BREAK UP #06.5

2.5K 249 6
                                    

Pagi, Dears! ^^

Tolong budayakan vote sebelum membaca, lalu komentar di akhir cerita, ya ...

Happy reading! ^^

***


Dari sekian panjang kalimat yang Amira ucapkan, hanya dua kata yang mengganggu pendengaran Adhiyaksa. Seperti sebelumnya. Apa yang Amira maksud dengan kata seperti sebelumnya? Adhiyaksa yakin kalau mereka berdua belum pernah membicarakan hal ini di pertemuan terakhir mereka. Lalu apa maksud perkataan Amira?

Amira tertegun untuk beberapa detik, menyadari bahwa dia baru saja salah bicara. Akibatnya, dia mendapat sorotan penuh dari Papa, Om Prasaja, dan sudah pasti Adhiyaksa. Jantungnya bertalu-talu seiring usahanya memeras otak untuk mencari penjelasan yang mungkin bisa terdengar logis dan diterima.

"Maksudku-"

Kalimat yang Amira ucapkan tidak tergenapi karena terpotong dengan gema tawa Nyonya Benazir. Mama Amira mengibaskan telapak tangannya di udara saat berkata, "Ah, Mama baru ingat! Itu yang tadi kamu bicarakan saat sibuk memasak, 'kan?" tanyanya yang ditanggapi dengan anggukan Amira.

"Ya." Amira menimpali ucapan Mamanya terlampau lirih.

Nyonya Benazir lantas mematri netra Adhiyaksa dan Tuan Prasaja bergantian sembari tertawa canggung. "Maaf, Pak Prasaja, Nak Adhiyaksa. Sepertinya saya yang salah tangkap sejak awal. Tadi Amira memang sempat membicarakan hal ini saat di dapur. Mungkin karena saya saking antusiasnya mendengar berita bahagia yang dia sampaikan sebelumnya, saya mengira dia menginginkan pernikahannya dipublikasikan segera setelah sah."

Adhiyaksa melirik Papa sekilas yang sedang menyunggingkan senyum maklum. Namun, entah mengapa Adhiyaksa merasakan makna ganda di ucapan Amira tadi. Terlebih saat dia mengamati bagaimana ekspresi Amira saat mengatakannya. Matanya terlihat sendu dan kosong seolah-olah dirinya sedang hanyut akan sesuatu yang tak bisa Adhiyaksa selami. Itulah kenapa ucapan Nyonya Benazir terdengar sumbang di telinganya.

Adhiyaksa hendak menanyakan kebenarannya secara langsung pada Amira agar tidak ada kesalahpahaman di antara keduanya kelak. Akan tetapi, kalimat tanya yang sudah di ujung lidah itu harus Adhiyaksa telan kembali tatkala Papa menyuarakan pendapatnya.

"Tidak ada yang salah dengan memublikasikan sebuah berita bahagia, apalagi tentang pernikahan Adhiyaksa dan Amira. Kebersamaan mereka selama acara akan mematahkan opini masyarakat kalau pernikahan ini hanya berlandaskan bisnis semata. Selain berdampak baik bagi citra kedua perusahaan, berita tersebut juga menjadi pengingat bagi keduanya kalau mereka sudah memasuki babak baru dalam kehidupan. Jika ada yang berniat buruk para pernikahan mereka suatu saat nanti, tentu orang itu sudah tahu akan berhadapan dengan siapa. Bukan hanya Benazir Corp. melainkan juga Prasaja Corp. Bukan begitu, Amira?"

Amira mengerjap, lidahnya kelu untuk sekadar menjawab. Apalagi sorotan mata Om Prasaja begitu dalam dan tajam seolah-olah sengaja melontarkan peringatan terbuka. Dalam keterdiamannya, pikiran Amira berkecamuk hebat, menerka-nerka tujuan Papa Adhiyaksa itu bertanya demikian padanya.

Dia berjengit kaget saat merasakan sentuhan telapak tangan Mama pada punggungnya. Amira menoleh pada Mama yang tengah tertawa sembari berkata, "Ah, sepertinya Amira begitu tersanjung dengan ucapan Anda, Pak Prasaja. Secara tidak langsung Anda menjanjikan sebuah pernikahan yang indah dan baik-baik saja untuk Amira. Saya sebagai Mamanya sungguh berterima kasih atas niat tulus Anda menjaga Amira sebagai menantu keluarga Prasaja."

"Ya, putri saya sangat beruntung memiliki mertua seperti Anda, Pak Prasaja. Terima kasih sudah memilih Amira untuk menjadi pendamping hidup putra Anda, Adhiyaksa." Tuan Benazir ikut menimpali dengan semringah.

"Tentu saja, Pak Benazir. Akan saya pastikan Amira tetap menjadi bagian keluarga kami sampai kapanpun. Saya yang menjamin kebahagiaannya," balas Om Prasaja, membuat Amira mengalihkan pandangannya dan mendapagi Om Prasaja tersenyum sumir padanya.

Mau tidak mau, Amira pun menarik sudut bibirnya ke atas, tersenyum sopan dan sangat canggung. Berbeda dengan manik matanya yang begerak ke arah kiri, bertemu pandang dengan Adhiyaksa. Calon suaminya itu tidak ikut tertawa, melainkan menatapnya lamat. Amira mengulas senyum, berharap senyumnya menular pada pria itu. Sayang, tak seinci pun sudut bibir Adhiyaksa bergerak seiring tatapannya yang menajam.



Tbc

Sampai jumpa di lain kesempatan! ❤


Big hug,
Vanilla Hara
30/01/20

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang