Siang, Dears! ^^
Akhirnya kita sampai di bagian bab yang Hara catut sebagai prolog. Ada tambahan beberapa bagian dibanding prolog, ya. Jadi, Hara sarankan untuk tetap baca agar tahu perbedaannya.
Oh, iya, jangan lupa vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita.
Happy reading!
***
I found you
Two worlds collided
I see forever in your eyesAlunan lagu cinta itu mengiringi setiap gerakan Adhiyaksa yang sedang membimbing istrinya berdansa. Lampu aula sengaja diredupkan, meninggalkan gemerlap lampu kecil yang menyebar di seluruh langit-langit ruangan menyerupai gegap gemintang. Kendati demikian, sorot mata Adhiyaksa masih terpatri pada Amira Hesti Benazir, wanita yang baru diperistrinya beberapa jam yang lalu. Saking lekatnya tatapan Adhiyaksa, terlebih jarak mereka yang terlampau dekat dengan lengan Amira yang mengalung di lehernya, memicu rona merah di kedua pipi Amira.
You’re everything
To me darling
I can’t believe we made it here
Now i promise you
I will love you ForeverTepat saat bait kedua lagu mengalun, Amira menundukkan wajah. Kemudian dia tersentak saat Adhiyaksa tiba-tiba mengeratkan pekukannya, membuat celah keduanya semakin rapat. Amira mendongak, menantang manik mata Adhiyaksa yang selegam jelaga. Detak jantungnya berdetak tidak keruan dan hampir meledak. Padahal selama ini dia tidak pernah merasakan getaran apa pun pada Adhiyaksa. Namun entah mengapa, jarak yang terlipat di antara keduanya kali ini mampu menimbulkan kegugupan yang nyata, meskipun Amira yakin betul kalau bukan disebabkan oleh cinta.
You and I Will be together
I see forever in your smile
Come what may
I promise to love you
Every day your heartbeat's mineSama halnya dengan Adhiyaksa. Sejak mengambil sumpah di depan pendeta, dia berusaha menimbulkan sulur-sulur rasa yang katanya bisa membuat gila. Akan tetapi, selama dan selekat apa pun dia memandangi Amira dan berada sangat dekat dengannya tak mampu memompa jantungnya lebih dari detakan normal. Tidak ada rasa, tidak ada gairah. Semua hambar dan tak menimbulkan selera. Meskipun begitu, Adhiyaksa tak berhenti mencoba. Malam ini akan jadi malam pengantinnya. Dia tentu tak ingin mengecewakan Amira.
"Maaf sudah membuatmu tidak nyaman," ujar Adhiyaksa sembari meregangkan celah di antara mereka.
Amira tersenyum sumir sembari mengikuti langkah pekan Adhiyaksa yang tengah membawa tubuhnya bergerak pelan ke kanan dan ke kiri. "Ya. It's okay," jawab Amira singkat.
Adhiyaksa mendekatkan bibirnya ke cuping telinga Amira, hendak berbisik, "Kita sama-sama tahu belum ada cinta di antara kita. Tapi terima kasih sudah mau mencoba hidup bersamaku. Aku tidak akan mengecewakanmu. Kita akan terus seperti ini dan memiliki beberapa anak nanti. Bagaimana menurutmu?"
Amira bergeming. Lidahnya kelu, tak mampu menjawab impian Adhiyaksa atas pernikahan mereka ke depannya. Dia sadar bahwa Adhiyaksa tak sepantasnya mendapati dirinya yang tak sempurna. Suaminya itu terlampau lurus, tidak banyak tingkak. Sebulan saling mengenal, Adhiyaksa selalu bersikap sopan dan terlihat begitu berusaha menjalin hubungan dengannya.
"Aku dengar, kalau wanita memilih diam dan tak menjawab, maka jawabannya adalah setuju." Adhiyaksa mengecup sisi kepala Amira lembut, mengenai sulur rambutnya yang memang sengaja dibiarkan menggantung. "I'll try my best, Wifey," ucapnya kemudian, tulus.
Harusnya kalimat manis Adhiyaksa mampu mengembangkan hatinya. Namun, hati Amira seolah-olah mati rasa. Apalagi saat ekor matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang di sudut lain yang tengah menatapnya dengan tatapan penuh kecewa.
Tbc
Itu yang di sudut ruangan siapa, sih? Mantannya Adhiyaksa? Wkwkwk
Sudah vote? Kalau belum, coba tekan bintangnya, ya ...
Sampai jumpa di lain kesempatan! ❤️
Big hug,
Vanilla Hara
04/03/20
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...