Malam, Dears! ^^
Hara double update, dong!
Biasnya kalau begini, besok bakal ngilang lama. Wkwkwkkwk
Tenang ... Jangan doakan Hara ngilang, ya. Doakan saja besok Hara update lagi. Karena bab 35 bakal bikin kalian semriwing. Hihi
Oke, yuk, langsung saja!
Vote, komen, dan share cerita ini ke teman kalian.
Happy reading!
***
Adhiyaksa bergeming sembari menahan umpatan. Sial! Dia memerintahkan Ferdinan mencari alasan, tetapi malah menjadikan dirinya sebagai alasan tersebut. Adhiyaksa akui kalau alasan Ferdinan cukup pintar, tetapi tak seharusnya sekretarisnya itu leluasa membual.
"Kissy, aku ingin—"
"Hm?" Kissy memandang Adhiyaksa lamat, siap menyimak penuh keseriusan.
Seketika nyali Adhiyaksa menciut. Dia tidak tega menghancurkan luapan perasaan bahagia Kissy. Adhiyaksa tidak suka melihat binar ceria di mata gadis itu berubah mendung setelah mengakui kesalahannya.
Sungguh, Adhiyaksa akan menjadi benar-benar tak berdaya jika dihadapkan dengan air mata wanita. Sejak kecil, Mala selalu mengajarkannya untuk tidak membuat wanita manapun menangis karenanya. Sedangkan sekarang, Adhiyaksa memiliki andil besar membuat Kissy menangis.
"Kamu ingin apa?" Kissy mengusap dahi Adhiyaksa dengan telapak tangannya. "Kenapa kamu berkeringat seperti ini? Kamu sakit lagi? Sudah sarapan? Kenapa sepagi ini kamu sudah berpakaian rapi? Bukankah hari Minggu biasanya libur?" Dia tak segan memeriksa suhu tubuh Adhiyaksa dengan membandingkannya dengan suhu tubuhnya sendiri.
Adhiyaksa menangkap tangan Kissy yang terus sibuk mengelap dahinya yang tak henti berkeringat dingin. "Aku baik-baik saja. Aku sudah sarapan. Dan aku memang berencana ke kantor hari ini."
Bibir Kissy mencebik kesal. "Apa tidak bisa kamu libur sehari? Apa bosmu tidak pernah memberimu libur? Haruskah aku bicara dengan bosmu itu agar hari ini meliburkanmu saja? Sekarang bosmu itu adalah rekan bisnisku. Aku tentu bisa meminta hal itu jika dia masih mau—"
Adhiyaksa menghentikan omelan Kissy dengan telapak tangan kanannya. Sejauh yang dia dengar, Kissy mengira kalau Adhiyaksa bekerja sebagai karyawan biasa di Prasaja Corp. Gadis itu benar-benar polos sehingga tak menaruh curiga apa pun padanya. Namun, itu lebih baik bagi Kissy daripada ikut terseret lebih jauh dalam kehidupannya.
Bibir Adhiyaksa menipis sebelum menjawab, "Baiklah. Aku akan libur hari ini."
"Gotcha!" Kissy melonjak senang sembari tersenyum semringah. Dia segera menarik tangan Adhiyaksa agar ikut berdiri. "Ayo kita segera pergi!" ajaknya tak sabar.
Posisi Adhiyaksa tak berubah seinci pun. Sekuat apa pun Kissy berusaha menariknya, malah gadis itu yang kembali terjerembab duduk di samping Adhiyaksa. Raut gembira Kissy seketika berubah kesal dengan bibir manyun. Adhiyaksa lantas menyentuh kedua pundak Kissy lembut, mengarahkan gadis itu agar mau menatapnya.
"Kissy, dengar! Ada sesuatu yang ingin aku katakan lebih dulu."
Kissy memicingkan mata curiga. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Sedetik kemudian dia melontarkan pertanyaan menuduh.
"Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu, bukan?"
Alih-alih menjawab, Adhiyaksa menatap Kissy semakin instens. Dia mulai kehilangan keberanian seiring kemampuan linguanya yang tak lagi lancar. Seolah-olah ada bongkahan batu besar yang mengganjal di tenggorokan. Sekarang Adhiyaksa paham mengapa wanita dinobatkan sebagai makhluk berinsting tajam. Hanya lewat tatapan mata, wanita seakan-akan bisa menguak semua hal yang pria coba rahasiakan.
Adhiyaksa mengangguk seiring embusan napasnya yang terasa berat.
"Aku sudah menduganya. Kamu pasti mengacau selama aku tidak ada. Jadi, aku akan memeriksa sendiri kekacauan apa yang sudah kamu lakukan." Kissy mengangkat bokong, berniat memeriksa setiap sudut apartemen. Namun, Adhiyaksa mencekal tangannya.
"Bukan itu. Ini sesuatu yang lebih penting." Keduanya saling beradu pandang sejenak. "Duduklah! Dan dengarkan aku," pinta Adhiyaksa.
Kissy akhirnya menurut. Dia membiarkan tangannya berada dalam genggaman Adhiyaksa. Kissy tidak tahu apa yang hendak Adhiyaksa bicarakan. Akan tetapi, merasakan dinginnya telapak tangan Adhiyaksa membuat Kissy bisa menebak jika apa yang akan pria itu sampaikan bukanlah berita yang bagus. Oleh karena itu, Kissy memilih menjahit bibirnya sampai Adhiyaksa selesai bicara.
"Kissy, aku minta maaf." Melihat Kissy terdiam, Adhiyaksa memulai pengakuannya dengan permintaan maaf. Kini telapak tangan Adhiyaksa tak cuma dingin, melainkan juga gemetar. Jantungnya bertalu-talu dua kali lipat. Menarik napas dan mengembuskannya perlahan, dia berharap nada suaranya terdengar setenang biasa.
"Aku sudah lancang membuka buku desain milikmu. Aku juga taknsengaja menumpahkan kopi pada buku bersampul kulit cokelat itu, tetapi aku sudah membersihkannya. Aku berniat mengembalikannya ke tempat semula. Sayangnya, hal yang tidak terduga terjadi. Buku itu ...."
Adhiyaksa tak kuasa meneruskan pengakuannya. Embusan napasnya semakin berat. Suaranya semakin tercekat. Apalagi melihat mata bula Kissy yang sedang menanti.
"Buku itu terbawa ke kantor. Rekan yang saat itu aku minta untuk mengambil rekomendasi desain, malah membawa buku itu alih-alih majalah yang aku maksud. Aku tidak bisa mengambil buku itu kembali karena mereka sudah lebih dulu melayangkan kerja sama padamu."
Satu ganjalan dalam dada Adhiyaksa lepas sudah. Akan tetapi, hatinya ketar-ketir ketika Kissy tak kunjung bicara. Gadis itu hanya diam mematung sembari menatap lekat Adhiyaksa. Tatapannya datar dan tak tertebak.
Tbc
Menurut kalian, kira-kira apa yang akan terjadi di bab 35?
1. Kissy marah, mereka baikan, lanjut ibadah di kamar
2. Kissy marah, mereka baikan, lanjut ibadah ke gereja
Jangan lupa vote, komen, dan share cerita ini ke teman kalian karena semua itu gratis.
Kalian suka baca gratis apa berbayar?
Sama. Hara juga suka gratisan. Jadi, sumbanglah Hara dengan vote dan komen terbaik kalian.
Oke, Oyasumi, Minna-san!
Thank you so much! ❤️
Big hug,
Vanilla Hara
18/03/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...