa terbiasa bertopeng sempurna, tak memberi celah siapapun untuk mengetahui kelemahannya. Namun, sikap dan tatapan gadis bernama Kissy Azura Fasa itu sukses membuatnya terusik, lantas tercenung.
Tangannya bergerilya ke saku dalam jasnya untuk mengambil cokelat sebesar bola kelereng. Dia tatap lurus-lurus sebutir cokelat itu sembari memutar-mutarnya di antara tiga jari utama.
"Aku pikir espresso tanpa gula akan terlalu pahit." Ucapan wanita muda itu berdengung tanpa diminta.
Adhiyaksa mengecimus. "Bukankah memang seperti itu rasa espresso? Dengan memberiku cokelat, dia pikir kopiku akan jadi manis, begitu?" Dia bergumam seorang diri untuk pertama kalinya. "Lalu apa yang harus aku lakukan denganmu?" tanyanya pada cokelat tersebut.
Tindakan konyolnya terputus saat ponselnya berdering nyaring. Diangkatnya panggilan tersebut setelah melirik ID Caller yang tertera di layar sekilas. Tak banyak sahutan darinya selain gumaman tidak jelas dan kata "oke". Panggilan itu pun terputus tak lama kemudian.
Hilang sudah keinginannya untuk mabuk. Adhiyaksa kembali membungkus cokelat itu dalam genggaman. Dia mulai beranjak ke kamar lain di mana kopornya berada. Kelengahan Abrisam saat sedang menyantap masakan Amira, cukup memberikan waktu untuknya memindahkan kopor ke kamar lain di lantai dua.
Sesampainya di kamar, dia meletakkan segelas wine dan cokelat itu di atas nakas. Kini dia sibuk membongkar kopor dan merapikan barang-barangnya. Tak banyak barang yang dia bawa meskipun dia tahu akan tinggal lama. Dia pikir akan lebih mudah membeli beberapa barang jika memang diperlukan daripada membawanya dalam jumlah besar dan berlebihan dari Indonesia. Tak pelak, dalam waktu lima belas menit, semuanya sudah tertata rapi di dalam lemari.
Adhiyaksa mengambil laptop dan buku agendanya. Hilangnya niat untuk mabuk, ternyata juga membawa kabur segala rasa kantuk. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk mulai mempelajari medan perangnya esok. Bagaimanapun, dia tak ingin Papa menaruh curiga perihal kepindahannya ke benua Eropa. Jadi, mau tidak mau dia harus bekerja lebih keras lagi untuk menunaikan sebuah janji berikut ambisi.
Saat menunggu laptop tersebut menampilkan layar dekstop, dia menyempatkan diri membuka buku agendanya. Namun, baru saja dia membalik sampulnya, secarik kertas terjatuh. Dia memanjangkan lengan untuk mengambil kertas tersebut. Bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti untaian kalimat yang tertera di sana. Bola matanya nyaris keluar saat membaca sederet nama yang sejak tadi menginvansi otaknya.
Kissy Azura Fasa.
Ya. Adhiyaksa tak salah baca ataupun tak salah ingat. Kertas yang sedang dia baca adalah ucapan selamat dari designer muda yang dipilih Amira. Namanya sama persis seperti nama wanita muda yang dia temui di bandara. Otaknya mengelak dengan menyimpulkan bahwa itu hanya sekadar kesamaan nama belaka, belum tentu orang yang sama. Namun, sudut hatinya membisikkan kemungkinan yang lain.
Tak ingin dipermainkan oleh rasa penasaran, tangannya lebih cepat bergerak dibanding logikanya. Dalam sekejap mata, dia kembali mendial nomor yang tadi sempat mengubunginya.
"Ya, Pak? Apa ada yang perlu saya lakukan lagi?" sahut seseorang di seberang sana.
"Cari tahu tentang designer yang bernama Kissy Azura Fasa. Kirimkan semua data tentangnya padaku segera. Sepuluh menit. Waktumu sepuluh menit. Mengerti?" perintahnya tak ingin dibantah.
Adhiyaksa memutus sambungan teleponnya. Manik matanya tertuju pada sebutir cokelat di atas nakas. Entah kenapa perasaannya tergerak untuk mencari tahu kebenaran yang ada. Jantungnya bertalu-talu hebat membayangkan dugaan samarnya benar.
Namun, dia juga tak memiliki rencana apa pun andai nama tersebut merujuk pada orang yang sama. Satu hal yang pasti, Adhiyaksa tidak suka memiliki utang budi. Jika memang nama itu hanya milik satu orang, maka besar kemungkinan dia akan menemui Kissy lagi dan membayar lunas semua yang sudah wanita itu beri.
Tbc
Bab depan, Adhiyaksa bakal nyamperin Kissy, enggak?
Pertemuan kedua yang seperti apa yang kalian harapkan dari pasangan ini?
Sudah vote?
Sampai jumpa di lain kesempatan! ❤️
Big hug,
Vanilla Hara
14/03/20
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...