BREAK UP #30

1.6K 227 50
                                    

Pagi, Dears!

Pagi yang berselimut mendung, paling cocok memang baca Mas Adhiyaksa sama Kissy, ya?

Hayoo ngaku! Siapa yang nungguin bab ini? 🤣

Semoga bab ini membuat jiwa kalian menghangat di cuaca yang lagi mendung-mendung kelabu gini, ya ...

Jangan lupa vote dan penuhin setiap paragrafnya dengan komentar.

Happy reading!






***







Sudah dua jam yang lalu Christian pergi karena ada sesuatu yang harus temannya itu urus. Kissy pun sudah dua kali mengganti air kompresan Adhiyaksa yang mendingin. Dia juga tak lengah mencekoki Adhiyaksa minum agar tak dehidrasi. Namun, demam Adhiyaksa tak kunjung turun.

"Dingin," keluh Adhiyaksa pelan. Glabelanya bergerak mengernyit seolah-olah menahan rasa sakit, membuat kain kompresnya ikut bergerak.

Kissy mengusap lembut sisi kiri wajah Adhiyaksa. "Apa sedingin itu? Tapi badan kamu sangat panas."

"Dingin." Lagi-lagi keluhan yang sama berulang terdengar.

"Kamu ingin sesuatu? Makan lagi, ya? Aku bisa hangatkan sisa bubur di dapur."

Adhiyaksa menggeleng. Sepertinya, meskipun di ambang kesadaran, Adhiyaksa masih mampu mendengar apa yang Kissy katakan.

Kissy menggigit bibir bawahnya cemas. Dia bingung antara harus melakukan apa yang Christian sarankan atau tidak. Saat ini dia benar-benar sendirian dan harus memutuskan sendiri tindakan tepat apa yang bisa dia lakukan.

Haruskah aku memeluknya tanpa pakaian?

Mau ditaruh di mana mukaku nanti kalau dia tahu?

Atau bagaimana kalau dia berani macam-macam?

Kissy menarik tangannya yang sedari tadi memberi usapan lembut pada pipi Adhiyaksa. Dia melarikan tangannya ke kepala dan menggusak rambutnya frustrasi.

Selama ini, Kissy tidak pernah telanjang di depan pria. Kalau memakai bikini two pieces sih sering saat dia tinggal di Bali. Akan tetapi, dia tidak pernah mencobanya di Paris sekalipun dia tahu bahwa Paris lebih liberal daripada pantai-pantai yang ada di Bali. Dia hanya merasa tidak bisa melakukannya saja karena seperti bukan di rumah.

"Dingin." Adhiyaksa bergerak meringkuk dalam tidurnya, menyebabkan kain kompres di dahinya jatuh.

Atensi Kissy teralih. Nuraninya semakin tergugah melihat bagaimana menderitanya seorang Adhiyaksa. Dia memang ragu, tetapi dia sadar betul kalau kali ini situasinya berbeda. Keadaan lemah Adhiyaksa menjadi pertimbangan sendiri baginya. Seketika keraguannya lesap.

Kissy segera menarik kausnya cepat. Kemudian dia naik ke atas ranjang. Dia menyingkap selimut yang membungkus Adhiyaksa. Sebelum masuk dalam selimut yang sama, tangan kirinya terulur ke belakang punggung. Dalam satu jentikan, pengait bra-nya pun lepas. Dilemparkannya bra tersebut ke sembarang arah.

Dia merebahkan tubuhnya menyamping menghadap Adhiyaksa. Ada jarak satu jengkal di antara kulit telanjang mereka. Walaupun masih berjarak, Kissy sudah bisa merasakan panas tubuh Adhiyaksa yang menguar. Demam Adhiyaksa ternyata tak main-main.

Belum direngkuhnya tubuh beruang besar itu, kedua tangan Adhiyaksa lebih dulu membelit. Sembari masih menggumamkan kata yang sama, Adhiyaksa merapatkan tubuh mereka. Kepalanya menyuruk ke bagian dada Kissy, mencari posisi nyaman. Hal itu membuat posisi Kissy sedikit lebih tinggi darinya.

Sontak tubuh Kissy menegang. Tangannya menggantung di udara, tidak tahu harus berbuat apa. Kelopak matanya mengerjap, kentara sekali benar-benar syok dan linglung.

Entah karena sakit atau bagaimana, dekapan Adhiyaksa terasa sangat hangat. Badannya yang kecil seolah-olah tenggelam dalam dada bidang Adhiyaksa. Bulu-bulu dada pria itu menggesek halus tubuh bagian depannya. Tak membuat Kissy geli, hal itu justru menimbulkan gelanyar tersendiri.

"Mama ...," gumam Adhiyaksa. Bukan lagi dingin, pria itu kini menggumamkan kata lain tepat ketika dia sudah bergelung nyaman di belahan dada Kissy.

Kissy tak sepenuhnya mendengar gumaman Adhiyaksa. Napas hangat Adhiyaksa yang terus menerpa kulit telanjangnya menjadikan jantungnya berpacu dua kali lebih cepat. Belum lagi perut liat Adhiyaksa yang menempel dan menekan perut bagian bawahnya, memaksa ujung jari-jari kaki Kissy menekuk karena tremor. Adhiyaksa memeluk Kissy tak ubahnya guling.

"Mama ...."

Akhirnya Kissy mengerti satu hal kala sebuah kata menyambangi gendang telinganya. Dalam kondisi sakit seperti sekarang, Adhiyaksa menganggapnya sebagai sosok sang Mama. Kissy tidak tahu banyak tentang diri dan hidup Adhiyaksa. Namun, menilik dari bagaimana cara Adhiyaksa memeluknya, pria itu terlihat begitu merindukan mamanya.

"Mama ... Dingin, Ma," keluh Adhiyaksa terdengar manja.

Kissy pun melingkarkan lengan kanannya di kepala Adhiyaksa, memberikan usapan lembut di sana. Sementara lengan kirinya menarik selimut, lalu merengkuh punggung pria besar itu.

"It's okay. Everything will get better. I'm here," bisik Kissy seraya menempelkan pipinya pada pucuk kepala Adhiyaksa.

Setelah itu, Kissy tak tahu kapan tepatnya bisikan dan usapan tangannya berhenti, lalu ikut jatuh terlelap.


Tbc

Hei, kalian yang telanjur bayangin orang sakit bisa gulat, mohon maaf menghancurkan imajinasi kalian. Wkwkwwk

Sekarang belum bisa gulat, ya. Enggak tahu nanti kalau sudah sadar. Didoain aja bareng-bareng. Haha

Bonus nih dari Adhy dan Kissy biar kalian enggak kedinginan.

Bonus nih dari Adhy dan Kissy biar kalian enggak kedinginan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu kata buat foto di atas?

Sudah, ya ...

See you!




Big hug,
Vanilla Hara
29/01/2021

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang