BREAK UP #05

3K 297 21
                                    

Malam, Dears! ^^

Mulai Hari ini, Hara bakal update BREAK UP serutin mungkin, sebisa mungkin. Semoga yang masih setia baca BREAK UP enggak nyesel karena menemukan apa yang memang kalian ingin temukan untuk melengkapi potongan yang hilang.

So, here we are ...

Selamat bersenang-senang!

Happy reading! ^^


***



Abrisam kecil menatap heran melewati barisan orang yang berpakaian serba hitam. Dia juga tak mengerti kenapa pria yang menggenggam pergelangan kiri mungilnya itu membawa Abrisam mendekat pada gundukan tanah merah. Abrisam sempat menoleh, mencari di mana Mami berada. Namun, Mami hanya berdiri jauh di belakang sembari menatapnya lurus tanpa berniat menyusul.

Dia mendongak, menatap pria yang beberapa waktu lalu meminta Abrisam memanggilnya Papa. Abrisam tidak pernah tahu siapa itu Papa karena selama ini hidup bersama Mami saja. Dia hanya mendengar dari teman-temannya di sekolah bahwa mempunyai papa sangatlah menyenangkan. Papa akan melindungi dan memberikan apa pun yang kita inginkan. Tidak seperti Mami yang hanya bisa menjanjikan, lalu memintanya melupakan apa yang dia inginkan karena Mami tidak selalu punya uang. Mengetahui ada seseorang yang ingin Abrisam panggil Papa, sebagian hati kecil Abrisam girang. Dia berencana akan memamerkan Papa pada teman-temannya nanti.

Langkah kecil Abrisam ikut berhenti saat pria itu menatap lama gundukan tanah merah yang masih basah dan tertutup banyak kelopak bunga. Ada seikat bunga lili putih yang sengaja diletakkan, kontras dengan taburan kelopak mawar merah yang ada. Di samping gundukan itu, Abrisam melihat seorang anak laki-laki yang lebih tinggi darinya sedang duduk bersimpuh dengan kedua tangan mengepal.

"Maaf, Tuan. Pemakaman Nyonya Mala tidak bisa menunggu lagi sehingga kami memutuskan untuk memakamkan beliau segera. Kami-"

Abrisam yang sedari tadi menyimak, melihat tangan kiri Papa terangkat, membuat ucapan pria muda itu berhenti.
"Bawa Adhiyaksa pulang segera!" perintah Papa seraya memandang anak laki-laki yang masih diam mematung tanpa mengubah posisinya satu senti pun.

Setelah berkata demikian, tangan Abrisam kembali ditarik untuk berbalik pergi. Namun, Abrisam tidak bisa untuk tidak menoleh ke belakang. Anak laki-laki itu kini berdiri sembari menatapnya lurus tanpa ekspresi dengan tangan terkepal di sisi tubuhnya.

Abrisam kecil tidak bisa banyak bertanya saat dia dibawa ke sebuah rumah mewah. Papa mengatakan kalau dia harus tinggal di sana mulai sekarang. Papa juga mengenalkan dia dengan anak laki-laki yang dilihatnya tadi.

"Abrisam, dia Adhiyaksa. Panggil dia Kakak mulai sekarang, ya!" titah Papa kala itu yang hanya Abrisam sahuti dengan anggukan seraya mengulurkan tangan dengan senyum lebar.

"Kak Adhiyaksa, aku Abrisam," seru Abrisam ceria saat memperkenalkan dirinya.

Adhiyaksa bergeming tanpa memutuskan tatapannya pada Abrisam. Dia menyambut uluran tangan Abrisam, tetapi tak memberikan senyuman balasan.

"Adhiyaksa."

Satu kata. Hanya satu kata yang Adhiyaksa ucapkan di awal perkenalan mereka sebelum berbalik pergi menapaki anak tangga.

Seiring berjalannya waktu, Abrisam dan Adhiyaksa menjadi dekat. Papa yang Abrisam kira bisa mengajaknya bermain setiap waktu, ternyata malah jarang bertemu. Papa selalu pulang larut dan hampir tidak pernah ada waktu untuknya selain sarapan bersama. Beruntung Abrisam memiliki seorang Kakak seperti Adhiyaksa. Meskipun sedikit bicara, Adhiyaksa selalu menuruti Abrisam yang memintanya ikut bermain. Adhiyaksa bahkan membantunya belajar dan mengerjakan tugas sekolah.

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang