Malam, Dears!
Wah ... Kalian serba gercep kalau dikasih target, ya? Bisa gitu dalam semalam langsung terpenuhi.
Kalian tim mana?
Tim baca ulang biar target cepat terpenuhi?
Atau
Tim Bandung Bondowoso yang mengerahkan semua pasukan makhluk halus untuk mampir di lapak Adhiyaksa?
Wkwkwk
Karena bab kali ini puanjang dari biasanya, maka Bab selanjutnya bakal Hara update kalau udah 66.5K viewers. Syukur-syukur jadi 67K.
Siap?
Jangan lupa vote!
Happy reading!
***
Kissy masih belum mengerti arah pasti dari semua yang Adhiyaksa katakan. Dia hanya bisa mematung dan mengerjap. Atensinya bahkan tak sepenuhnya utuh kala Adhiyaksa sudah berdiri satu hasta darinya.
"Maaf kalau beberapa saat lalu aku membuatmu takut. Aku tidak marah. Aku hanya tidak suka jika kamu mendadak ceroboh. Tindakanmu tadi bisa saja membuatmu celaka."
Adhiyaksa memegang mangkuk dengan satu tangan. Tangan kirinya dia gunakan untuk meraih dan mengangkat tangan kanan Kissy yang kosong.
"Ini bisa saja teriris saat kamu tiba-tiba menyerobot waktu aku sedang memotong parsley."
Kissy melirik tangannya yang terangkat, kemudian tersenyum sembari meringis. "Maaf."
Adhiyaksa menipiskan bibir seraya mengangguk. Genggamannya terlepas. Namun, tangannya menjarah puncak kepala Kissy dan menggusaknya pelan. "Jangan ceroboh lagi. Ayo makan!" ajaknya. Dia berjalan melewati Kissy lebih dulu menuju meja makan.
Bukannya mengikuti titah Adhiyaksa, Kissy malah tak mampu menggerakkan kedua kakinya. Syaraf-syaraf kakinya mendadak lumpuh. Ada desir halus tak kentara dalam dadanya. Debar jantungnya tak lagi biasa. Pacuannya menjadi sedikit cepat, tetapi juga tak sekencang selepas berolahraga.
"Kissy!" panggil Adhiyaksa.
Kissy susah payah memutar badan dan menyahut, "Ya?"
"Terima kasih sudah merawatku sejak pagi." Adhiyaksa berujar tulus.
Kedua sudut bibir Kissy tertarik ke samping membentuk sebuah lengkungan.
"Tapi lain kali, kamu tidak perlu melakukan hal sejauh itu untuk membuat demamku turun. Cukup berikan aku obat dan biarkan istirahat sebentar. Aku ...."
Detik itu juga, lengkungan bibir Kissy menghilang. Adhiyaksa menjadi ragu untuk meneruskan kalimatnya. Netranya menelisik semburat merah yang perlahan menyebar di pipi Kissy. Gadis di depannya itu menunduk dalam, membiarkan surai legamnya turun hampir menutupi separuh wajah.
Seharusnya aku tidak menuruti saran Christian! Apa yang sekarang Adhiyaksa pikirkan tentangku? Dia tidak sedang berpikir aku mencoba menggodanya, bukan? Iya, 'kan? rutuk Kissy dalam hati.
Alih-alih melanjutkan perkataannya, Adhiyaksa berdeham sembari bergerak ke samping untuk menarik kursi. "Sepertinya sudah terlalu sore untuk makan siang. Sebaiknya kita segera makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...