Malam, Dears! ^^
Ini yang baca Mas Adhiyaksa semakin sepi aja. Jadi ragu mau lanjutin. Padahal Hara semangat nulisnya. Huhu...
Haruskah cerita ini dihapus saja?
Bab ini berisi kutukan Amira yang secara enggak langsung bakal kejadian dan mempengaruhi hidup Adhiyaksa nantinya.
Jangan lupa vote dan komentar, ya...
Happy reading!
***
Adhiyaksa tersentak bangun saat tubuhnya hendak jatuh. Semalam, setelah meninggalkan Amira sendirian, dia memilih tidur di sofa ruang tamu. Beruntung kamar hotel yang dia sewa adalah tipe president suite sehingga dia tak perlu keluyuran hampir tengah malam demi mengindari Amira, istrinya. Jika itu terjadi, dia tidak bisa membayangkan tanggapan Abrisam atau Papa yang sangat memungkinkan untuk berpapasan dengannya. Jadi, jalan teraman adalah tidak keluar dari kamar hotel sebelum waktunya.
Adhiyaksa duduk termenung sambil sekali dua kali mengusap wajah. Netranya kemudian memaku pintu kamar tempat Amira dan dirinya seharusnya menghabiskan malam berasama. Namun, alih-alih betah membersamai istri di dalam sana, Adhiyaksa merasa terlempar ke dalam neraka yang Prasaja sengaja cipta.
Semalam, Adhiyaksa sudah menugaskan orang kepercayaannya untuk mencari tahu latar belakang Amira. Dua tidak mungkin datang ke hadapan Papa dan meminta jawaban atas semua yang dialaminya. Keyakinannya mengatakan bahwa baik Prasaja ataupun mertuanya saling ikut andil dalam menyembunyikan rahasia ini rapat-rapat. Oleh karena itu, dia memilih untuk mencari tahu sendiri lewat orang kepercayaannya yang tak akan pernah bisa Prasaja endus.
Tepat pukul dua dini hari, barulah dia mendapatkan seluruh fakta. Hasilnya sungguh mengejutkan! Selama ini dia tahu kalau Prasaja adalah orang yang penuh tipu muslihat, tetapi dia tak pernah menyangka kalau Papanya itu sampai bisa berbuat sejauh ini. Keji adalah satu kata yang paling pantas pria tua itu sandang.
Bagaimana tidak, Prasaja dengan gampangnya menghancurkan rumah tangga seseorang untuk mencuri betinanya agar dijadikan pengantin Adhiyaksa. Terlebih dalam keadaan hamil. Tidakkah mereka yang terlibat punya hati nurani? Atau mereka sengaja mematikan nurani demi sebuah ambisi?
Tak ingin suntuk dalam pemikiran yang berubah rumit, Adhiyaksa memutuskan bangkit. Dia perlu membicarakan semuanya dengan Amira pagi ini. Setidaknya, sebelum konferensi pers digelar, dia dan Amira tahu keputusan apa yang akan mereka buat ke depannya. Adhiyaksa yakin kalau dia dan Amira tidak akan pernah bisa melanjutkan pernikahan yang belum apa-apa saja sudah terasa menyiksa.
"Sudah bangun?" sapa Adhiyaksa saat mendapati Amira sudah rapi sembari duduk menikmati pagi di balkon.
Amira menoleh, tetapi tidak berniat menjawab. Dia merasa sangat bersalah atas kejadian semalam hingga tak memiliki muka untuk sekadar menantang netra Adhiyaksa seperti biasa. Dia pun membuang pandanganya ke angkasa.
Adhiyaksa menghela napas sebelum berjalan menghampiri Amira. Dia memilih duduk di samping istrinya itu. Pun dengan tatapan menerawang ke langit fajar yang masih mengintip malu-malu.
"Kenapa?" tanya Adhiyaksa tiba-tiba.
"Apanya yang kenapa?" Amira menjawab tanpa minat.
