Sore, Dears! ^^
Ini kedua kalinya Hara update. Semoga nanti malam juga masih update. Wkwkwk
Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.Ingat, nikmati semasa cerita ini masih on going.
Jangan pelit vote!
Jangan pelit komentar!
Happy reading!
***
Kissy menjengitkan bahu ketika mendengar pintu kamar mandi tertutup keras. Dia menggaruk rambut sembari menipiskan bibir. Lantas dia berdiri di atas ranjang dan menendang-nendang selimut yang menjadikan tangannya tak lagi perawan.
"Selimut sialan! Gara-gara kamu nih aku jadi pegang-pegang asetnya dia. Ih!" gumam Kissy dengan wajah memerah. Ingatannya tak mau beranjak dari kejadian tadi.
AC masih menderu menyebarkan udara dingin ke sekeliling kamar. Akan tetapi, Kissy merasa gerah. Tangan kanannya sibuk mengipasi wajah. Dia mengembuskan napas berkali-kali melalui mulut.
Tak tahan berlama-lama berada di tempat kejadian perkara, Kissy melompat turun dari ranjang. Dia menengok pintu kamar mandi sekilas, memastikan kalau Adhiyaksa tak memergoki tingkahnya barusan. Setelah dirasa aman, dia langsung berlari-lati kecil ke arah balkon. Kissy langsung menyasar kursi rotan tempat dia tertidur semalam.
Dia mengempaskan bokongnya keras sembari mengusap dada. Bisa dia rasakan betapa jantungnya berdetak cepat. Perlahan, rasa panas menjalar sampai ke pipinya. Kissy lantas menangkup pipi dengan kedua tangan. Kelopak matanya menutup, sedangkan kejadian memalukannya bersama Adhiyaksa tak henti terngiang.
Lupakan ... lupakan ... tolong jadikan aku lupa, rapalnya rapat dalam hati.
Sayang seribu sayang, bukannya lupa, Kissy semakin mengingat. Kini dia mengangkat tangan kanannya yang telah berdosa. Masih jelas terasa bagaimana ukuran, bentuk, dan tekstur milik Adhiyaksa. Hal itu sukses membuat benaknya melalang buana.
"Bukan aku! Jangan salahkan aku. Salahkan saja tangan ini yang tidak tahu adat. Tapi, aku bukan orang mesum, 'kan?" tanya Kissy lebih kepada dirinya sendiri.
Kemudian dia menatap telapak tangan kanannya lamat. "Aku tidak mungkin salah. Ukurannya memang sebesar ini," sambungnya sembari menggerak-gerakkan telapak tangannya menutup dan terbuka seolah-olah sedang mengira-ngira. Tak lama kemudian dia menurunkan tangan dan bergidik ngeri.
Kissy mengarahkan netranya pada langit fajar. Campuran warna oranye dan kuning menyembul malu-malu di sisa-sisa langit malam. Masih ada sekitar empat puluh lima menit lagi untuk menyambut matahari terbit sempurna.
Bibir Kissy mengulas senyum. Dia mengangkat kedua kakinya ke atas kursi. Kedua telapak tangannya mengepal dan disusun di atas lutut. Dagunya sengaja dia tumpukan di atas kepalan tangan tersebut. Sementara lensa matanya terus meng-capture cakrawala menjelang pagi.
Hati Kissy bungah. Dua tahun di Paris, membuatnya banting tulang mempertahankan study. Memperbanyak karya dan selalu berusaha mengikuti lomba fashion show atas nama kampus atau tidak. Sungguh, dia sudah lupa kapan terakhir kali memberikan dirinya excuse untuk sejenak berleha-leha. Sekarang, berkat kesediaan Adhiyaksa, Kissu bisa menikmati indahnya matahari menduduki singgasana.
Tak terhitung waktu berapa lama Kissy hanyut dalam magis yang langit fajar tebar. Dia baru mengalihkan pandangan tatkala wangi shampo dan sabun menyeruak masuk dalam indra penciumannya. Di sana, di ambang pintu pembatas, Adhiyaksa berdiri seraya mengeringkan rambut.
"Kamu selalu mandi selama itu?" tanya Kissy polos.
Adhiyaksa mendengkus keras. Dia melangkah ke sisi pagar balkon tanpa menghentikan gerakan tangannya yang menggosok rambut dengan handuk. Pandangannya mengarah lurus ke langit di mana warna kuning lebih banyak terserak.
"Kenapa tidak tidur lagi? Bukankah ini masih terlalu pagi?" Adhiyaksa memilih menanyakan hal lain agar tak lagi mengungkit insiden yang membuatnya berdiri di bawah pancuran air dingin.
Kissy menggerakkan kedua bahu ke atas. Bibirnya menepis sembari berkata, "Pemandangan seindah ini sulit untuk dilewatkan. Ini pertama kalinya aku melihat dengan benar bagaimana matahari terbit. Sejak sampai di Paris, aku belum punya waktu untuk melakukan hal-hal remeh seperti ini. Yang aku lakukan hanya belajar, belajar, dan bekerja untuk mempertahankan hidup."
Kedua pangkal alis Adhiyaksa hampir menyatu. "Tidak punya waktu atau tidak ingin meluangkan waktu?"
"Tidak ingin meluangkan waktu." Kissy menghela napas sebentar sebagai jeda.
"Keluargaku bukan orang berada. Bagiku, mendapat beasiswa untuk berkuliah di negara fashion terbesar di dunia ini sungguh suatu anugerah. Aku tidak bisa membebankan impianku pada siapapun, termasuk keluargaku. Impianku, hanya aku yang berhak menanggungnya, baik buruk dan susah senangnya. Karena itulah aku tidak ingin membuang-buang waktu dengan menggadaikan impian terbesarku dengan kesenangan sesaat semata. Dan kurasa, cukup adil sampai sekarang selama aku masih mampu," cerita Kissy panjang lebar.
Ada sesuatu yang berdesir di dada Adhiyaksa. Mendengar bagaimana Kissy berjuang mati-matian untuk mewujudkan impian besarnya, membuat Adhiyaksa mencela dirinya sendiri sewaktu muda. Dulu, Adhiyaksa pun sama halnya dengan Kissy. Mengagungkan dan mengupayakan sebuah impian sebelum Prasaja memberantas hangus dan memilihkan impian lain yang sama sekali tak Adhiyaksa inginkan. Dia terpaksa memangkas impian itu bahkan sebelum kuncupnya sempat mekar.
Adhiyaksa menoleh, memandang Kissy yang tengah tersenyum lebar ke arah langit. Gadis itu seolah-olah tengah memandang impian terbesarnya tepat di depan mata. Manik mata Kissy berbinar cerah penuh keantusiasan, tekad, dan kebanggaan.
"Jika nanti kamu diberikan kesempatan sekali lagi untuk menatap langit seindah ini, apa yang ingin kamu lakukan?" cetus Adhiyaksa spontan.
Kissy membalas pandangan Adhiyaksa. Dia memiringkan kepala seakan-akan sedang berpikir dan menimbang. Tiga detik berikutnya, Kissy tersenyum semringah sembati menjawab, "Aku ingin kembali ke sini dan melakukannya bersama suamiku. Menanti matahari terbit bersama dalam lilitan satu selimut, berpelukan, dan ditemani aroma kopi. Pasti menyenangkan!"
Kedua sudut bibir Adhiyaksa ikut tertarik. "Sounds good! I hope your dream will come true."
Tbc
Bagi vote dan komentarnya jangan lupa..
See you!
Big hug
Vanilla Hara
12/11/20
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...