Selamat malam minggu, Dears! ^^
Malam ini Hara update BREAK UP lagi. Semoga terus konsisten update cerita ini setiap harinya buat menghibur kalian selalu.
Jangan lupa vote sebelum baca, lalu komentar di akhir cerita, ya ...
Putar mulmednya!
Happy reading! ^^
***
Segala persiapan pernikahan telah disiapkan dalam waktu singkat. Satu bulan. Kedua belah keluarga sepakat menggelar pernikahan mewah putra-putri sulung mereka dalam jangka waktu satu bulan sejak pertemuan keluarga yang terakhir. Tidak ada kesan terburu-buru seolah-olah mereka memang sudah mempersiapkan perhelatan acara sakral itu jauh-jauh hari. Memangnya apa yang tidak bisa dilakukan jika uang sudah berbicara dan lebih banyak mengambil tindakan?
Adhiyaksa dan Amira pun patuh pada jadwal-jadwal yang sengaja Mama mereka rancang menjelang hari pernikahan. Meskipun tidak turun tangan langsung mencari gedung, catering, souvenir, dan pernak-pernik pernikahan lainnya, kedua calon mempelai itu harus menyelaraskan pemikiran dalam menentukan pilihan-pilihan yang wedding organizer ajukan.
Adhiyaksa baru saja memberi anggukan setuju saat pilihan Amira jatuh pada konsep internasional untuk resepsi pernikahan mereka. Calon istrinya itu mengatakan hanya konsep itu sajalah yang tidak banyak memakan waktu. Sebelumnya, keluarga mereka memang telah sepakat untuk menggelar pemberkatan dan resepsi di hari yang sama. Atas pertimbangan itulah Adhiyaksa pun langsung setuju. Apalagi Amira tidak berniat berganti pakaian setelah pemberkatan di sebuah gereja yang sengaja dirancang privat.
"Jadi, jas dan gaun untuk pemberkatan sekaligus digunakan saat resepsi ya, Bu?" tanya Vanny-seseorang yang diutus wedding organizer yang mereka sewa untuk menjadi penanggung jawab pernikahan Adhiyaksa dan Amira.
Amira mengangguk mantap. Tidak ada binar ceria atau semangat di wajah ayunya, tetapi juga tak terlihat murung atau sedih. Ekspresinya datar, sedatar ekspresi Adhiyaksa yang setia duduk di sampingnya sejak beberapa jam yang lalu.
"Baiklah." Vanny menaik-turunkan kepalanya. Dia menggoreskan tinta pada lembaran yang sejak tadi dia pegang. "Saya memiliki beberapa rekomendasi butik ternama. Silakan Ibu pilih dan putuskan di butik mana pengerjaan jas dan gaun pengantin Bapak atau Ibu diserahkan. Atau Ibu dan Bapak sudah memiliki pilihan sendiri?" tanyanya kemudian seraya mengulurkan beberapa lembar kertas berisi profil butik yang dia rekomendasikan.
"Saya ikut pilihan calon istri saya," jawab Adhiyaksa bersamaan dengan Amira yang menerima dan meneliti profil beberapa butik pilihan Vanny.
Mata Amira mendadak memanas. Dia merasa seperti de javu. Semua nama-nama butik ternama itu juga pernah diajukan padanya beberapa tahun lalu. Selama ini, Amira sudah kenyang mencicipi desain-desain yang menjadi ciri khas butik-butik itu, mengingat Papa selalu memanjakannya sejak dulu.
Namun, saat itu dirinya menolak dan lebih memilih sebuah gaun biasa di sebuah pusat perbelanjaan. Dia sangat bahagia meskipun mengenakan gaun sederhana dan jauh dari kata istimewa. Baginya, bukan gaun yang dia kenakan yang hadirkan rona bahagia, melainkan di acara apa dan bersama siapakah dirinya saat itu berdiri dengan senyum sukacita.
"Bagaimana, Bu? Sudah ada pilihan?"
Suara Vanny berhasil menyentak lamunan Amira. Dia mengerjap, mencoba menetralisir perasaan aneh yang mendadak membuncah. Akhir-akhir ini, dirinya memang harus ekstra keras untuk menyeimbangkan perasaan yang kadang lebih mendominasi logikanya. Setelah merasa tenang, dia meletakkan lembaran kertas itu di atas meja. Dia menaikkan wajah dan menatap Vanny lurus. Senyum tipis nan sopan terselip di kedua bibirnya yang sejak tadi tak sengaja bungkam.
"Saya tidak ingin jas dan gaun pengantin kami dikerjakan oleh butik-butik itu. Desain mereka sudah biasa bagi saya. Kali ini saya ingin sesuatu yang berbeda. Apakah Mbak Vanny bisa merekomendasikan seorang designer yang memiliki desain yang masih fresh dan unik?"
Kedua pangkal dalam alis Vanny hampir menyatu seiring munculnya lipatan-lipatan halus yang tercetak samar pada glabelanya. Permintaan Amira selaku kliennya itu sebenarnya bukanlah hal yang sulit. Namun, dia ragu kalau ide yang sempat terlintas dalam benaknya merupakan solusi terbaik bagi pasangan calon pengantin di depannya kini.
"Sebenarnya, beberapa waktu lalu saya sempat menonton perhelatan lomba fashion show di Paris. Kebetulan temanya International Wedding Goun. Lomba itu dimenangkan oleh seorang mahasiswi Indonesia yang tengah belajar desain di sana. Kalau Ibu bersedia, saya akan mengontak dan memesan langsung jas dan gaun rancangannya. Bagaimana?"
Sorot mata Amira berbinar penuh ketertarikan. Dia langsung menoleh pada Adhiyaksa, meminta persetujuan. Bagaimanapun, dia tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak. Ada Adhiyaksa, calon suaminya, yang perlu Amira ikut sertakan.
Melihat binar cerah pada netra Amira, Adhiyaksa tak kuasa menolak. Lagi pula, dia tak tahu-menahu tentang desain yang biasa diributkan oleh para wanita menjelang pernikahan. Rancangan designer manapun yang akan mereka kenakan, tidak akan mengubah jas yang akan Adhiyaksa kenakan menjadi beskap.
Jadi, dengan tegas Adhiyaksa berkata, "Lakukan apa yang calon istri saya inginkan. Saya harap tidak akan ada kendala dalam acara pernikahan kami nantinya.
Tbc
Jangan lupa vote dan komentar bagi yang berkenan, ya ...
Sampai jumpa di lain kesempatan! ❤
Big hug,
Vanilla Hara
01/02/20
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...