Adhiyaksa mendengkus sedikit keras. "Kenapa kamu bercerai kalau kamu tahu sedang hamil? Pernikahan kalian baik-baik saja. Lantas kenapa mendadak mengajukan gugatan cerai?"
Amira menoleh dan menatap Adhiyaksa nyalang. "Kamu mencari tahu tentangku?" tanyanya tak terima.
"Kita sudah terlanjur begini, lalu apa yang aku bisa perbuat selain mencari tahu segalanya?" Adhiyaksa membalas tatapan Amira. "Bukan karena aku ingin tahu, melainkan aku harus mencari penyelesaian terhadap apa yang aku dan kamu hadapi sekarang. Apa aku salah?"
"Penyelesaian?" gumam Amira tak yakin.
Adhiyaksa mengangguk satu kali. "Ya. Kamu tahu kalau aku tidak menginginkan pernikahan sandiwara. Aku ingin sepenuhnya menikah. Tapi aku juga tidak bisa menjalankan pernikahan ini layaknya pernikahan yang wajar. Karena apa yang aku alami semalam bukanlah hal yang wajar dialami pasangan pengantin di malam pertama mereka."
"Lalu ... Penyelesaian apa yang sedang kamu pikirkan itu? Menceraikanku saat ini juga?"
"Tergantung. Aku perlu tahu alasanmu setuju menikah denganku bahkan harus bercerai dengan suamimu di saat kamu sedang hamil." Adhiyaksa menatap Amira penuh keseriusan. "Selain itu, aku juga perlu mengkalkulasikan berapa persen pernikahan ini akan berhasil jika kita memaksa melanjutkan. Jadi, tolong bantu aku memahami segalanya dengan menjawab semua pertanyaanku."
Amira memalingkan wajah. "Kamu bisa mencari sendiri jawabanmu itu, Adhiyaksa. Jika memang tak menemukan jawaban yang kamu inginkan, setidaknya ada satu hal yang masih bisa kita lakukan. Berpura-pura."
"Apa maksudmu?" Adhiyaksa tekejut dengan jawaban frontal Amira. Dia pikir berbicara baik-baik dengan wanita itu bisa menguraikan benang kusut yang ada. Kenyataannya, Amira memilih melemparkan kembali semua teka-teki ini pada Adhiyaksa seorang.
"Untuk saat ini, aku tidak bisa bercerai darimu. Jadi, mari kita berpura-pura saja memiliki mahligai rumah tangga yang bahagia. Terserah apa yang kamu pikirkan. Aku tahu kamu mampu menyelediki semua tentangku, tetapi aku tidak peduli selama kamu tak mengusik privasiku secara langsung."
Usai mengucapkan keputusannya, Amira bangkit dan hendak masuk. Namun, langkahnya berhenti saat mendengar celetukan Adhiyaksa yang sarat keputusasaan.
"Tidakkah kamu ingin hidup bahagia bersama seseorang yang kamu cintai, Amira? Karena aku pun demikian."
Amira meraba perutnya lembut dengan tatapan sendu. "Jika tak membersamai orang yang kita cinta bisa membuatnya hidup, bukankah itu juga definisi lain dari bahagia?" Amira sedikit menoleh ke arah Adhiyaksa yang masih bergeming menantang cakrawala lewat netra legamnya. "Akan ada masa di mana kamu mencinta dan jatuh dalam bahagia dengan definisi berbeda seperti yang aku katakan, Adhiyaksa. Saat itu terjadi, barulah kamu akan mengerti."
Tbc
Cerita ini mau dilanjut atau tidak? Pembacanya sudah sepi ...
Terima kasih bagi yang masih setia ngikutin cerita ini. Bab 15 adalah bab terakhir Mas Adhiyaksa di Indonesia. Ke belakangnya, dia akan pergi ke Paris.
Sampai jumpa di lain kesempatan! ❤️
Big hug,
Vanilla Hara
06/03/20
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
BeletriePrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...