BREAK UP #32.5

1.4K 221 33
                                    

Pagi, Dears!

Mohon maaf Hara update-nya pagi ini. Bukan karena Hara enggak mau update tadi malam. Hara sudah berusaha update, tapi terkendala jaringan. Kebetulan tadi malam listrik di daerah Hara mati dan jaringan mendadak ngadat.

 Kebetulan tadi malam listrik di daerah Hara mati dan jaringan mendadak ngadat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hara sudah buka wattpad berkali-kali, yang muncul selalu begitu. Muter2 enggak jelas dan notifikasi enggak ada yang masuk. Padahal 4G meski jalannya cuma 5KB/s.

Jadi, mohon maaf atas ketidaknyamanannya, ya ...

Bagaimanapun, Hara sudah janji kan kemarin. Maaf Hara enggak bisa nepatin.

So, langsung saja, yuk!

Vote, komen, dan share cerita ini ke teman-teman kalian.

Happy reading!





***




Kissy membuka pintu kamar perlahan agar tak menimbukan suara. Dia mengangkat koper mini miliknya, bukan menggeretnya. Dia berjalan mengendap-ngendap sembari memandang awas sekeliling ruang tamu. Ketika mendapati ruang tamu kosong dan lengang, Kissy sontak memejamkan mata dengan tangan mengelus dada.

Akibat ucapan Adhiyaksa semalam, sampai sekarang Kissy sibuk menenangkan jantungnya yang mulai bertingkah tak keruan. Belum lagi pipinya yang selalu  memanas tanpa alasan. Dia bahkan harus mengaplikasikan concelar di lingkaran bawah mata karena mendadak kesulitan terlelap. Terakhir, dia malah bertingkah konyol bak pencuri di unit apartemennya sendiri pagi buta begini.

"Semoga dia belum bangun," rapal Kissy berkali-kali dengan suara lirih mengiringi setiap langkahnya menuju pintu.

Setengah jam yang lalu, Kissy mengacaukan mimpi indah Christian. Dia memaksa sahabatnya itu untuk menjemputnya jauh lebih awal. Dengan iming-iming kopi gratis dan sarapan, dia berhasil melakukan kesepakatan. Tak mengapa jikalau Kissy harus menunggu di apartemen Christian dan membantu pria itu bersiap.

Pasalnya, Christian juga sempat mengancam batal menjemputnya bila Kissy tak memberikan timbal balik seperti yang pria itu minta. Alhasil, Kissy hanya sanggup mengiyakan tanpa melakukan bantahan seperti biasa. Itu lebih baik daripada Kissy harus bertemu Adhiyaksa di pagi buta. Dia belum siap. Tentu saja tidak akan siap selama degup jantungnya belum kembali normal.

Pelarian Kissy pagi itu nyaris sukses sebelum panggilan Adhiyaksa membuyarkan segalanya. Pria yang dia pikir masih tidur itu bak hantu yang tiba-tiba muncul. Kissy sungguh msngutuk kebiasaan Adhiyaksa yang mudah bangun.

"Kamu mau ke mana pagi-pagi begini?" tanya Adhiyaksa.

Kissy tak ada niatan untuk berbalik. Dia memejamkan mata sembari menelan saliva—gugup. Apalagi jantungnya mulai bertrampolin. Sial! Dia tak menyangka bahwa sekarang mendengar suara Adhiyaksa begitu membuatnya panas dingin. Padahal sebelum-sebelumnya tak pernah demikian.

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Tubuh Kissy sedikit tersentak kala tangan Adhiyaksa mampir di pundak kirinya. Setiap sel tubuhnya gemetar disertai kejut-kejut kecil. Apalagi saat dirinya dipaksa berbalik. Dia sontak menelan saliva tanpa berhenti mengerjap.

When I see you smile, I think I like you.

Lagi-lagi ucapan Adhiyaksa terngiang di benaknya. Kissy pun mengalihkan pandang ke arah lain ketika merasakan pipinya mulai memanas. Dia tak ingin pria itu tahu bahwa sebaris kalimat Adhiyaksa semalam begitu dengan mudah membuat pipinya berhias semburat merah.

Seolah-olah menolak memahami kegugupan Kissy, Adhiyaksa menelengkan kepala ke samping kiri. Saat Kissy membuang tatapan ke arah lain, dia pun melakukan hal yang sama. Dia terus mengejar pandangan Kissy yang tak tentu arah. Sampai akhirnya, dia gemas sendiri dan menangkup kedua pipi Kissy dengan telapak tangannya.

"Ada yang kamu cari? Kenapa terus melihat ke sana kemari?" Adhiyaksa bertanya sembari memaku manik hitam Kissy.

"A–aku harus pergi. A–ku su–sudah bilang kan kalau hari ini a–da seminar," jawab Kissy terbata-bata tanpa berani menatap balik Adhiyaksa.

Sebelah alis Adhiyaksa terangkat saat dia melihat rona merah di pipi gadis itu. Seolah-olah paham alasan Kissy terus menghindari tatapannya, dia pun menurunkan kedua tangannya. Dia mundur satu langkah, tetapi tak berniat memutuskan pandang. Netranya malah semakin lekat menyorot Kissy lembut.

"Sepagi ini?"

Kissy mengangguk bekali-kali.

Adhiyaksa berdecak pelan. "Kamu bahkan belum sarapan.

"Aku bisa membelinya di luar," cicit Kissy lirih.

"Kenapa harus beli di luar kalau aku bisa memasak untukmu?" Adhiyaksa mengernyit heran.

"A–a–aku ...." Kissy berdeham sebentar agar kegugupannya sedikit berkurang. Entah mengapa hati Kissy membuncah senang membayangkan Adhiyaksa memasak untuknya. Sepersekian detik kemudian, dia menggeleng kecil agar bayangan itu lenyap dan beganti kewarasan. "Christian sudah di jalan untuk menjemputku."

"Dia bisa menunggu."

"Huh?" Kissy akhirnya terpaksa menatap Adhiyaksa.

Adhiyaksa maju untuk merebut koper Kissy dan membawanya begitu saja. "Dia bisa menunggu sampai kamu selesai sarapan. Jika dia tak mau menunggu, aku yang akan mengantarmu," ujarnya sembari berjalan ke sofa ruang tamu.

Setelah meletakkan koper Kissy di sebelah sofa single, Adhiyaksa menatap Kissy dari jauh. "Sampai kapan kamu mau berdiri di depan pintu? Aku janji tidak akan lama. Jadi, duduklah. Terserah mau menunggu di ruang tamu atau di meja makan."

Akhirnya, Kissy memilih mengekori Adhiyaksa ke dapur. Namun, langkahnya berhenti kala Adhiyaksa tiba-tiba berbalik. Pria itu berdiri menjulang di hadapannya  sembari tersenyum tipis.

"Lagi pula, kamu butuh tenaga untuk terus mengindariku, bukan?"






Tbc

Terima kasih sudah mampir dan baca cerita ini.

Sudah vote?

Sudah komen?

Sampai jumpa di bab berikutnya.






Big hug,
Vanilla Hara
13/03/21

BREAK UP | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang