BREAK UP #23.5

1.6K 232 31
                                    

Selamat malam, Dears! ^^

Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.

Happy reading!





***







Adhiyaksa mengisi penuh paru-parunya sebelum menandaskan udara yang masuk dalam satu helaan panjang. Dia tengah berdiri di depan apartemen tempat dia tinggal. Di dalam sana, ada Amira yang sudah sehari semalam dia abaikan. Kendati demikian, bolehkah Adhiyaksa berharap mendapati Amira sedang menunggunya pulang?

Ah, pemikirannya terlampau konyol sekarang. Terseret dalam pernikahan tak biasa benar-benar membuatnya hilang akal. Logikanya memandu Adhiyaksa untuk mengklaim Amira sebagai istrinya. Sayang, perasaannya tak bisa membenarkan apa yang diinginkan logika. Bagaimanapun rumah tangga yang keduanya jalani, baik Adhiyaksa dan Amira telah sepakat untuk saling berbuat baik. Jadi, sebisa mungkin Adhiyaksa menyingkirkan perasaan sentimentil yang sempat mampir.

Adhiyaksa menekan beberapa angka yang menjadi passcode apartemen. Saat pintu terbuka, dia menggerakkan tungkai mantap. Namun, baru dua kali melewati ambang pintu, kakinya seolah-olah terajam di tempat. Manik matanya memang tak membola, tetapi sorotnya begitu kosong dan dalam.

"Sudah pulang?" tanya Amira yang langsung berdiri dari sofa ketika melihat Adhiyaksa datang.

Tercenung, Adhiyaksa mendadak kehilangan kemampuan linguanya. Bayangan yang beberapa saat lalu tercetus di benaknya, kini menjadi nyata. Bukannya bungah, hati Adhiyaksa berubah miris. Kenyataan yang ada tepat di depan mata seolah-olah mengejek ketidakberdayaannya.

Bagaimana tidak, Amira nyata sedang menyambutnya. Wanita berbadan dua itu memegang status sebagai istrinya. Segala kebutuhan lahir, Adhiyaksa kepalang tanggung mengembannya. Sayang, semua tak terlihat sempurna. Menerima atau tidak, Adhiyaksa mau tidak mau menghadapi kenyataan bahwa keduanya hanyalah dua orang yang terpaksa dan dipaksa hidup bersama.

Sebelum kewarasan Adhiyaksa terenggut habis oleh bayang-bayang semu mahligai rumah tangga, dia telah memantapkan niat untuk tinggal terpisah. Semua memang bermula dari tawaran spontan Kissy. Akan tetapi, jika dipikir-pikir lagi, hanya itu satu-satunya jalan terbaik. Diam-diam Adhiyaksa telah memikirkan dengan matang segala risiko dari keputusannya. Sekarang, dia hanya perlu bicara dengan Amira mengenai rencananya.

Adhiyaksa membasahi tenggorokannya dengan saliva sebelum menjawab, "Hm. Apa yang sedang kamu lakukan di ruang tamu sendirian?"

Istri yang normal biasanya akan langsung menghampiri suami yang baru pulang. Melepaskan jas atau sekadar membawakan tas kerja. Namun, Amira berbeda. Alih-alih menyambut Adhiyaksa, dia mengalihkan pandang ke arah meja. Tangannya kembali bergerak gesit menutup dua toples kaca berisi keripik kentang dan kacang almond.

"Aku tidak sendirian. Abrisam baru saja balik." Amira berbalik dan mengangkat setoples kacang almond yang sudah dia tutup. "Abi membawakan aku ini. Tadi sebelum mampir ke sini, dia sempat menanyakan apa yang sedang aku inginkan. So ...." Amira memilih tak melanjutkan kalimatnya. Dia hanya mengendikkan bahu acuh tak acuh.

Adhiyaksa mengangguk tanda paham. Sedikit banyak, dia tahu bagaimana hormon ibu hamil bekerja. Sering kali ada keinginan-keinginan tertentu yang harus ibu hamil penuhi dengan dalih keinginan janin.

