Pagi, Dears! ^^
Budayakan vote sebelum baca,
Biasakan komentar di akhir cerita.Happy reading!
***
Adhiyaksa duduk di sofa kamar, menunggu Kissy bersiap. Sembari menunggu, dia mengecek semua email penting yang masuk. Melarikan diri dari pekerjaan selama sehari, membuat pekerjaannya menumpuk. Mungkin, nanti malam dia harus rela lembur.
"Kamu tidak ganti baju?"
Atensi Adhiyaksa sejenak teralih. Dia membalas tatapan Kissy lewat pantulan cermin. Gadis itu tengah sibuk mengucir rambut panjangnya membentuk ekor kuda.
"Nanti," jawab Adhiyaksa dan menaruh atensinya kembali ke tempat semula.
Kissy menurunkan kedua tangan dan melihat hasil kucirannya di cermin. Barisan giginya yang rapi muncul saat kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Kemudian dia mengerling ke arah Adhiyaksa yang terlihat sangat serius.
Dia pun berbalik. Bokongnya jatuh di atas kursi kayu kecil yang sengaja disediakan untuk duduk saat memoles make up. Kini, Kissy memandang Adhiyaksa lamat. Kedua tangannya ditumpukan di sisi-sisi kursi.
Dari jauh, Kissy bisa melihat bagaimana mancungnya hidung Adhiyaksa. Alis tebalnya sedikit berantakan khas pria pada umumnya. Bibir Adhiyaksa terbilang tebal, tetapi berwarna pink kemerahan. Mungkin bibir itu tak pernah diizinkan untuk menyentuh nikotin.
Pengamatan Kissy naik di mana rambut Adhiyaksa terkesan messy, tetapi malah membuat aura pria itu keluar. Rambut Adhiyaksa memang tidak lurus, melainkan lebih ke ikal. Namun, rambut ikal itu seolah-olah menunjang keseluruhan kontur wajah Adhiyaksa yang tampan dan tegas. Apalagi pria itu irit bicara jika tidak dipancing lebih dulu.
"Memang kamu punya baju ganti?"
"Hm."
"Beli?"
Tak ada sahutan lagi dari Adhiyaksa. Pria itu masih setia menunduk memandang ponsel. Mengangguk atau menggeleng pun tidak.
Menyerah, Kissy pun beranjak untuk membereskan setiap barangnya. Ponselnya dia masukkan ke dalam tas. Tak ada barang lain karena Kissy tak memerlukan make up atau apa pun. Usai mengecek keberadaan dompetnya, dia mengambil paperbag bekas baju barunya untuk dia bawa ke kamar mandi.Kissy berjalan ke arah gantungan. Dia mengambil baju kotornya yang kemarin dia gunakan bermain di pantai. Kesulitan untuk melipat, Kissy meletakkan paperbag yang dia bawa ke atas washtafel. Kemudian dia mulai melipat ala kadarnya baju itu.
Setelah bajunya aman, dia mengecek seluruh sudut kamar mandi. Dia tak ingin ada satu pun barangnya atau barang Adhiyaksa tertinggal. Walaupun Adhiyaksa tak membawa banyak barang, Kissy tahu kalau Adhiyaksa tak mungkin memakai jam tangan saat mandi.
Ya, pria itu selalu mengenakan jam tangan. Namun, pagi ini Kissy tak melihat jam tangan itu melingkar di pergelangan tangan kanan Adhiyaksa. Oleh karena itu, Kissy berjaga-jaga dengan mengecek keseluruhan kamar mandi. Siapa tahu Adhiyaksa melepas jam tangannya, lalu lupa untuk mengenakannya kembali.
Tidak menemukan apa pun yang dia cari, Kissy pun memutuskan keluar. Manik matanya langsung terarah pada Adhiyaksa yang bergeming di posisi yang sama. Dia mengalungkan tasnya dan berdiri siap untuk pulang.
"Tadi ada seseorang yang buru-buru mengajakku pulang. Katanya, pekerjaannya tidak bisa lebih lama dia tinggal. Apa orang itu berubah pikiran?" sindir Kissy saat Adhiyaksa seolah-olah enggan beranjak seinci pun.
Adhiyaksa menyunggingkan senyum tipis. Tanpa membalas sindirian Kissy, dia berdiri sembari menyimpan ponselnya. Netranya menelisik penampilan Kissy sekilas sebelum berkata, "Ayo!"
Kissy mengembuskan napas pasrah. Dia berjalan mengekori Adhiyaksa. Kissy bahkan merasa ditinggalkan begitu saja. Bagaimana tidak, Adhiyaksa tak menoleh atau menunggunya barang sedetik pun.
Dia menyapu seluruh sudut kamar sekali lagi sebelum pergi. Kamar yang dihuninya semalam terlihat rapi dan bersih, tak meninggalkan jejak apa pun selain bed cover yang sedikit kusut. Sebenarnya, Kissy sudah berusaha merapikannya seperti semula, tetapi Kissy hanya bisa melakukan semampunya.
Mengingat Adhiyaksa yang sudah lebih dulu pergi, Kissy tak ingin berlama-lama di sana. Dia segera mengunci pintu kamar tersebut agar kuncinya bisa dia serahkan ke resepsionis ketika check out. Bergegas, Kissy pun melakukan bagian terakhir acara menginapnya.
Usai meninggalkan lobi, Kissy menyisir area parkir. Dia tak menemukan Adhiyaksa di mana pun. Namun sedetik kemudian, dia langsung melangkah lebar-lebar menuju mobil Adhiyaksa yang masih terparkir. Dia memutuskan untuk menunggu pria itu di sana.
Kissy berdiri di samping pintu. Kaca mobil Adhiyaksa yang gelap tak membiarkannya mengintip ke dalam untuk memeriksa. Dia hanya bisa mencoba peruntungan dengan berusaha membuka pintu mobil. Jika mobil itu terkunci, tandanya Adhiyaksa tidak ada di dalam.
Namun, usaha Kissy berhasil. Dia tersenyum sebelum membuka pintu itu lebar. Dalam sepersekian detik, bukan pintu itu saja yang terbuka lebar, melainkan juga kelopak matanya. Lagi-lagi dia syok sehingga membalikkan badan secepat kilat.
"Apa yang kamu lakukan dengan tidak pakai baju?" pekik Kissy histeris.
Rona merah mulai menjalari pipinya. Setelah pagi tadi tangannya menikmati aset Adhiyaksa, kini matanya memperoleh asupan yang sama. Dada Adhiyaksa yang bidang dengan bulu-bulu di bagian yang tepat membuat pria itu terlihat jantan. Apalagi otot perutnya yang terbentuk indah. Kissy tak bisa memastikan ada berapa. Entah enam atau delapan karena Kissy tak sempat menghitungnya. Ah, sial! Tubuh Adhiyaksa merupakan pahatan sempurna seorang pria.
"Masuklah! Aku sudah selesai," titah Adhiyaksa sembari sibuk menggulung kedua lengan kemejanya sebatas siku.
Perlahan, Kissy memutar badan. Matanya berkelana mengamati penampilan Adhiyaksa. Adhiyaksa masih mengenakan jeans semalam. Hanya atasannya saja yang berganti. Pria itu kini mengenakan kemeja putih yang Kissy tak tahu didapat dari mana. Busana simpel seperti kebanyakan. Namun entah mengapa, jika Adhiyaksa yang mengenakan malah terlihat "Wow".
Adhiyaksa menyalakan mesin. Dia menoleh, lantas keningnya berkerut. Kissy belum beranjak seinci pun.
Melihat Kissy masih terbengong di pintu mobil, Adhiyaksa bertanya, "Tidak mau pulang?"
Kissy terkesiap. Dia pun segera masuk. Dia menutup pintu dan memasang seatbelt dengan gerakan kikuk. Mengetahui Adhiyaksa masih mengamatinya, tenggorokan Kissy mendadak gatal dan haus. Dia lantas berdeham beberapa kali agar tenggorokannya sedikit basah dengan air liur.
Sudut kanan bibir Adhiyaksa terangkat beberapa senti seiring tatapannya teralih. Sedikit banyak, Adhiyaksa bisa menebak apa yang membuat Kissy canggung. Dia tiba-tiba tergelitik untuk membalas sindiran Kissy terhadapnya sewaktu di kamar tadi.
"Aku belum telanjang, tetapi wajahmu sudah begitu memerah. Bukankah sudah terlambat untuk bersikap malu-malu sekarang? Kita bahkan sudah menghabiskan malam bersama. Kenapa? Apa kamu mulai sadar kalau sudah bermalam dengan pria asing yang bisa saja berbahaya?" ujar Adhiyaksa sembari melajukan mobil dalam kecepatan sedang.
Tbc
See you!
Big hug,
Vanilla Hara
13/11/20
KAMU SEDANG MEMBACA
BREAK UP | ✔ | FIN
General FictionPrequel COFFEE BREAK Adhiyaksa Prasaja mengerti bahwa pernikahannya begitu dibutuhkan dan dinanti. Namun, kealpaannya mengenal cinta dan bermain wanita membuatnya setuju menikahi Amira Hesti Benazir, meskipun dia tahu ada niat terselubung atas berla...