"Untuk apa Abi ke sini?" tanya Adhiyaksa sembari melepas jaket.

Dia berjalan ke arah dapur. Saat melewati meja makan, dia menyampirkan jaket kulitnya di salah satu kursi di sana. Kemudian dia melanjutkan langkah menuju kulkas.

Tangan Amira kini penuh dengan dua gelas kosong bekas jus buah. Dia menyusul Adhiyaksa ke dapur dan berhenti di tempat cuci piring. Setelah memutar kran air, dia meraih spon sabun beraroma citrus segar.

"Dia hanya mampir sekaligus makan siang. Tadi malam dia juga mampir membawakanku beberapa kotak es krim," jawab Amira sembari membilas gelas dengan air mengalir.

Adhiyaksa baru selesai meneguk setengah botol air dingin pun mengernyitkan kening. Sejauh dia mengenal Abrisam, adiknya itu tidak mungkin melakukan hal-hal seperti itu tanpa sebuah alasan. Berkunjung sembari membawa makanan, eh?

Setiap Abrisam merengek padanya, Adhiyaksa tak pernah meloloskan keinginannya begitu saja. Sebisa mungkin Adhiyaksa mengajarkan teori take and give agar tak sembarangan dimanfaatkan orang. Apalagi adiknya itu senang sekali bermain wanita dan foya-foya.

Walaupun terkesan keras, Adhiyaksa hanya berusaha menjaga. Bagaimanapun, dia tak menginginkan hal buruk terjadi pada Abrisam. Berbeda ibu tidak menjadikannya lepas tanggung jawab sebagai kakak. Separuh darah mereka sama, darah seorang Prasaja. Apalagi Abrisam melanjutkan pendidikan di Paris ini berkat usul darinya. Tentu saja tanggung jawab Adhiyaksa berubah ganda.

Mengingat bagaimana godaan terakhir Abrisam kepadanya, tiba-tiba Adhiyaksa mampu membaca gelagat Abrisam yang menjadi rajin berkunjung meskipun Adhiyaksa sedang alpa. Seketika dia mendengkus keras sembari terkekeh lirih. Kepalanya menggeleng kecil beberapa kali.

Amira merapikan dua gelas yang sudah bersih dan kering itu di rak semula. Saat dirinya berbalik, dia tak sengaja menangkap hal langka yang baru ditemuinya. Sontak dia berujar, "Ini pertama kalinya."

Gelengan kepala Adhiyaksa berhenti. Kekehannya langsunag lesap. Dia menipiskan bibir membentuk satu garis lurus. "Hm?" gumamnya bertanya seraya menoleh pada Amira.

"Ini pertama kalinya kamu tersenyum seperti itu."

Benak Amira memutar ingatannya bersama Abrisam dulu. Saat itu mereka sedang membicarakan tentang sifat Adhiyaksa yang terlampau kaku dan sulit melemparkan senyum. Abrisam bilang kalau Adhiyaksa tidak pernah tersenyum karena kehilangan selera untuk tersenyum. Lantas apa yang baru saja indera pengelihatannya tangkap? Mengigaukah dia?

Adhiyaksa termangu selama beberapa detik. Dia tidak pernah lepas kontrol seperti ini. Bagaimanapun keadaannya, Adhiyaksa akan selalu memasang topeng berwajah tenang dan datar. Lalu ke mana perginya topeng itu? Dia bahkan lupa kapan terakhir kali memakainya.

Merasa telah melakukan hal yang ganjil, Adhiyaksa berdeham sebelum berkata, "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Amira." Manik mata Adhiyaksa menyorot Amira serius.








Tbc




Setidaknya, sempatkanlah tinggalkan komentar di sini.

Kalian mau cerita ini jalannya kayak apa?




Big hug,
Vanilla Hara
17/11/20

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang